Makalah Hubungan Ilmu Fiqih dengan Ilmu Lainnya

sahabat sejuta warna kali ini admin postingkan materi ilmu fikih mengenai hubungan ilmu fiqih dengan ilmu lainnya silahkan disimak dibawah ini.


( HUBUNGAN ILMU FIQH DENGAN ILMU LAINNYA)

2.1  Ilmu Tauhid

Ilmu fiqh bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah, hal ini mesti di yakini bahwa Al-Quran sebagai sumber hukum primer yang pertama dan utama berawal dari keimanan bahwa Al-Quran di wahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw. Melalui perantaraan malaikat jibril as. Persoalan keimanan kepada Allah swt , malaikat, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-Nya. Dengan dikaji lebih luas dalam ilmu tauhid.
            Walhasil, hubungan antara ilmu fiqh dengan ilmu tauhid seperti hubungan antara bangunan dengan fondasinya. Ilmu tauhid merupakan fondasi yang kokoh, sedangkan bangunan yang berdiri tegak dengan megahnya di atas fondasi yang kuat dan kokoh itulah ilmu fiqh.

2.2  Ilmu Akhlak dan Tasawuf

Dalam artinya yang luas, syariah mencakup akidah, ‘amaliyyah (perbuatan praktis), dan akhlaq. Perbuatan sebagai objek ilmu fiqh tidak dapat dipisahkan dari ilmu akhlak dan tasawuf, meskipun keduanya dapat dibedakan. Jika ilmu fiqh dipisahkan dari ilmu akhlak dan tasawuf, akan menghilangkan tatanan etik dan estetikanya.
Tanpa ilmu Akhlak ilmu fiqh hanya merupakan bangunan yang kosong, sunyi dan tidak membawa kepada ketentraman dan ketengangan hati. Begitu sebaliknya, akan terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan syariah. pada gilirannya penyimpangan ini sulit untuk bisa dipertanggungjawabkan (A. Dzajuli, 1993: 39).
Sebagai contoh yakni ibadah shalat yang telah dipaparkan oeh Fuqaha’ tentang rukun, syarat sah, hukum dan ketentuannya yang diinduksi dari Al-Quran dan hadis, kita juga diperintahkan agar melakukan shalat secara khusyu’ dan tidak riya yang merupakan perbuatan hati.

2.3  Ilmu Sejarah
Ilmu sejarah yang biasa membicarakan tentang ruang, waktu dan peristiwa. Ilmu sejarah atau Tarikh memiliki tiga dimensi, yaitu masa lalu, masa kini dan kemungkinan-kemungkinan masa yang akan dating.[1] Untuk mengetahui corak, karakteristik maupun tipologi ilmu Fiqh di masa klasik, masa kini, dan masa mendatang dapat dikaji dan ditelusuri dari ilmu Sejarah Islam dan Sejarah Hukum Islam, yang biasa dikenal dengan Tarikh al-Tasyri’.[2]
Perputaran masa atau zaman memberikan data dan fakta. Data dan fakta ini dicari latar belakangnya serta ditelusuri kandungan maknanya, lalu dipahami informasi, substansi dan esensinya, sehingga dapat ditemukan pesan dan hikmah tentang syari’ah dalam Fiqh. Penerapan ajaran ilmu fiqh akan berubah sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapi dengan tetap memperhatikan metodologi ilmu Fiqh yaitu ushul Fiqh dan kaidah-kaidah Fiqhiyah.
Dari Tarikh al-Tasyri’ kita dapat mengetahui mengenai pasang surutnya ilmu fiqh dan bagaimana penerapannya diberbagai daerah di dunia Islam. Singkat kat, hubungan ilmu Fiqh dengan ilmu Sejarah (Tarikh al-Tasyri’) ibarat bangunan dan bayangannya, bayangan tersebut selalu mengikuti bangunannya.[3]
2.4  Ilmu Bahasa
Ilmu Fiqh membutuhkan ilmu Bahasa, khususnya Bahasa Arab. Sebab di dalam ilmu Fiqh dikaji tentang dalil-dalil hokum berupa nash-nash Al-Quran dan Sunnah. Untuk memahami dalil-dalil syara’ tersebut dibutuhkan ilmu Bahasa Arab yang meliputi arti dan makna kata, susunan dan struktur kata, dan lainnya.
Bahkan ilmu Bahasa merupakan salah satu syarat yang mesti dimiliki dan dikuasai oleh seorang ahli Fiqh dan Mujtahid untuk berijtihad mengeluarkan hukum dan dalil-dalil atau nash-nash Al-Quran dan Sunnah, disamping ilmu yang lainnya.
2.5  Ilmu Tafsir dan Ilmu Hadits
Untuk mengetahui kandungan Alquran dan Sunnah sebagai sumber ilmu Fiqh, seorang ahli Fiqh perlu memahami juga ilmu Tafsir dan ilmu Hadits. Sebab kedua ilmu ini membahas tentang berbagai aspek penting berkaitan dengan Alquran dan Sunnah.
Dalam ilmu Tafsir, perlu diketahui model dan bentuk penafsiran terhadap Alquran, baik yang berkenaan dengan penafsiran bisa al-ma'tsur maupun yang berkenaan dengan penafsiran bisa al-ma'tsur terhadap nash-nash Alquran, serta penafsiran tekstual dan kontekstual nya.
Berkaitan dengan ilmu Hadits, perlu diketahui gadis-gadis yang tidak dapat dijadikan sandaran hukum terutama dalam hal ibadah mahdhah, seperti hadis dha'if, hadis mawdhu' (palsu), dan hadis isra'iliyat yang cenderung berbicara tentang dongeng-dongeng.
2.6  Ilmu Perbandingan Madzhab (Muqaranat Al-Madzhab)
Perbandingan madzhab ini lebih tepat disebut sebagai cara mempelajari fiqh dengan membandingkan antara satu madzhab dengan madzhab lainnya. Prosesnya adalah sebagai berikut : "Pertama kali disebutkan masalahnya dan hukum masalah tersebut dari setiap madzhab. Kemudian dikemukakan dalil-dalilnya dan cara ijtihad nya yang mengakibatkan perbedaan hukum dari setiap imam madzhab. Selanjutnya ditelaah dan dianalisis dalil-dalil tersebut dari segala aspeknya yang berkaitan dengan penarikan hukum. Terakhir disimpulkan hukumnya yang paling tepat".
Cara itu akan meluaskan wawasan kita tentang Fiqh dan menambah cakrawala pemikiran tentang cara-cara yang ditempuh oleh para Imam madzhab dan ijtihadnya. Pada gilirannya kita akan memiliki sikap terbuka dalam mengahadapi perbedaan pendapat para ulama. Tidak fanatik madzhab dan tidak sinis kepada madzhab. Mengatasi jasa dan karya para ulama secara wajar yang dijadikan modal untuk pedoman menuju masa depan yang lebih baik. Sikap keterbukaan ini sangat penting dalam menciptakan ukhuwah islamiah dan persatuan umat. Didampingi itu mempelajari ilmu fiqh dengan cara muqaranat madzhab Insya Allah kita akan mengetahui mana diantara pendapat-pendapat itu yang lebih kuat dan mana yang lemah, bahkan tidak mustahil akan timbul pendapat baru yang mendekatkan pendapat-pendapat yang ada, serta mengetahui mana diantara pendapat-pendapat tersebut yang paling maslahat untuk diterapkan dalam masyarakat.
2.7  Falsafah Hukum Islam
Menurut A. Djazuli ( Dalam Saifudin Nur, M.Ag : 28 ), Falsafah Hukum Islam mengungkapkan tabit rahasia, makna, hikmah dan nilai-nilai yang terkandung dalam Ilmu Fiqh, sehingga kita dapat melaksanakan syari’at Islam dibarengi dengan pemahaman, kesadaran, dan kearifan yang tinggi.
Dengannya, kita dapat membedakan hukum yang kekal dan tidak berubah-ubah sepanjang waktu yang mengarahkan kehidupan manusia secara keseluruhan dengan hukum yang mungkin dapat berubah sesuai dengan perbedaan waktu, tempat, keadaan, kebiasaan, dan kemanfaatan. Hal ini menjamin diraihnya kebebasan manusia yang bertanggung jawab di dalam hidupnya.  

2.8  Ilmu Hukum
Menurut HaroldJ.Berman (Dalam buku Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh Dr. Syahrul Anwar, M.Ag.) mengatakan bahwa ilmu hukum adalah ilmu modern pertama yang lahir di dunia barat berdasarkan penulusuran historis. Ilmu hukum bertujuan mencari kebenaran atau keadilan yang benar.
Dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan, Ilmu Fiqh saat ini bukan hanya bagian dari ilmu agama islam di bawah ilmu humaniora, akan tetapi ilmu fiqh sebagai ilmu hukum islam telah menjadi bagian dari disiplin ilmu hukum. Buktinya, hukum islam sudah banyak dipelajari sebagai mata kuliah di berbagai Fakultas Hukum di dalam maupun di luar negeri.
Dalam ilmu hukum dikenal dengan sistem hukum yang berorientasi pada kemasyarakatan (sisitem hukum Romawi dan Adat) dan sistem hukum yang berorientasi pada ketuhanan dan kemasyarakatan (sistem hukum islam). Hal ini berarti sisitem hukum islam memiliki dimensi vertikal transendental dan dimensi horizontal. Hazairin mengemukakan perbedaan antara keduanya antara lain (dalam A. Djazuli, 1993:44)
1)      Dalam sistem hukum Romawi dan Adat, hukum merupakan perseimbangan antara hak dan kewajiban yang dapat dipaksakan penegakannya oleh penguasa. Sedangkan dalam sistem hukum islam, keseluruhan hukum tidak hanya dikukuhkan kepada hak dan kewajiban serta paksaan pengukuhnya, akan tetapi juga diarahkan pada pengertian perhukuman,  yaitu wajib, sunah, mubah (halal), makruh dan haramyang berarti pahala, pujian, pembiaran, celaan, dan hukuman.
2)      Dalam sistem hukum Romawi dan Adat,ada batas antara lingkungan hukum dan lingkungan kesusilaan, meskipun ada bagian sebagian dari lingkungan kesusilaan yang di tarik ke lingkungan hukum. Sedangkan dalam sistem Hukum Islam, tidak ada batas lingkungan tersebut.
3)      Dalam sistem hukum Romawi dan Adat, hukum agama agama hanya boleh dijalankan oleh penguasa jika hukum tersebut telah diterima oleh masyarakat sebagai hukum, jika belum diterima oleh masyarakat, maka hukum agama disederajatkan dengan kesusilaan. Sedangkan dalam sistem hukum islam, hukum agama adalah yang paling utama untuk ditegakkan meskipun bertentangan dengan kehendak manusia dalam masyarakat atau bertentangan dengan corak, bentuk dan susunan masyarakat.
4)      Dalam hukum Romawi dan Adat, hukum merupakan bagian dari karsa manusia, sehingga untuk setiap masyarakat mempunyai hukum masing-masing sesuai dengan corak, bentuk, susunan, dan kebutuhan masyarakat pada saat itu. Sedangka dalam sistem Hukum Islam, sumbernya adalah allah, sunah rosulNya, dan ijtihad yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah. Oleh karena itu, dalam sistem hukum islam terdapat prinsip-prinsip hukum dan aturan yang berlaku untuk seluruh manusia di sepanjang masa, yang disebut dengan Fiqh Nabawi, ada juga aturan yang dalam batas-batas tertentu dapat berlaku berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, yang disebut Fiqh Ijtihadi.
Ada beberapa teori tentang berlakunya hukum islam, antara lain:
1)      Teori Kredo; teori ini mengharuskan pelaksanaan hukum islam bagi mereka yang telah mengikrarkan syahadatain sebagai konsekuensi logis dari ikrar kredonya.
2)      Teori Receptioin Complexu; teori ini menyatakan bahwa bagi orang Islam berlaku penuh hukum islam, sebab dia telah memeluk agama Islam, walaupun dalam pelaksanaannya terdapat penyimpangan-penyimpangan.
3)      Teori Receptie; teori ini menyatakan bahwa bagi rakyat pribumi pada dasarnya berlaku hukum adat. Hukum Islam berlaku bagi rakyat pribumi jika normal hukum islam telah diterima oleh masyarakat sebagai hukum adat.
4)      Teori Receptie A Contratio (Receptie Exit); teori ini menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam dan Hukum Islam.

2.9  Ilmu Sosiologi dan Antropologi
            Sosiologi adalah ilmu pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat, perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup yang disebut manusia.
Sebagaimana halnya ilmu sosiologi yang mengkaji pola interaksi individu dengan individu lainnya, khususnya yang berkaitan dengan sikap dan perilakunya. Ilmu Fiqh, khususnya Fiqh Mu’amalah juga mengkaji tentang perbuatan atau perilaku individu mukallaf, cara berinteraksi dan bertransaksi antar individu dengan lainnya.
Hal ini menjadi penting bagi seorang ahli Fiqh untuk mempelajari sedikit banyaknya ilmu Sosiologi, agar mengetahui proses sosialisasi hukum Islam dan penegakkannya di masyarakat.
            Dalam mempelajari ilmu Fiqh, kita juga tidak terlepas dari pembicaraan tentang manusia (mukallaf) yang dibebankan perbuatan yang berhubungan dengan hukum syara,. Adapun dalam ilmu Antropologi dikaji tentang kehidupan manusia dan kebudayaannya.
Kedua disiplin ilmu ini cukup berkaitan satu sama lain dengan ilmu Fiqh, khususnya dalam hal penerapan hukum Islam di tengah-tengah masyarakat manusia yang memiliki adat atau budaya yang cenderung menyimpang dari ketentuan syari’at Islam.

Demikianlah yang saya bagikan mengenai hubungan ilmu fikih dengan ilmu lain semoga bermanfaat.