STRATEGI MEMBANGUN BRAND IMAGE (PENCITRAAN) DAERAH TUJUAN WISATA UNTUK MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN

Dalam usianya yang hampir menginjak usia dua abad, kota Bandung tentunya memiliki sejarah yang sangat panjang. Bukti sejarah bahwa kota Bandung merupakan kota yang potensial terlihat dari sejumlah bangunan bernilai historis warisan masa lalu sebagai sumber artefak. Oleh karena itu, kota Bandung dijuluki juga sebagai Museum Arsitektur Bangunan Kuno, belum lagi julukan-julukan lain seperti Kota Seniman, Kota Pendidikan, Kota Wisata, Kota Jasa, Kota Wisata Kuliner, Kota Kreatif. Munculnya julukan-julukan tersebut bukan tanpa alasan karena memang dari kota Bandunglah telah lahir tokoh-tokoh, baik dari bidang pendidikan maupun bidang  seni.


Bandung dengan Potensi Pariwisatanya

Bandung menyandang berbagai julukan, antara lain, The Most European City in the East Indies, Paradise in Exile (pada tahun 1750-an, konon Bandung adalah tempat pembuangan), Bandung Excelcior (1856), The Sleeping Beauty (1884), De Bloem der Indische Bersteden (1896), Paris Van Java (1920), bahkan Bandung the Garden of Allah (pada 1921, Haryoto Kunto, 1984), Intectuele Center Van Indie (1923), Europe in de Tropen (1930), Kota Pensiunan (1936) Kota Permai dan Ibu Kota Asia Afrika (1950-an). Julukan-julukan tersebut  tidak muncul tiba-tiba karena  Kota Bandung tidak saja tercatat sebagai kota keempat terbesar di Indonesia setelah Jakarta, Medan, dan Surabaya, tetapi secara geografis yaitu  letaknya  di daerah pegunungan dan aliran sungai yang membelah Kota Bandung, ditambah lagi budaya masyarakat Sunda yang selalu mengutamakan tamu dan citra-citra lainnhya, merupakan daya tarik tersendiri  bagi Kota Bandung.
Namun, dengan kenyataan saat ini  apakah  julukan tersebut  masih relevan dengan Kota Bandung?
Sejak  Sheinmetz, Residen Preanger pada 1852  mengumumkan bahwa Kota Bandung terbuka bagi siapa saja yang ingin menetap (Lihat album Tempo Doeloe h.8), dilanjutkan dengan  dibukanya jalur kereta api Batavia-Bandung pada 1884, pembangunan Kota Bandung menjadi kian pesat, bahkan jumlah penduduk menetap meningkat drastis. Padahal, pada 1930, E.H. Karsten dengan plan Karsten-nya, memperkirakan pada kurun waktu 25 tahun, kedepan (1955)jumlah penduduk Kota Bandung hanya 750.000 orang, kini jumlah penduduk kota Bandung telah melebihi 2,5 juta orang. Dengan demikian,  dapat dipahami bahwa pohon-pohon besar dan udara yang benar-benar sejuk karena kepadatan penduduknya hampir tidak dapat kita temui lagi di Bandung, kecuali di beberapa ruas jalan, seperti Jalan Ganesha dan sekitar Taman Lalu Lintas.
Meskipun demikian,  Kota Bandung masih memiliki kapasitas yang dapat mendukung  industri pariwisata sbb. :
1.        Memiliki Site/Event/Objek – Daya Tarik Wisata yang unik, tidak terdapat di tempat lain, bermuatan lokal tinggi yang sangat spesifik (local spessific content). Khas kota Bandung maupun Jawa Barat, mengingat posisi kota Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat.
2.        Kemudahan aksesibilitas dan kenyamanan transportasi (darat/laut/udara)
3.        Amenitas yang berkualitas tinggi, bermuatan nuansa kultur/budaya lokal (Akomodasi/fasilitas MICE restoran/rekreasi-Hiburan/Cenderamata khas daerah)
4.        Lingkungan yang mendukung dan kondusif (keamanan/kesehatan/ kenyamanan/kondisi politik/sosio budaya)
5.        SDM pariwisata profensional yang memadai secara kuantitas dan kualitas.
6.        Terpeliharanya kelestaria, stabilitas dan dinamika nilai pranata sosial budaya daerah JawaBarat, atas dasarkeseimbangan tradisi dan inovasi.
7.        Terlindungnya dan berkembangnya Nilai Budaya, Sistem Budaya, Pola budaya dan kesenian khas daerah Jawa Barat, atas dasar keseimbangan tradisi dan inovasi.
8.        Terjadinya cross culture positif antar daerah regional/nasional/ internasional, ang mendukung terjadinya perkembangan seni kontemporer/kreasi baru khas Jawa Barat.
9.        Tersedianya Daya Tarik Wisata Budaya dengan ‘Local Spesific Content’ yang tinggi dan unik, khas serta menarik
10.    Tersedianya bermacam-macam Event dan pertunjukan kesenian khas daerah yang regular, dalam kemasan yang menarik yang padat sesuai kebutuhan (misal: Durasi Pendek)

Seperti  apakah Brandimage Kota Bandung ?

Setiap daerah tujuan wisata mempunyai brand image tertentu, yaitu mental maps seseorang terhadap suatu tujuan yang mengandung keyakinan, kesan, dan persepsi. Citra yang terbentuk di pasar pariwisata merupakan kombinasi antara berbagai faktor yang ada pada destinasi yang bersangkutan (seperti cuaca, pemandangan alam, keamanan, kesehatan, sanitasi, keramahtamahan, dan lain sebagainya). Di satu fihak, citra memiliki pengaruh yang besar sebagai   informasi yang diterima oleh calon wisatawan  dan di fihak lain citra merupakan  fantasi dari masing-masing wisatawan yang  walaupun tidak reel, namun keberadaannya sangat penting di dalam mempengaruhi keputusan calon wisatawan untuk berwisata ke satu daerah.
Pentingnya peranan brand image pun dapat dilihat dari pemahaman bahwa pariwisata adalah industri yang berbasis pencitraan, karena citra mampu membawa calon wisatawan ke dunia simbol dan makna. Bahkan citra atau image dapat dikatakan memegang peranan lebih penting daripada sumberdaya pariwisata yang kasat mata.
Daya tarik alam  diperkuat pula oleh beragam daya tarik kota berupa daya tarik budaya, buatan, dan minat khusus serta daya tarik wisata eko sekitar Kota Bandung, kreativitas warga dalam mengadakan event kota, turut menumbuhkan kuatnya daya tarik wisatakota bandung.
Pemanfaatan daya tarik kota sebagai daya tarik wisata, dimana terdapat gabungan fungsi kota yang dapat menjadi ‘kantung madu’ (honeypot) bagi warga kota untuk mengambil peran serta sebagai pelaku kegiatan ekonomi kota. Masyarakat yang berbasis pariwisata; yang menerapkan matra Sapta Pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, kenangan) akan mempercepat terwujudnya suatu kota wisata pilihan. Produk wisata adalah prodduk kolektif seluruh warga kota, yang berwujud Pengalaman wisata dan pelayanan. Kreatfitas dan inovasi warga kotam pengusaha dan pemerintah akan turut pula mendorong tumbuh dan menguatnya ‘benchmak’ sebagai kota wisata.
Kehadiran para wisatawan dan kegiatan kepariwisataan di kota Bnadung, memang diperlukan untuk mengembangkan dinamika perekonomian kota melalui pertambahan mata uang beredar.hal ini telah terbukti bahwa tahun 2005 sektor pariwisata di Kota Bandungtelah berada dalam posisi dominan unggul dalam mendukung perolehan Pendapataan Asli Daerah (PAD) sector pajak sebesar Rp.83.708.647.669,-. Pengembangan kepariwisataan kota Bandung untuk menjadikan kota Bandung sebagai kota wisata adalah pengembangan berkelanjutan dengan indikator: meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan (wisman dan wisnus), bertambahnya lama tinggal, meningkatnya jumlah pengeluaran/belanja wisatawan, menguatnya identitas kelokalan kota Bandung, memberdayakan masyarakat dan meningkakan kualitas lingkungan.
Beberapa kalangan, termasuk wisatawan, juga melihat image Bandung yang berubah. Dulu image Bandung adalah kota yang dingin dan mempunyai pemandangan yang indah. Sekarang Bandung identik dengan panas, gersang, dan semrawut. Perubahan image ini akibat dari pengelolaan kota yang tidak terencana dan terlaksana dengan baik.
Kalangan pemerintah mengakui bahwa Kota Bandung mempunyai potensi yang banyak dan beragam. Namun yang berkembang sekarang adalah belanja dan kuliner. Dengan demikian, image Bandung sekarang adalah kota wisata belanja dan kuliner. Pandangan ini menandai bahwa pemerintah tidak mempunyai ketegasan dalam membangun image Bandung sesuai dengan visi yang telah ditetapkan. Sementara untuk Kabupaten Bandung, image yang melekat adalah wisata alam dan seni tradisional.
Mengenai proyeksi pariwisata Bandung ke depan, terdapat perbedaan pandangan di antara beberapa kalangan. Perbedaan ini juga dipengaruhi oleh image Bandung yang selama ini dipahami oleh mereka. Menurut kalangan budayawan, akademisi, komunitas, LSM, media massa, dan sebagian wisatawan, proyeksi pariwisata Bandung ke depan adalah wisata sejarah, budaya, dan industri kreatif. Ada juga yang berpendapat bahwa arah pengembangan pariwisata Bandung ke depan adalah wisata pendidikan dan pengetahuan.
Sementara itu, sebagian wisatawan berpandangan bahwa proyeksi pariwisata Bandung ke depan adalah wisata belanja dan kuliner. Hal ini mengingat potensi Bandung yang besar dalam dua bidang wisata itu dan kebanyakan wisatawan datang ke Bandung adalah untuk berbelanja dan mencari makanan yang enak dan unik.
Terhadap proyeksi dan image Bandung ke depan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung menyatakan bahwa belum ada kejelasan mengenai hal itu karena masih dalam tahap penelitian. Adapun image yang muncul sekarang, itu adalah image dari beberapa komunitas seperti Bandung Creative City Forum (BCCF). Jadi bukan image resmi yang dicanangkan oleh pemerintah. Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Bandung sebenarnya sudah mengadakan penelitian mengenai image Kota Bandung. Hasilnya berupa usulan agar ”B’fresh” menjadi image Kota Bandung. ”B’Fresh” adalah kependekan dari ”Bandung Fresh”. Sebutan ini diusulkan sebagai image Kota Bandung untuk menggambarakan udara kota Bandung yang sejuk. Namun usulan ini belum direspons sehingga belum dituangkan dalam kebijakan formal, seperti Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Walikota (Perwal).
Untuk Kabupaten Bandung, proyeksi pariwisata ke depan adalah wisata alam, seni tradisional, dan kuliner. Ketiganya dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa potensi Kabupaten Bandung adalah dalam ketiga bidang itu. Namun pemetaan potensinya secara tepat masih memerlukan penelitian yang lebih seksama. Rencananya penelitian ini akan diadakan pada tahun 2010. Sementara itu, hampir sama dengan Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat (KBB) memiliki proyeksi ke depan untuk mengembangkan pariwisata alam dan agrowisata.

Demikianlah yang saya sampaikan mengenai strategi membangun brand image semoga bermanfaat.