Makalah Fiqih Masa Imam Malik

sahabat sejuta warna kali ini admin postingkan makalah fikih tentang fiqih pada masa imam malik silahkan simak dibawah ini.


(FIQH PADA ZAMAN IMAM MALIKI)

2.1 Pengertian Fiqih

     Menurut bahasa fiqih berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang beraerti “mengerti atau paham”. Artinya upaya atau aqliah dalam memahami ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
     Fiqih menurut bahasa berarti paham terhadap tujuan seseorang pembicara. Sedangkan menurut istilah fiqih ialah mengetahui  hukum-hukum syara yang amaliah (mengenai perbuatan, perilaku) dengan melalui dalil-dalilnya yang terperinci. Fiqih adalah ilmu yang dihasilkan oleh pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta perenungan.

2.2 Biografi Imam Malik bin Anas

     Nama lengkap Imam Malik adalah Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris Al-Asbahi. Imam Malik lahir di Madinah pada tahun 712 M dan wafat tahun 796 M. ia diberi gelar Syaykhul-Islam, Hujjatul-Ummah, dan Imam Daarul-Hijrah. Ayahnya bernama Abu Abdullah, ibunya bernama Aliyah binti Syarif Al-Azdiyyah. Datuknya yang pertama bernama Malik bin Amir adalah golongan ulama tabiin yang terkemuka. Moyangnya, Amir bin Al-Haris adalah seorang sahabat dan pernah berperang bersama-sama dengan Nabi Muhammad Saw.
     Sejak kecil, Imam Malik banyak mendampingi ulama Madinah. Ingatannya sangat kuat sehingga dapat menghafal Al-Qur’an dan Hadis. Ia merupakan seorang imam dalam hadis dan riwayatnya dipercayai. Ia berguru dengan lebih daari 900 orang guru dari kalangan tabiin dan tabi’ tabiin. Gurunya yang pertama bernama Imam Abdul Rahman bin Hamzah. Ia pernah mempelajari ilmu hadis dari Ibnu Syhab Az-Zuhri dan ilmu ar-ra’y dari Rabi’ah bin abdur-Rahman.
     Kecintaannya pada ilmu menjadikan Imam Malik mengabdikan seluruh hidupnya didunia pendidikan. Karya Imam Malik terbesar adalah al-muatha,
yaitu kitab fiqih berdasarkan himpunan hadis pilihan. Menurut beberapa riwayat mengatakan bahwa buku al-muatha tidak aka nada jika Imam Malik tidak dipaksa oleh Khalifah Al-Mansyur sebagai sanksi atas penolakannya untuk datang ke Baghdad sanksinya dengan mengumpulkan hadis-hadis dan membukukannya. Kitab al-muatha ditulis pada masa Khalifah Al-Mansyur ( 754-755 M ) dan selsai pada masa Khalifah Al-Mahdi ( 775-785 M ).

2.3 Perkembangan Fiqh Pada Masa Imam Malik

     Imam Malik mewarisi lebih dari selusin karya tulis. Imam Malik menelaah bidang agama, etika, dan fiqh Islam. Menurut Syah Waliyullah, kitab Imam Malik merupakan himpunan hadis Nabi yang paling sahih, dipilih dengan penelitian sumber yang cermat. Ia menyusun kitab Al-Muwatha’ setelah mengadakan pembuktian kebenaran dan penyaringan yang saksama. Perhatian utamanya adalah rawi dan perawi yang tahan uji, dan ia sungguh-sungguh berusaha memastikan tidak memuat rawi palsu. Semula Al-Muwatha’ memuat 10.000 hadis, tetapi Imam Malik mengurangi jumlah itu sampai hanya 1.720. kitab itu telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al-Muwatha’, kitab-kitab seperti  Al-Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan Ar Risalah fi Al-Fiqh Al-Malliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl Al-Madarik Syarh Irsyad Al-Masalik fi Fiqh Al-Imam Malik (karya Shihabuddin Al-Baghdadi), dan Bulgah As-Salik li Aqrab Al-Masalik (karya Syeikh Ahmad As-Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.
     Mazhab Maliki timbul dan berkembang di Madinah, kemudian tersiar di sekitar Hesdzjaz. Di Mesir, mazhab Maliki sudah mulai muncul dan berkembang selama Imam Malik masih hidup.orang yang berjasa mengembangkannya adalah murid Imam Malik, Abdul Malik bin Habib As-Sulani, Isma’il bin Ishak, Asyhab bin Abdul Aziz  Al-Kaisy, Abdurrahman bin Kasim, Usman bin Hakam, dan Abdur Rahim bin Khalid. Selain di Mesir, mazhab Maliki juga di anut oleh umat Islam yang berada di Maroko, Tunisia, Tripoli, Sudan, Bahrain, Kuwait, dan daerah Islam lain di sebelah barat termasuk Andalusia.
    

2.4 Hukum-Hukum Fiqh Pada Masa Imam Malik

     Hukum-hukum fiqh yang diberikan oleh Imam Malik berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Imam Malik menjadikan hadis sebagai pembantun dalam memahami Al-Quran. Imam Malik sangat berhati-hati tentang riwayat-riwayat hadis karena menjaga dari kekeliruan di antara hadis sahih dengan hadis dha’if (lemah). Ia menganggap perbuatan atau amalan penduduk-penduduk Madinah sebagai hujjah dan sumber yang terpenting dalam hukum fiqh.
     Madinah sebagai pusat timbulnya sunnah Rasulullah Saw. dan sunnah sahabat merupakan lingkungan kehidupan Imam Malik sejak lahir sampai wafatnya. Oleh sebab itu, pemikiran hukum  Imam Malik banyak berpegang pada sunnah-sunnah tersebut. Apabila terjadi perbedaan satu sunnah dengan yang lain, ia berpegang pada tradisi yang berlaku di masyarakat Madinah. Menurut pendapatnya, tradisi masyarakat Madinah ketika itu berasal dari tradisi para sahabat Rasulullah Saw. yang dapat dijadikan sumber hukum. Apabila tidak menemukan dasar hukum dalam Al-Quran dan sunnah, ia memakai qiyas dan al-maslahah al-mursalah (maslahat/kebaikan umum).
     Setelah menjadi ulama besar, Imam Malik mempunyai dua tempat pengajian yaitu Masjid dan rumahnya sendiri. Yang disampaikannya pertama Hadis dan kedua masalah-masalah fiqih. Dalam hal mengajar, Imam Malik sangat menjaga diri agar tidak salahdalam memberi fatwa. Oleh karena itu, untuk masalah-masalah yang ditanyakan, sedangkan beliau belum yakin betul akan kebeneran jawabannya, sering menjawab la adri (saya tidak tahu).
     Imam Malik, meskipun dikelompokan kepada Ahlu Al-Hadits, tetapi tidak berarti hanya menggunakan Hadits saja dalam menetapkan hukum, sebab beliau juga menggunakan Mahfum Mukhalafah, Dzari’ah, dan al-Maslahah.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai fikih pada zaman imam malik semoga bermanfaat.