Makalah Wakaf | FIQIH
Kali ini admin postingkan makalah fiqih tentang wakaf silahkan simak di bawah ini.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai makalah wakaf semoga bermanfaat.
BAB I
PENDAHULUAN
Kemiskinan dan kesenjangan sosial di sebuah negara yang
kaya dengan sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam seperti
Indonesia merupakan suatu keprihatinan. Jumlah penduduk miskin terus bertambah
jumlahnya sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga saat ini. Pengabaian dan
ketidakseriusan penanganan terhadap nasib dan masa depan puluhan juta kaum
dhuafa yang tersebar di seluruh tanah air meruupakan sikap yang berlawanan
dengan semangat dan komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial.
Jika kita cermati lebih jauh, ditemukan bukti-bukti empiris
bahwa pertambahan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bukanlah
karena persoalan kekayaan alam yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk,
akan tetapi karena persoalan distribusi yang kurang baik serta rendahnya rasa
kesetiakaeanan diantara sesama anggota masyarakat.
Untuk mewujudkan kesejahteraan yang menyeluruh bukanlah
sesuatu yang mudah,karena kesejahteraan hanya mungkin tercapai dengan beberapa
kondisi, diantaranya dengan melaksanakan beberapa asas yang penting untuk
mewujudkan kesejahteraan, yaitu terjaminnya hak-hak asasi manusia,termasuk hak
mendapatkan keadilan.
Di dalam Islam, keadilan merupakan konsep hukum dan sosial.
Kedilan sosial Islam adalah keasilan kemanusiaan yang meliputi seluruh segi dan
faktor kehidupan manusia termasuk keadilan ekonomi. Keadilan yang mutlak
menurut Islam tidak menuntut persamaan
pengjasilan bagi seluruh anggota masyarakat, tetapi sesuai dengan kodratnya
sebagai manusia yang berbeda-beda bakat dan kemampuannya.
Islam sebagai salah satu agama yang ada di Indonesia dan
merupakan agama yang paling banyak penganutnya, sebenarnya mempunyai beberapa
lembaga yang diharapkan mampu membantu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial,
salah satunya adalah konstitusi wakaf.
Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial Oslam yang erat
kaitannya dengan sosial ekonomi masyarakat. Walaupun wakaf merupakan lembaga
Islam yang hukumnya sunah,namun lembaga ini dapat berkembang dengan baik di
beberapa negara muslim seperti Arab Saudi, Mesir, Kuwait, dan lain-lain. Hal
tersebut karena lembaga ioni memeang sangat diraskan manfaatnya bagi
kesejahteraan umat.
Di Indonesia wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat
Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia. namun pada umumnya, wakaf di
Indonesia digunakan untuk masjid, musholla, sekolah ponpes, rumah yatim piatu,
makam, dan sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam
bentuk usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan,
khususnya fekir miskin.
Pemanfaatan tersebut jika dilihat dari kepentingan
periabdatan memang efektif, tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif bagi
kehidupan ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu, agar wakaf dapat memberikan kesejahteraan
sosial dan ekonomi bagi masyarakat, maka upaya pembardayaan potensi ekonomi
wakaf harus digalakkan. Untuk mencapai sasaran tersebut, perlu adanya paradigma
baru dalam sistem pengelolaan wakaf secara produktif dan pengembangan wakaf
benda bergerak seperti uang. Hasil dari pengmbangan wakaf itu kemudian
dipergunakan untuk keperluan sosial seperti untuk meningkatkan pendidikan
Islam. Disamping itu juga tidak menutup kemungkinan dipergunkakan untuk
membantu pihak-pihak yang memerlukan sepeerti bantuan penelitian, pendidikan
dan lain-lain.
BAB II
PEMBAHASAN
- PENGERTIAN WAKAF
Kata “wakaf” barasal dari bahasa Arab “waqafa”, yang
berarti menahan atau berhenti. Kata al-Waqf mengandung pengertian “menahan,
menahan harta untuk diwakafkan, tidak
dipindahmilikkan”.[1]
Menurut Abu Hanifah, wakaf adalah menahan suatu benda yang
menurut hukum tetap milik si wakif dalam
rangka memperguknakan manfaatnya untuk kebajikan. Baedasarkan definisi ini, maka
pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan nia dibenarka
menariknya kembali bahkan menjualnya. Karena itu mazhab Hanafi mendefinisikan
wakaf yaitu “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus
tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan
(sosial) baik sekarang maupun yang akan datang.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan
harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah
wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikan hartanya dan wakif
berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali
wakafnya. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itudari penggunaan
secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan
kebajikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap
menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan
karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).
Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan
harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur
perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apasaja terhadap harta yang diwakafkan,
seperti perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada orang lain, baik
dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut
tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Karena itu mazhab Syafi’i
mendefinisikan wakaf yaitu “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda
yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada
suatu kebajikan (sosial).[2]
Berdasarkan Undang-Undang No.41
tahun 2004 tentang wakaf, wakaf adalah perbuatan hukum wakif[3]
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
- SEJARAH WAKAF
Praktek wakaf telah dikenal sejak dahulu sebelum hadirnya
agama Islam yang dibawa olen Nabi Muhammad saw meskipun dengan nama yang
berbeda. Hal ini terbukti bahwa banyak tempat-tempat ibasah yang terletak di
suatu tanah pekarangan yang dikelola dan hasilnya untuk membiayai perawatan dan
honor yang merawat tempat ibadah. Sebab sebelum terutusnya Nabi Muhammad saw
terdapat Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha yang talah berdiri sebelum hadirnya
Islam dan bukan milik siapapun juga tetapi milik Allah swt untuk kemaslahatan
umat.
Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah
saw karena wakaf disyariatkan setelah Nabi saw hijrah ke Madinah pada tahun
kedua Hijriah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli fuqaha tentang
siapa yang pertama kali melaksanakan syari’at wakaf. Menurut sebagian pendapat,
bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah saw, ialah wakaf
tanah milik Nabi saw untuk dibangun masjid.[4]
Pendapat lainnya yaitu yang pertama kali melaksanakan syari’at wakaf adalah
Umar bin Khattab.
Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa dinasti Umayah
dan dinasti Abbasiyah, semua orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf.
Wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi
modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar
gaji para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan
mahasiswanya.
Antusiasme nasyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah
menarik perhatian Negara untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk
membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat.
Pada masa Dinasti Umayyah yang menjadi hakim Mesir adalah
Taubah bin Ghar al Hadramiy pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Ia
sangat concern dan tertarik dengan
pengembangan wakaf sehingga terbentuk lembaga wakaf tersendiri sebagaimana
lembaga lainnya di bawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah yang pertama
kali dilakukakan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan di seluruh Negara
Islam.
Pada masa Dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang
disebut “shadr al wuquuf” yang
mengurus administrasi dan memilih staf dan pengelola lembaga wakaf.
Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir, perkembangan wakaf
cukup menggembirakan, dimana hampir semua tanah-tanah pertanian menjadi harta
wakaf dan semuanya dikelola oleh Negara dan menjadi milik Negara (baytulmaal). Ketika Shalahuddin al
Ayyubiy memerintah Mesir, ia bermaksud mewakafkan tanah-tanah milik negara diserahkan
kepada yayasan keagamaan dan yayasan sosial. Orang yang pertama kali mewakafkan
tanah milik negara adalah Raja Nuruddin al Syahid dengan ketegasan fatwa yang
dikeluarkan oleh seorang ulama yaitu Ibnu ‘Ishrun dan didukung oleh para ulama
lainnya, dengan dalil menjaga dan memelihara kekayaan negara. Dalam rangka
mensejahterakan ulama dan kepentingan misi mazhab Sunni, Shalahuddih al Ayyuby
menetapkan kebijakan bahwa bagi orang kristen yang datang dari Iskandar untuk
berdagang,wajib membayar bea ukai. Hasilnya dikumpulkan dan diwakafkan kepada
ahli Fuqaha dan keturunannya.
Perkembangan wakaf pada masa dinasti Mamluk sangat pesatdan
beraneka ragam, namun yang paling banyak diwakafkan adalah tanah pertanian dan
bangunan. Terdapat pula wakaf hamba sahaya yang diwakafkan untuk merawat
lembaga-lembaga agama. Hal ini dilakukan pertama kali oleh penguasa dinasti
Utsmani ,yaitu Sulaiman Basya mewakafkan budaknya untuk merawat masjid.
Wakaf telah menjadi tulang punggung roda perekonomin pada
masa dinasti Mamluk. Saat itu terdapat perundang-undangan wakaf yang dimulai
sejak Raja al Dzahir Bibers al Bandaqdari (658H-676H).
Pada masa Turki Utsmani dikeluarkanlah Undang-undang
mengenai peraturan pembukuan tentang pelaksanaan wakaf, yang dikeluarkan pada
tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H. UU tersebut mengaturtentang pencatatan
wakaf, sertifikasi wakaf,cara pengelolaan wakf,upaya mencapai tujuan wakaf dan
melembagakan wakaf dari sisi administratif dan perundang-undangan.
- Dasar Hukum Wakaf
- Dasar hukum Islam
Secara teks, wakaf tidak terdapat dalam Alquran dan
as-Sunnah,namun makna dan kandungannya tterdapat dalam kedua sumber tersebut.
Di dalam Alquran konsep wakaf sering diungkapkan denganderma harta (infaq) demi
kepentingan umum. Sedangkan dalam hadits sering ditemui ungkapan wakaf dengan habs (tahan). Semua ungkapan itu sejalan
dengan pengertian wakaf yaitu penahanan harta yang dapat diambil manfaatnya
tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah serta dimaksudkan untuk
mendapat keridhoan Allah swt.
Firman Allah swt dalam suratAli Imran ayat 92 yang artinya
:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.”
Ayat lain yang menganjurkan wakaf yaitu surat al-Haj ayat
77 yang artinya “dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan”.
Salah satu hadits yang menjadi dasar hokum wakaf yaitu:
“Dari Ibnu Umar ra,
bahwa Umarpernah mendapatkan sebidang tanah dari tanah Khaibar, lalu ia bertanya:Ya
Rasulullah saw, aku mendapatkan sebidang tanah di khaibar,suatu harta yang
belum pernah aku dapatkan sma sekali yang lebih baik bagiku selain tanah itu,
lalu apa yang hendak engkau perintahkan kepadaku? Maka jawab Nabi saw : jika
engkau suka,tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya. Lalu Umar
menyedekahkanyya dengan syarat tidak boleh dijual, tidak boleh diwariskan dan
tidak boleh diwarisi, yaitu untuk orang-orang fakir,untuk keluarga dekat, untuk
memerdekakan hamba sahaya, untuk menjamu tamu dan untuk orang yang kehabisan
bekal salam perjalanan.dan tidak berdosa orang yang mengurusinya itu untuk
memakan sebagiannya dengan cara yang wajar danuntuk memberi makan (keluarganya)
dengan syarat jangan dijadikan hak milik. Dan dalam suatu riwayat diceritakan :
dengan syarat jangan dikuasai pokoknya.” (HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasai
dan Ahmad).
- Dasar hukum pemerintah RI
·
Undang-Undang
No.41 tahun 2006 tentang wakaf
·
Peraturan
Pemerintah No.42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU No.41 tahun 2004
·
UU No.60
tahun 1960 tentang Pokok Agraria
·
PP No. 28
tahun 1977
·
Inpres RI
No.1 Tahun 1991 tentang KHI
- Prinsip-Prinsip Pengelolaan Wakaf
Prinsip pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf diatur dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
:
Pasal
42
Nazhir
wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi,
dan peruntukannya.
Pasal
43
(1)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
(2)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara produktif.
(3)
Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat
(1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.
Pasal
44
(1)
Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan
perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari
Badan Wakaf Indonesia.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat
dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.
Pasal
45
(1)
Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti
dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan:
a.
meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;
b.
bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.undangan yang
berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum;
c. atas
permintaan sendiri;
d.
tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan
dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang.undanganyang berlaku;
e.
dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2)
Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena
pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan
peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
- Perkembangan Pengelolaan Harta Wakaf di Beberapa Negara Muslim
Ø Malaysia
Dalam sejarah hukum Islam di Malaysia,
praktek wakaf tidak dapat diketahui dengan jelas awal dikenalnya, tetapi
melalui sejarah di Malaysia,dapat disimpulkan bahwa awal pengenalan dan
pelaksanaan wakaf sekitar tahun 1800an. Selanjutnya setelah merdeka pada 31
oktober 1957, urusan keagamaan seperti wakaf dikelola oleh Mejelis Agama Negeri
(semisal Departemen Agama).
Jenis wakaf terbagi menjadi 2, wakaf ‘am dan wakaf khash.
Wakaf ‘am adalah harta yang
diwakafkan untuk kepentingan umat Islam dan untuk pengmbangan sosio-ekonomi
umat Islam dan langsung diurus oleh Majelis Agama. sedangkan wakaf khash harta yang diwakafkan disertai
dengan syarat-syarat tertentu yang mewakafkan, seperti untuk membangun
mesjid,kuburan umum, dll serta dikelola oleh majelis agama setempat.
Perkembangan perwakafan di Malaysia sejak tahun 18ooan
tidak mengalami perubahan secara signifikan dan bernilai ekonomi. Karena
perundang-undangannya masih terbatas kepada wakaf tanah. Itu pun berupa tanah khash serta masih banyak tanah yang
dikelola oleh luar majelis Agama.
Ø Mesir
Pada masa kekuasaan Muhammad Ali Pasha tahun 1891 M,
asset-aset wakaf tidak teratur dan kurang dapat dimanfaatkan secara optimal.
kemudian pemerintah berinisiatif membentuk “Diwan
al Awqaf” yang mengatur dan mengurus harta wakaf secara produktif. Pada
tanggal 20 november 1913
M, “Diwan al Awqaf” menjadi
Departemen, sehingga masalah wakaf diurus oleh kementrian.
Di Mesir yang telah membentuk departemen yang khusus
menangani wakaf, maka pada tahun 1971 M membentuk Badan Wakafyang bertugas
menangani harta wakaf dan pengembangannya sesuai dengan perundang-undangan
Mesir No.80 tahun 1971.
Ø Arab Saudi
Arab Saudi sebagai pusat turunnya agana Islam secara otomatis perwakafan di
Negara itu menjadi prioritas. Melalui ketetapan No.574 tanggal 16 Rajab 1386
H,departemen wakaf resmi dibentuk. Departemen ini bertugas mengurus asset-aset
wakaf dan mengelolanya secara
produktif.namun terdapat pengelolaan khusus terhadap harta wakaf di Mekkah dan
Madinah,seperti pembangunan hotel pertokoan dan rumah yang dikembangkan secara
ekonomi dan hasilnya untuk perawatan asset kedua kota tersebut.
Dalam pengelolaan wakaf, di Arab Saudi ditunjuk Nazir yang
bertugas membuat perencanaan dalam
pengmbangan harta wakaf, mensosialisasi program yang telah disepakati,
melaksanakan tugas dan mendistribusikan hasil wakaf.
- Profil Lembaga Wakaf
Sebagai salah satu lembaga Islam
wakaf telah menjadi salah satu penunjang perkembangan masyarakat Islam. Namun
suatu kenyataan yang ada di Indonesia
bahwa wakaf kebanyakan berupa masjid,
sekolah, dll. Dalam segi social ekonomi, wakaf yang ada belum mampu menanggulangi
masalah social dan ekonomi umat.
Bersyukurlah kita karena pada saat
ini pengelolaanWakaf Produktif sudah
diatur dengan UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf dan PP No. 42 tahun 2006
tentang Pelaksanaan UU No. 41 tahun 2004. untuk memajukan pengembangan wakaf,
dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf diamanatkan adanya Badan Wakaf
Indonesia (BWI).
Dalam Pasal 48 :
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia
dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi
dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan
kebutuhan.
Dalam Pasal 49:
(1) Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan
wewenang:
a. melakukan pembinaan terhadap
Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional;
c. memberikan persetujuan dan/atau
izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;
d. memberhentikan dan mengganti
Nazhir;
e. memberikan persetujuan atas
penukaran harta benda wakaf;
f. memberikan saran dan
pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Badan Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan
instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli,
badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu.
- Sistem Pengelolaan Wakaf di Indonesia
Pengelolan
wakaf di Indonesia
umumnya masih didominasi pada pengguaan tempat-tempat ibadah, seperti masjid, mushalla, dan ponpes.
Sedangkan penggunaan pemanfaatan untuk penigkatan kesejahteraan manusia secara
umum dalam bidang ekonomi masih sangat minim.
Bentuk perwakafan
di Indonesia
untuk kepentingan umum selai yang bersifat umum, terdapat juga wakaf gotong
royong berupa masjid, madrasah, mushalla, dan sebagainya. Caranya adalah dengan
membetuk panitia mengumpulkan dana dan setelah dana terkumpul, anggota
masyarakat sama-sama gotong royong untuk menyumbangkan tenaga pada pembangunan
tersebut.
Hasil penelitian
Imam Suhadi di Kabupaten Bantul Yogyakarta menyebutkan bahwa tanah wakaf untuk
hanya 3%, sepertisarana pendidikan dan kesehatan, sedangkan yang 97% digunakan
untuk sarana ibadah.Seperti
itulah perwakafan di Indonesia yang pada umumnya berupa banda-benda konsumtif.
- Peraturan PerUndang-Undangan tentang Wakaf
Ø
UU No. 41
tahun 2004 tentang Wakaf
Ø
PP No. 42
tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 tahun 2004
- Struktur Organisasi Pengelola Wakaf
Badan Wakaf Indonesia (BWI) selaku
Badan Wakaf Nasional mempunyai kepengurusan
sbb:
- Dewan pertmbangan, yang terdiri dari ketua, wakil ketua dan anggota.
- Badan pelaksana, yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara dan wakil bendahara.
- Divisi-divisi yang terdiri dari Divisi pembinaan Nazhir, Divisi pengembangan dan pengelolaan wakaf, Divisi Humas, Divisi kelembagaan, dan divisi penelitian dan pengembangan.
- Kontribusi Wakaf bagi Perekonomian Umat
Menurut Ter Haar bahwa wakaf
merupakan lembaga hukum Islam yang telah diterima di hampir semua wilayah
Nusantara yang berarti keseluruhan konsep wakaf telah menjadi bagian yang tak
terpisahkan dengan adat istiadat bangsa ini.
Dalam term umat Islam, wakaf merupakan ibadah kepada Allah swt yang bermotif
rasa cinta kasih kepada sesame manusia, membantukepentingan orang lain dan
umum. Dengan mewakafkan sebagian harta bendanya, akan tercipta rasa solidaritas
seseorang.
Walaupun agak sulit menunjukan
jumlah angka secara tepat, namun banyaknya praktek perwakafan sejalan dengan
penyebaran dakwah Islam dan pendidikan Islam.tanah wakaf yang diserahkan kepada
pondok pesantren telah mampu meningkatkkan eksistensi pondaok pesantren. Akan
tetapi akhir-akhir inipendidikan umat Islam mengalami ketertinggalan . untuk
mengatasi gejala yang cenderung tidak produktif dan kreatif ini seharusnya umat
Islam kembali menggalakkan pentingnya perwakafan.
Kontribusi wakaf di bidang
pendidikan sesungguhnya mempunyai oeranyang signifikan dalam menciptakan SDM
yang berkualitas dan kompetitif ketika dikelola oleh Nazhir yang berbadanhukum
dan professional. Seperti apa yang ada di Universitas AL-Azhar kairo, Mesir
yang mampu memberikan beasiswa kepada mahasiswanya.
Di negeri kita, peran wakaf di
bidang pendidikan sangat banyak, khususnya tanah wakaf yang dikelola oleh
pesantren-pesantren atau sekolah yang dikelola oleh lembaga-lembaga Islam.
Tanah wakaf yang dikelola oleh badan huku seperti Gontor ternyata
pengelolaannya sangat efektif dansangat berguna dalam bidang pengembangan
pendidikan Islam pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya serta dapat
membantu untuk kepentingan umum.
- Prospek, Kendala dan Strategi Pengelolaan Wakaf
Ø Prospek
Banyaknya harta wakaf yang belum dikelola secara optimal.
Saat ini, kebanyakan harta wakaf masih dikelola secara tradisional sehingga
sehingga peluang untuk memproduktifkan harta wakaf sangat besar.
Ø Hambatan dan Tantangan
- kurangnya SDM yang mengerti wakaf.
- Pemahaman umat Islam mengenai wakaf yang belum menyeluruh.
- Banyak tanah yang tidak strategis.
- Adanya pro-kontra mengenai pengalihan wakaf untuk tujuan produktif.
- Banyaknya tanah yang belum bersertifikat wakaf.
Ø Strategi
1.
Program jangka pendek
Ø melakukan sosialisasi guna
mendorong masyarakat untuk semakin memahami pentingnya wakaf sebagai amal
ibadah yang mendorong terciptanya kesejahteraan kasyarakat.
Ø Mendorong kepada Nazhir agar meningkatkan prifesionalisme pengelolaan
wakaf.
Ø Merangsang wakif dan calon wakif agar meningkatkan kuantitas harta yang
diwakafkan.
Ø Menjalin kemitraan antar lembaga wakaf.
2.
Program jangka menengah dan
panjang
Ø Pemberdayaan tanah wakaf produktif strategis
Ø Menangkap peluang usaha pemberdayaan tanah wakaf produktif
Ø Memulai sebuah usaha
BAB III
PENUTUP
Demikianlah pembahasan mengenai
pengelolaan wakaf sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 41 tahun 2004
sebagai pendorong untuk kemajuan perekonomian umat Islam pada khususnya.
Semoga ini menjadi awal bagi kita
terutama penulis untuk mengkaji masalah wakaf secara khusus guna
memproduktifkan harta-harta wakaf yang kabanyakan belum dikelola secara optimal
untuk menunjang kesejahteraan umat.
DAFTAR
PUSTAKA
Depag RI. Panduan
pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia. Jakarta. 2006
Depag RI. Pedoman
pengelolaan dan pengenbangan wakaf. Jakarta.
2006
Depag RI. Perkembagan
pengelolaan wakaf di Indonesia. Jakarta.
2006
Depag RI. Fiqih
wakaf. Jakarta.
2006
Undang-Undang No.41 tahun 2006 tentang wakaf.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai makalah wakaf semoga bermanfaat.