Makalah tentang Hadits Maudhu, Hukum dan Cirinya

Kali ini admin posting makalah tentang hadits maudhu atau haduts palsu dan penjelasannya. berikut ini.


1.1  Pengertian Hadits Maudhu
Ditinjau secara bahasa, Hadits Maudhu’ merupakan isim maf’ul dari  ﻴﻀﻊ - ﻮﻀﻊ. Kata ﻮﻀﻊ memiliki beberapa makna, antara lain menggugurkan, meninggalkan, dan mengada-ngada atau membuat-buat. Dari pengertian bahasa ini kemudian hadits maudhu’ dinamakan pula dengan hadits palsu. Definisi hadits palsu dalam ilmu “Mutsalah Hadits” adalah hadits palsu yang dibuat oleh perawi kemudian disandarkan kepada Rasulullah Saw. (al-Suyutiy, 1996, 1:274). Menurut Ibnu Shalah, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Najib (2009:77) hadits palsu adalah seburuk-buruk hadits  dha’if. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh al-Khattabi, sementara itu Ibnu Hajar tidak setuju apabila hadits palsu dikaitkan dengan hadits Rasulullah Saw. Walaupun dikategorikan kepada hadits dha’if (Ibu Hajar Asqalany, 1984, 2:838). Ajjaj al-Khathib mendefinisikan hadits maudhu ialah apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah Saw, dibuat secara dusta apa-apa yang tidak dikatakan, tidak diperbuat dan tidak ditaqrirkan Rasulullah Saw.
Penggunaan istilah “hadits palsu” untuk menyebut segala rekayasa orang dengan mengatasnama-kan Rasulullah Saw tampaknya dapat diterima sebagai istilah dalam disiplin ilmu hadits. Penamaan ini menggambarkan bahwa ia bukanlah hadits yang disabdakan oleh Rasulullah Saw., melainkan satu kebohongan yang dibuat-buat oleh parawi dan menyatakan sebagai sebuah hadits (Ahmad Najib, 2009:78).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hadits maudhu adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw, baik perkataan, perbuatan maupun taqrir-nya, secara rekaan atau dusta.
1.2  Hukum Melakukan Pemalsuan Hadits
Dahulu banyak sekali kata-kata hikmah, kata-kata mutiara dari para sahabat yang disandarkan kepada Rasulullah Saw oleh para pemalsu hadits. Selain itu, banyak pula kata-kata mutiara yang mereka ciptakan dan mereka rangkai sendiri dan kemudian disandarkan kepada Rasulullah Saw. Mereka mengatakan bahwa itu adalah hadits Rasulullah, perbuatan atau taqrir Rasulullah Saw.
Hadits maudhu sangat membahayakan bagi  agama Islam dan pemeluknya. Hadits palsu adalah hadits dha’if yang paling jelek. Oleh karena itu, para ulama sepakat tentang keharaman meriwayatkan hadits maudhu bagi orang yang mengetahui keadaannya, apapun misi yang diembannya, kecuali disertai dengan penjelasan tentang kemaudhu’an (kepalsuan) hadits tersebut.
Pemalsuan hadits merupakan satu tindakan dan perbuatan “pembohongan” terhadap Rasulullah SAW, dan perbuatan ini merupakan dosa besar yang telah jelas sangsinya, jika ada pihak-pihak yang melakukan sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori,kitab Alhaadits al-Anbiya: Artinya:”Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat, riwayatkanlah dari pada Bani Isra’il, tidak ada kesalahan. Barang siapa melakukan pembohongan terhadapku dengan unsur kesengajaan, maka ia telah menyiapkan tempatnya di dalam neraka”.
Untuk mengetahui hadits palsu tidaklah semudah yang kita bayangkan, menjdi yang sangat rumit, perlu kerja keras dan di tuntut kepakaran dalam semua ruang lingkup Sunnah dan sirrah Nabi Muhammad SAW.
Sebagai kesimpulannya tidak semua orang yang dapat mengenal pasti sebuah hadits itu palsu atau tidak, karena untuk mengenalnya di tuntut kepakaran seseorang dalam bidang hadits. Al-Hafiz Ibnu Hajar r.a menyatakan ciri-ciri hadits palsu di tinjau dari perawi (sanad) da nisi periwayatan atau matan (al-astqalaniy, 1984,2:44-45)
Kebanyakan ulama hadits menetapkan hokum bahwa seseorang yang meriwayatkan hadits, sementara itu ia mengetahui bahwa hadits itu adalah palsu, tetapi tidak menyatakan kepalsuannya dan tidak memberikan kritikan terhaadapnya, maka beliau telah melakukan kesalahan yang besar (subhah 1408H, 4:18). Para ulama yang mu’tabar telah sepakat bahwa perbutan memalsukan hadits SAW secara sengaja adalah haram (dasuki,1971:54)
Sebagian ulama berpendapat bahwa gerakan pemalsuan hadits dalam bidang aqidah bukan saja haram hukumnya, tetapi bisa membawa kepada kekufuran.
1.3   Ciri-Ciri Hadits Palsu
Para ulama Muhaditsin, di samping membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui shahih,hasan atau dhaif suatu hadits, mereka juga menentukan ciri-ciri untuk mengetahui ke-maudhu’-an suatu hadits.
Ciri-ciri hadits palsu dapat dilihat pada sanad dan matan
1.3.1        Ciri-ciri yang terdapat pada sanad
A.    Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia.
B.     Pengakuan dari si pembuat hadits
C.     Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu.
D.    Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’`
1.3.2        Ciri-ciri yang terdapat pada matan
Menurut Abdurrahman al-Sakhawi sebagaimana dikutip oleh Abdul Madjid al-Ghauriy, diantara ciri-ciri yang dapat kita kenali dari matan adalah sebagai berikut:
A.    Terdapatnya riwayat yang janggal dan cacat pada makna dan mafhumnya, dan tidak layak untuk Rasulullah yang begitu mulia menyatakan hal tersebut.
B.     Riwayat bertentangan dengan al-qur’an, hadits mutawatir atau ijma’ yang qath’iy.
C.     Riwayat yang terang-terangan bertentangan dengan akal sehat dan riwayat yang tidak mempunyai ruang untuk di takwilkan.
D.    Riwayat yang bertentangan dengan fakta sejarah yang telah diketahui melalui sumber-sumber yang shahih dan mutawatir.
E.     Riwayat yang bertentangan dengan mushahadab (kesaksian secara panca indra).
F.      Riwayat yang menerangkan pahala yang terlalu banyak dan besar terhadap amal yang sedikit dan kecil. Begitu juga riwayat yang menerangkan ancaman yang terlalu besar untuk sesuatu dosa kecil, sebagaimana adat sebahagian ahli sufi dan pendongeng.
G.    Riwayat yang datang dari seorang perawi tentang suatu peristiwa, jika riwayat itu benar pasti akan di riwayatkan oleh ratusan perawi.
H.    Riwayat yang mengandung perkataan yang tidak menyerupai perkataan seorang Nabi.
I.       Matan hadits bertentangan dengan hadits yang shahih.
J.       Matan mengandung sesuatu yang mustahil dan di tolak akal sehat.
K.    Matan mengandung sesuatu yang buruk dan lucu.
L.     Matan serupa dengan nasihat seorang dokter atau ahli gizi.

1.4  Kitab-Kitab Yang Memuat Hadist Maudhu’
Para ulama muhaditsin, dengan menggunakan berbagai qaidah studi kritis hadist, berhasil mengumpulkan hadist-hadist maudhu’ dalam sejumlah karya yang cukup banyak. Untuk tujan memelihara dan menjaga kesucian hadist, para ulama juga telah menyusun kita-kitab hadist maudhu begitu banyak (al-Ghauri, 2011;192), diantaranya adalah;
1.      Al-Maudhu’  ‘Al-Kubra. Karya Ibn Al-Jauzi (ulama yang paing awal menulis dalam ilmu ini).
2.      Al- La’ali Al-Mashnu’ ah fi Al-Ahadist Al-Maudhu’ah, karya As-Suyuti (ringkasa Ibnu Al-Jauzi dengan beberapa tambahan).
3.      Tanzihu Asy-Syari’ah Al-Marfu’ah ‘an Al-Ahadist Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu ‘Iraq Al-Kittani ( ringkasam kedua kitab tersebut).
4.      Silsilah Al-Ahadist Adh-Dha’Ifah, karya Al-Albani.
5.      Kitab Tadzkirah Al-Maudhu’at , karya Abu Fadhl Muhammad bin Thahir Al- Makdisiy (w.507 H)
6.      Kitab AL-maiidhu’at Al-Kubra, karya Abu Faraj Abdurrahman bin Al-Jauzi (w.597 H).
7.      Kitab Al-Ba’it’s a’la Al-Khilash Min Hawadist Al- Qusshas, karya Hafizh Zainuddin Abdurrahim Al-Iraqy
8.      Kitab al-A’la’I al-Masnu ‘ah fil Abadist al-Maudhu’at, oleh al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi.
9.      Kitab al-Fawa’id al-Majmu’ahnMawdhu’at fi al-Ahadist, oleh Abu Abdullah Muhammad bin Ali as-Syawkaniy.
10.  Kitab al-Mughniy’ani al-Hifzi wal Kitab bi Qaulihim Lam Yasib Sya’i Fi Hadza Bab. Oleh Abu Hafash ‘AL-HAFIZH Diya’al-Din Abu Hafs Umar bin al-Mausili al-Hanafi.
Demikianlah yang saya sampaikan makalah tentang hadits maudhu semoga bermanfaat.