Makalah Fiqih Kontemporer

sahabat sejuta warna kali ini admin postingkan materi fiqih tentang fiqih kontemporer silahkan simak dibawah ini.


( FIQIH KONTEMPORER)
2.1  Pengertian Fiqh Kontemporer 
Dalam kamus bahasa Indonesia bahwa pengertian kontemporer berati sewaktu, sesama, pada waktu atau masa yang sama, pada masa yang kini, dewasa ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa fiqh kontemporer adalah tentang perkembangan pemikiran fiqh dewasa ini. Dalam hal ini yang menjadi titik acuan adalah bagaimana tanggapan dan metodologi hukum islam dalam memberikan jawaban terhadap masalah masalah kontemporer

2.2 Kerangka Dasar

Guna menunjang pemikiran dan pengembangan hukum Islam dalam kehidupan masyarakat, sekarang sudah saatnya hukum Islam dikembangkan melalui kerangka filsafat ilmu dan kerangka sosiologi hukum dengan pendekatan sejarah sosial. Karena hukum secara sosiologis merupakan refleksi tata nilai yang diyakini masyarakat sebagai suatu pranata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berarti, bahwa muatan hukum selayaknya mampu menangkap aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang, bukan hanya bersifat kekinian, melainkan juga sabagai acuan dalam mengantisipasi perkembangan sosial, ekonomi dan politik masa depan.
Pemikiran tersebut, menunjukan bahwa hukum bukan sekedar norma statis yang mengutamakan kepastian dan ketertiban, norma-norma yang harus mampu mendinamisasikan pemikiran dan merekayasa perilaku masyarakat dalam mencapai cita-citanya.
Ahli hukum Islam mendefinisikan hukum Islam dalam dua sisi, yaitu hukum Islam sebagi ilmu dan hukum Islam sebagi produk ilmu. Sisi terakhir ini, hukum Islam disebut dengan kumpulan hukum-hukum syara’ yang dihasilkan melalui ijtihad. Hukum Islam sebagi ilmu didefiniskan sebagai ilmu yang mengupayakan lahirnya hukum syara’ amali dari dalil-dalil rinci. Pengertian hukum Islam sebagai ilmu ini mengandung unsur hukum Islam sebagai ilmu.
Hukum Islam sebagai ilmu dibuktikan dengan karakteristik keiluan, yaitu bahwa hukum Islam (1) dihasilkan dari akuumulasi pengetahuan-pengetahuan yang tersusun melalui asas-asas tertentu, (2) pengetahuan-pengetahuan itu terjaring dalam suatu kesatuan sistem, dan (3) mempunyai metode-metode tertentu.
Pengetahuan-pengetahuan dlam hukum Islam meliputi pengetahuan tentang dalil (nas-nas), perintah dan larangan, dan lain-lain. Pengetahuan-pengetahuan ini diakumulasikan melalui asas-asas tertentu, sehingga tersusun syara’ dan meniadakan kesulitan.
Pengetahuan-pengetahuan tersebut dapat diakumulasikan dan disusun dengan baik, karena setiap pengetahuan satu sama lain terkait secara fungsional dalam suatu sistem tertentu. Karakteristik selanjutnya dari hukum Islam sebagai ilmu ialah adanya metode-metode tertentu dalam hukum Islam. Metode-metode tersebut tertuang dalam ushul fiqh dan qawa’id fiqhiyah, yang dalam operasionalnya meliputu berikut ini:
1) Metode deduktif, yaitu metode penarikan kesimpulan khusus (mikro) dari dalil-dalil umum. Metode ini dipakai untuk menjabarkan atau menginterpretasikan dalil-dalil al-Quran dan hadits menjadi masalah-masalah usul fiqh.
2) Metode induktif, adlah metode pengambilan kesimpulan umum yang dihasilkan dari fakta-fakta khusus. Kesimpulan dimaksud adalah kesimpulan hukum atas suatu masalah yang memang tidak disebutkan rincian ketentuannya dalam nas al-Quran dan hadits.
3) Metode genetika, adalah metode penelusuran titik mangsa dalam mengetahui latar belakang terbitnya suatu nas dan kualitas nas. Metode ini menggunakan penedekatan historis.
4) Metode dialektika, yaitu suatu metode yang menggunakan penalaran melalui pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang bersifat tesa (tesis-tesis) dan anti tesis. Kedua pernyataan (tesa dan antitesa) tersebut kemudian didiskusikan dengan prinsip-prinsip logika yang logis untuk memperoleh kesimpulan (sebagai tesa akhir)
Karakteristik hukum Islam sebagai ilmu tersebut menunjukan bahwa apapun yang dihasilkan hukum Islam adalah produk penalaran, yang berarti pula menerima konsekuensi-konsekuensinya sebagai ilmu. Diantara konsekunsi-konsekuensi itu adalah:
1) Hukum Islam sebagai ilmu adalah skeptis,
2) Hukum Islam sebagai ilmu bersedia untuk diuji dan dikaji ulang, dan
3) Hukum Islam sebagai ilmu tidak kebal kritik
Skeptisitas hukum Islam sebagai ilmu berarti bahwa pernyataan-pernyataan atau keputusan-keputusan yang dihasilkan hukum Islam melalui metode dan pendekatan-pendekatan hanya bernilai relatif. Kapasitas nilai nisbi adalah mendekati kebenaran ajeg, jadi artinya kapasitas relatif adalah kebenaran nisbi yaitu suatu kebenaran yang dihasilkan melalui ijtihad.
2.3  Studi Hukum dengan Pendekatan Sosiologis
            Sehubungan dengan studi hukum sosiologis, Roscou Poun menyatakan bahwa di benua Eropa telah tumbuh suattu cabang sosiologi yang dinamakan sosiologi hukum (sociology of low), sedangkan di Amerika telah tumbuh sebuah ilmu  hukum sosiologi (sociological jurisprudence) . Dengan demikian, Studi hukum sosiologis terdapat dua bentuk, yaitu di suatu pihak ada sosiologi hukum (sociology of low) dan dipihak yang lain ada ilmu  hukum sosiologi (sociological jurisprudence).
            Pemikiran  dan studi hukum sosiologis model ilmu hukum sosiologis (sociological jurisprudence) dipelopori oleh Roscou Pound (soekarno,1985:30)  dan Eugen Ehrlich (Taneko,1993:5) yang berakar dan tumbuh dari tradisi ilmu hukum. Tema-tema studi hukum sosiologis model ilmu hukum sosiologis adalah antara lain efektifitas hukum, dampak sosial hukum, dan studi sejarah hukum sosiologis, dengan menggunakan konsep hkum sebagai lembaga dan doktrin yang dirumuskan dalam undang-undang (Taneko,1993:7).
            Sedangkan studi hukum sosiologis model sosiologi hukum  (sociology of low) yang dipelopori oleh Emile Dhurkem dan Max Weber (Taneko,1993:7) yang berakar dari tradisi sosiologi. Tema-tema pemikiran atau studi hukum sosiologis model sosiologi hukum (sociology of low) adalah antaralain identifikasi hukum dari dan sebagai gejala sosial, dan juga mengannalisa hubungan hukum dan gejala sosial lainnyya.
            Basis intelektual dan tema-tema baik studi hukum sosiologis model ilmu hukum sosiologis maupun model sosiologi hukum jka dikaitkan dengan kerangka dan tema-tema studi hukum islam sosiologis adalah dapat mengombinasikan studi hukum sosiologis model ilmu hukum sosiologis dan model sosiologi hukum.
            Pengembangan hukum islam pada masa mendatang akan sangat dipengaruhi bagaimana hukum islam dikembangkan dengan kerangka filsafat ilmu. Hukum islam sebagai ilmu mempunyai karakteristik keilmuan yang dihasilkan dari akumulasi pengetahuan yang tersusun melalui asas-asas tertentu. Hukum islam hendaklah dipahami sebagai upaya hasil interaksi penerjemahan ajaran wahyu dan respon yuris muslim terhadap sosio-politik, sosio-kultural yang dihadapinya. Karena itu, jika hukum islam tidak lagi responsif terhadap berbagai persoalan umat yang muncul karena perubahan zaman, hukum islam tersebutt harus direvisi, diperbarui, atau bahkan diganti dengan hukum islam yang baru.
            Untuk menghasilkan hukum islam yang responsif terhadap berbagai persoalan, Sudah tentu tidak terlepaskan dari kajian dan peranan ushul fiqh, yang dimana ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang mempelajari dasar-dasar metode pendekatan dan teori yang digunakan dalam memahami ajaran islam.
2.4  Metode-Metode Studi Ushul Fiqh Kontemporer 
            Islam mendasarkan segala ajarannya kepada wahyu Allah yang tertuang diddalam ayat suci Al-quran yang disampaikan kepada nabi Muhammad saw. sebagaimana terkandung dalam hadits atau al-sunnah. Maka dari itu setiap indifidu muslim harus mendasarkan segala aktivitas hidupnya pada Al-quran dan hadis, yang dikenal sebagai sumber hukum dan ajaran islam.
            Pada waktu yang sama, model empiris-historis-induktif, sebagai model pendekatan kedua dari ushul fiqh, juga diutuhkan dalam rangka menjelaskan sekaligus menjawab persoalan-persoalan hukum atau yang lainnya. Sebab walaupun umat islam meyakini bahwa ayat Al-quran dan hadits nabi yang sahih mengandung kebenaran mutlak karena datang atau terucap langsung dari kalam Allah SWT. serta sabda Rasulullah SAW. Namun pemahaman ayat Al-quran tidak bersifat absolut, tatai relative sesuai dengan sifat relative manusa itu sendiri. Maka dari itu guna mandapatka pemahaman ayat-ayat Al-quran perlu adanya model berfikir induktif.
            Muncunnya Ijma’,  sebaga mana proes ijtihd dan bagaimana pula pemahaman dari hasil ijtihad itu sendiri, semua itu membutuhkan penelitiann yang mendalam menyangkut persolan-persoalan seputar dalil dan hal-hal yang berkaitan dengan proses ijtihad tersebut, dan disinilah model pendekatan doktriner-normtif-deduktif tidak lagi cukup dan harus dikombinasikan dengan model pendekatan kedua, empiris-historis-indiktif.        
2.5  Latar Belakang Terbentuknya Fiqh Kontemporer    
            Latar belakang terbentunya fiqh kontemporer adalah akibat arus modernisasi yang hampir semua bagian yang dihuni oleh negara-negara yang mayoritas islam. Dengan adanya arus modernisasi mengakibatkan adanya suatu perubahan dalam tatanan sosial umat islam baik itu yang menyaangkut idiologi, politik, budaya, dan lain sebagainnya. Berbagai perubahan tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat islam dari nilai-nilai agama. Fiqh kontemporer juga terbentuk karena semakin berkembangnya sistem pemikiran barat di negeri muslim. Hal itu mengunggah nalura para pakar hukum islam untuk segera mewujudkan fiqh relevan atau kontemporer yang sesuai dengan perkembangan zaman.

 2.6  Ruang Lingkup Fiqh Kontemporer 
Adapun ruang lingkup fiqh kontemporer mencakup masalah-masalah yang diantaranya berhubungan dengan situasi kontemporer modern yang mencakup kajian Al-quran dan hadits, yang dikategorikan kedalam beberapa aspek yaitu Aspek hukum keluarga, Aspek pidana, Aspek kewanitaan, Aspek medis, Aspek teknologi, Aspek politik, dan Aspek yang berkaitan dengan ibadah.


Demikianlah yang saya postingkan mengenai fiqih kontemporer semoga bermanfaat.