ANCAMAN TERHADAP PELAKU RIBA

ANCAMAN TERHADAP PELAKU RIBA - Kali ini admin postingkan bacaan islami tentang ancaman terhadap pelaku riba silahkan simak di bawah ini.


Kaum muslimin terdahulu, telah berjalan di atas Sunnah dan berpegang teguh kepada syari’at Ilahi. Mereka dapat menguasai dunia dan mendapatkan kebahagian sosial dan kemakmuran ekonomi. Menjadikan mereka memimpin dunia dengan negaranya yang sangat luas, sebagai negara terbaik dalam sejarah umat manusia. Merekalah sebaik-baiknya umat di muka ini yang selalu beramar makruf nahi munkar, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي اْلأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُورِ

(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS Al Hajj:41).



Dan firmanNya,

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran:110).



Kemudian hilanglah generasi mereka, berganti generasi demi generasi yang masih mengamalkan dan mengikuti manhaj pendahulu mereka. Sampai satu saat, muncullah generasi yang mencintai dunia lebih dari akhiratnya dengan meninggalkan Al Kitab dan Sunnah, mengambil cara dan jalan musuh-musuh mereka. Lalu mereka berpecah belah dan saling berperang sampai dijajah oleh musuh-musuh tersebut. Dijajah tanah air dan jiwanya. Dan yang lebih mengerikan lagi, dijajah aqidah dan agamanya. Sungguh sangat mengenaskan. Mereka beranggapan, bahwa kemajuan ilmu dan teknologi yang mereka lihat dalam semua bidang, ialah hasil perekonomian modern dan Barat. Lalu mereka mulai mengkritisi pengharaman riba dengan melontarkan syubhat-syubhat dan nama-nama baru, serta alasan alasan ilmiah versi mereka. termasuk menjadikan riba sebagai perkara biasa dalam diri seorang muslim. Padahal Riba terlarang dalam Islam. Bahkan Islam mengancam pelaku riba dengan ancaman berat



Sabda Rasulullah,

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَكَاتِبَهُ

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu, telah berkata,“Rasulullah telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, dua saksinya dan penulisnya.



Imam At Tirmidzi berkata, “Dalam permasalahan ini juga ada riwayat dari Umar, Ali, Jabir, dan Abu Juhaifah.”



TAKHRIJ



Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu oleh:

-           At Tirmidzi dalam Jami’-nya, kitab Al Buyu’ Ani Rasulullah, Bab Ma Ja’a Fi Akilir Riba, no. 1127, lalu berkata,”Hadits Abdillah ini hadits hasan shahih.

-           Abu Dawud dalam Sunan-nya, kitab Al Buyu’, Bab Fi Akilir Riba Wa Mukilihi, no.2895,

-           An Nasa’i, dalam Sunan-nya, kitab Ath Thalaq, Bab Ihlalu Al Muthalaqah Tsalatsan Wa Ma Fihi Minat Taghlidz, no. 3363.

-           Ibnu Majah dalam Sunan-nya, kitab At Tijarat, Bab At Taghlidz Fi Riba, no. 2268.

-           Ahmad dalam Musnad-nya, no. 3536, 3550, 3618, 4058, 4059, 4099, 4171.

-           Ad Darimi dalam Sunan-nya, kitab Al Buyu’, Bab Fi Akilir Riba Wa Mukilihi, no. 2422.

-           Penulis Tuhfatul Ahwadzi menyatakan,“Diriwayatkan juga dari beliau, oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim, dan keduanya menshahihkan.”



Hadits ini juga diriwayatkan dari sahabat yang lainnya, yaitu:

-           Umar, sebagaimana pernyataan Imam At Tirmidzi di atas. Penulis Tuhfatul Ahwadzi  menyatakan,“Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan Ad Darimi.”

-           Ali bin Abi Thalib, dikeluarkan oleh An Nasa’i dalam Sunan-nya, kitab Az Zinah, Bab Al Mutawasyimah Wa Dzikru Al Ikhtilaf Ala Abdullah bin Murrah, no. 5014 dan Ahmad dalam nya, no. 1222 dan 1294 dengan lafadz :





أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَمَانِعَ الصَّدَقَةِ

Sesungguhnya Rasulullah telah melaknat pengambil riba, pemberinya, penulisnya dan melaknat penahan shadaqah.



-           Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu , dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya, kitab Al Musaqah, Bab: La’nu Akilirriba Wa Mukilihi, no.2995 dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya, no. 131044 dengan lafadz:



لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Rasulullah melaknat pengambil riba, pemberinya, penulis dan kedua saksinya dan mereka ini sama.



-           Abu Juhaifah Radhiyallahu 'Anhu,dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Hadits Ibnu Mas’ud ini dishahihkan Al Al Bani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah.



SYARAH KOSA KATA.

-           (آكل الربا) bermakna, pengambilnya walaupun tidak memakannya.

-           (ومؤكله) bermakna, pemberi riba’ bagi yang mengambilnya walaupun tidak memakannya.

-           (وشاهديه وكاتبه) bermakna, menjadi saksi atau penulis perdagangan riba.

-           Kata Riba dalam tinjauan etimologi berasal dari kata bahasa Arab. Bermakna pertumbuhan, pertambahan dan tinggi. Makna ini ditunjukkan oleh Al Qur’an dan Sunnah.



   Dalil Al Qur’an ialah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَلاَتَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِن بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلاً بَيْنَكُمْ أَن تَكُونَ أُمَّةُ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَاكُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu diantaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dangan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskanNya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. (QS An Nahl:92).



Makna arba ( أَرْبَى ) dalam ayat ini, ialah lebih banyak harta dan jumlahnya.



Demikian juga firmanNya:

أَنزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَّابِيًا وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَآءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِّثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَآءً وَأَمَّا مَايَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي اْلأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ

Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasaan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. (QS. arra’du :17).



Makna rabiyah (رَّابِياً ) ialah mengembang di atas permukaannya.



Dari Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam, sabda beliau:

فَايْمُ اللَّهِ مَا كُنَّا نَأْخُذُ مِنْ لُقْمَةٍ إِلَّا رَبَا مِنْ أَسْفَلِهَا أَكْثَرَ مِنْهَا

Demi Allah, tidaklah kami mengambil satu suapan, kecuali tambah dari bawahnya lebih banyak. [3]

Yaitu pada makan yang Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam mohonkan barakah kepada Allah.



Demikian juga sabda beliau Shallallahu 'Alahi wa Sallam:

مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ

Barangsiapa yang bershadaqoh senilai sebiji korma dari usaha yang baik dan Allah tidak menerima, kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah menerimanya dengan tangan kanannya, kemudian menumbuhkannya untuk pelakunya sebagaimana salah seorang kalian mengembangkan anak sapinya sehingga seperti gunung (banyaknya).[4]



Pertumbuhan (pertambahan) ini adakalanya pada pokoknya, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

فَإِذَآ أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَآءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ

kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (QS Al Hajj:5).



Pertumbuhan, juga terkadang  dengan melihat perbandingan dengan yang lainnya. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

أَن تَكُونَ أُمَّةُ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ

Disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain… (QS An Nahl:92).



Sedangkan secara istilah (terminology syari’at). Riba ialah pertumbuhan (pertambahan) pada sesuatu yang khusus dan pertambahan atas hutang sebagai ganti penundaan secara muthlak.[5]



SYARAH DAN FAIDAH HADITS.

            Hadits yang mulia ini menunjukkan haramnya riba dan akibat jelek yang ditimbulkannya bagi pribadi dan masyarakat, serta ancaman bagi mereka yang bergumul dengan riba. Karena laknat Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam diberikan kepada mereka yang berserikat dalam usaha riba tersebut.



            Memang akibat jelek riba telah dirasakan semua orang, tanpa kecuali. Baik muslim ataupun non muslim. Riba merupakan kezhaliman yang sangat jelas. Sehingga wajarlah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'Alahi wa Sallam mengancam dengan laknatnya.

Diantara ancaman dan laknat yang menimpa pelaku riba dan orang yang berserikat dengannya ialah:



- Allah Subhanahu wa Ta'ala mengancam mereka dengan azab di akhirat, sebagaimana firmanNya:

الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَآءَهُ مَوْعِظَةُُ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah:275)



- Allah Subhanahu wa Ta'ala menghilangkan barakah harta riba dan mensifatkan pelakunya dengan kata kufur, sebagaimana firmanNya:

يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS Al Baqarah:276).



- Allah mengumumkan perang terhadap riba dan pelakunya, sebagaimana firmanNya:

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُون

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS Al Baqarah:279).



- Pelaku riba mendapatkan laknat Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam. Sebagaimana sabda beliau dalam hadits di atas.



Demikian besarnya ancaman bagi pelaku riba dan orang yang berpartisipasi di dalamnya. Tentunya dapatlah hal ini menciutkan nyali seorang mukmin dari berbuat riba maupun berpartisipasi di dalamnya. Akan tetapi pada saat ini, riba sudah mulai dinilai sebagai satu keharusan. Bahkan sebagian kaum muslimin beranggapan, bahwa mengambil dan bermuamalah riba merupakan solusi peningkatan perekonomian. Yang lebih mengerikan lagi, mereka tergantung kepadanya, sehingga berusaha untuk menghalalkannya dengan segala cara.  Mengganti nama riba dengan faidah atau bunga atau profit atau kata-kata lain yang zhahirnya indah menyilaukan, tetapi hakikatnya mengerikan dan menimbulkan bencana serta laknat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya.



Diantara faidah hadits ini, ialah larangan berpartisipasi dalam perbuatan terlarang. Hal ini juga ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firmanNya:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya. (QS Al Maidah:2).



Hadits ini, seharusnya menjadi peringatan bagi seluruh kaum muslimin, agar tidak menyentuh perbuatan riba ini, kecuali darurat atau terdesak, tidak memungkinkan lagi mencari yang lainnya. Adapun disebut darurat, diukur dengan berdasarkan tinjauan syar’i.

Mudah-mudahan dapat menjadi peringatan bagi kita semua. 

Demikianlah yang saya bagikan mengenai ancaman bagi pelaku riba semoga bermanfaat.