MAKALAH AL QUR'AN SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
MAKALAH TENTANG AL QUR'AN SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM - Kali ini admin postingkan makalah Al quran sebagai sumber hukum islam silahkan simak di bawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber
hukum dalam Islam. Kata sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk
Al-Qur’an maupun sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat
ditimba hukum syara’, tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan qiyas
karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat dotimba norma hukum. Ijma’
dan qiyas juga termasuk cara dalam hukum.
Sedangkan dalil adalah bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam
Al-Qur’an untuk menemukan hukum Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.
Apabila terdapat suatu
kejadian, maka pertama kali yang harus dicari sumber hukum dalam Al-Qur’an
seperti macam-macam hukum di bawah ini yang terkandung dalam Al-Qur’an, yaitu:
1.
Hukum-hukum
akidah (keimanan) yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh
setiap mukallaf mengenai malaikatNya, kitabNya, para rasulNya, dan hari
kemudian (Doktrin Aqoid).
2.
Hukum-hukum
Allah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dijadikan perhiasan oleh
setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal
kehinaan (Doktrin Akhlak).
3.
Hukum-hukum
amaliah yang bersangkut paut dengan tindakan setiap mukallaf, meliputi
masalahucapan perbuatan akad (Contract) dan pembelanjaan pengelolaan harta
benda, ibadah, muamalah dan lain-lain.
Untuk mengetahui lebih jauh
penulis mencoba membahasnya dengan sebuah makalah yang berjudul “AL-QUR’AN
SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA”.
B. Rumusan
Masaah
- Apa yang di maksud Al-Qur’an ?
- Apakah semua Ulama’ sepakat terhadap kehujjahan Al-Qur’an ?
- Apa yang di maksud dilalah Qoth’I dan Zhanni didalam al-qur’an ?
- Bagaimanakah Al-Qur’an menjelaskan Terhadap Hukum Dan Alqur’an Sebagai Sumber Hukum?
- Bagaimana Sistematika Hukum Didalam Al-Qur’an ?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Tentunya kami sebagai
penulis makalah ini mempunyai tujuan terkait dengan rumusan masalah, yang
dengan tujuan tersebut kita dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,
tujuannya adalah:
1.
Supaya penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang Al-Qur’an.
2.
Supaya penulis dan pembaca bisa mengetahui terhadap argumin tentang
Al-Qur’an sebagai sumber yang Utama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Al-Qur’an
v Secara
Bahasa (Etimologi)
Merupakan
bentuk mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna membaca atau baca’an,
seperti terdapat dalam surat Al-Qiamah (75) : 17-18 :
ان عليناجمعه وقرانه
فاداقراناه فتبع قراناه ( القيمة : 17-18 )
Artinya:
“sesungguhnya
tangguangan kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai )
membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya
itu.” (Al-Qiamah : 17-18).
v Secara Istilah (Terminologi)
v Secara Istilah (Terminologi)
Adapun difinisi alqur’an secara istilah menurut
sebagian ulamak ushul fiqih adalah:
كلام الله تعالى
المنزل على محمد صلى الله عليه وسلم باللفظ العربي المنقول الينا بالتواترالمكتوب
بالمصاحف المتعبدبتلاوته المبدوء بالفاتحة والمختوم بسورة الناس
Artinya:
“Kalam
Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat an-Naas.
Dari
devinisi tersebut, para ulama menafsirkan Al Qur’an dengan beberapa variasi
pendapat yang dapat kami simpulkan menurut beberapa ulama Ushul Fiqh :[1][1]
- Al-Qur’an merupakan kalam allah yang diturunkan kepada Nabi Muahmmad SAW. dengan demikian, apabila tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan dengan Al-Qur’an. Seperti diantaranya wahyu yang allah turunkan kepada Nabi Ibrahim (zabur) Ismail (taurat) Isa (injil). Memang hal tersebut diatas memang kalamullah, tetapi dikarebakan diturunkan bukan kepada nabi Muhammad saw, maka tidak dapat disebut alqur’an.
- 2. Bahasa Al-Qur’an adalah bahasa arab qurasiy. Seperti ditunjukan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain : QS. As-Syuara : 192-195, Yusuf : 2 AZzumar : 28 An- NAhl 103 dan ibrahim : 4 maka para ulama sepakat bahwa penafsiran dan terjemahan Alqur’an tidak dinamakan Alquran serta tidak bernilai ibadah membacanya. Dan tidak Sah Shalat dengan hanya membaca tafsir atau terjemahan alquran, sekalipun ulma’ hanafi membolehkan Shalat dengan bahasa farsi (Selain Arab), tetapi kebolehan ini hanya bersifat rukhsoh (keringanan hukum).
- 3. Al-Quran dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawattir tanpa perubahan dan penggantian satu kata pun (Al-Bukhori : 24)
- 4. Membaca setiap kata dalam alquran mendapatkan pahala dari Allah baik berasal dari bacaan sendiri (Hafalan) maupun dibaca langsung dari mushaf alquran.
- 5. Al-Qur’an dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, tata urutan surat yag terdapat dalam Al-Qur’an, disusun sesuai dengan petunjuk Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. tidak boleh diubah dan digamti letaknya. Dengan demikian doa doa, yang biasanya ditambahkan di akhirnya dengan Al-Qur’an dan itu tidak termasuk katagori Al-Qur’an.
Di dalam buku Ushul Fiqih,
Prof. DR. Amir Syarifudin, Penerbit Zikrul Hakim. Hal: 18. Bahwa Al-Qur’an itu:
Kalamullah yang
diturunkannya perantara’an Malaikat Jibril kedalam hati Rosulullah Muhammad
Ibnu Abdulah dengan bahasa Arab dan makna-maknanya benar supaya menjadi bukti
bagi Rosul tentang kebenaranya sebagai
Rosul, menjadi aturan bagi manusia yang menjadikannya sebagai petunjuk,
dipandang beribadah membacanya, dan ia di bukukan di antara dua kulit mushaf,
di awali dengan surah al-fatihah dan di akhiri dengan surat an-nas, di
sampaikan kepada kita secara mutawatir baik secara tertulis maupun hafalan dari
generasi kegenerasi dan terpelihara dari segala perubahan dan pergantian
sejalan dengan kebenaran jaminan allah saw. Dalam surat al-hijr, ayat 9:
“sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an , dan sesungguhnya kami benar
benar memeliharanya.
Ø Dari difinisi di atas ada beberapa hal yang dapat di pahami di antaranya:
Ø Dari difinisi di atas ada beberapa hal yang dapat di pahami di antaranya:
1.
Lafal
dan maknanya langsung berasal dari allah sehingga segala sesuatu yang di
ilhamkan allah kepada nabi bukan di sebut al-qur’an, melainkan di namakan
hadits.
2.
Tafsiran
surat atau ayat Al-Qur’an yang ber bahasa Arab, meskipun mirip dengan Al-Qur’an
itu, tidak dinamakan Al-Qur’an. Dan juga terjemahan surat dan ayat al-qur’an
dengan bahasa lain (bahasa selain arab), tidak di pandang sebagai bagian dari
Al-Qur’an, meskipun terjemahan itu menggunakan bahasa yang baikdan mengandung
makna yang dalam.
B. Kehujjahan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam Yang Utama.
B. Kehujjahan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam Yang Utama.
Para Ulama’ sepakat
menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama bagi Syari’at Islam,
termasuk hukum islam. dan menganggapnya al-qur’an sebagai hukum islam karena di
latar belakangi sejumlah alasan, dintaranya :
1.
Kebenaran
Al-Qur’an
Abdul Wahab Khallaf mengatakan bahwa “
kehujjahan Al-Qur’an itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang
sedikitpun tidak ada keraguan atasnya”.
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang
Artinya:
“Kitab (Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa” (Q. S. Al-Baqarah, 2 :2).
Berdasarkan surat Al Baqarah ayat 2 yang menyatakan bahwa kebenaran Al-Qur’an
itu tidak ada keraguan padanya, maka seluruh hukum-hukum yang terkandung di
dalam Al-Qur’an merupakan Aturan-Aturan Allah yang wajib diikuti oleh seluruh
ummat manusia sepanjang masa hidupnya.
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa “seluruh
Al-Qur’an sebagai wahyu, merupakan bukti kebenaran Nabi SAW sebagai utusan
Allah, tetapi fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk bagi seluruh ummat
manusia.[2][2]
2.
Kemukjizatan
Al-Qur’an
Mukjizat memiliki arti
sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa manusia membuatnya karena hal itu
adalah di luar kesanggupannya. Mukjizat merupakan suatu kelebihan yang Allah
SWT berikan kepada para Nabi dan Rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulan
mereka, dan untuk menunjukan bahwa agama yang mereka bawa bukanlah buatan
mereka sendiri melainkan benar-benar datang dari Allah SWT. Seluruh nabi dan
rasul memiliki mukjizat, termasuk di antara mereka adalah Rasulullah Muhammad
SAW yang salah satu mukjizatnya adalah Kitab Suci Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan mukjizat
terbesar yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW, karena Al-Qur’an adalah suatu
mukjizat yang dapat disaksikan oleh seluruh ummat manusia sepanjang masa,
karena Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT untuk keselamatan manusia kapan dan
dimana pun mereka berada. Allah telah menjamin keselamatan Al-Qur’an sepanjang
masa, hal tersebut sesuai dengan firman-Nya yangArtinya:
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami tetap memeliharanya” (Q.
S. Al-Hijr, 15:9).
Adapun
beberapa bukti dari kemukjizatan Al-Qur’an, antara lain:
1.
Di
dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang berisi tentang kejadian-kejadian yang
akan terjadi di masa mendatang, dan apa-apa yang telah tercantum di dalam
ayat-ayat tersebut adalah benar adanya.
2.
Di dalam
Al-Qur’an terdapat fakta-fakta ilmiah yang ternyata dapat dibuktikan dengan
ilmu pengetahuan pada zaman yang semakin berkembang ini.[3][3]
Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Menurut Imam Madzhab.[4][4] Diantaraya :
1.
Pandangan Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sependapat
dengan jumhur ulama’ bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam. Akan tetapi
Imam Abu Hanifah itu berpendapat bahwa Al-Quran itu mencakup maknanya saja.
Diantara dalil yang menunjukan pendapat Imam Abu Hanifah tersebut, bahwa dia
membolehkan shalat dengan menggunakan bahasa selain arab, misalnya: Dengan
bahasa Parsi walaupun tidak dalam keadaan Madharat. Padahal menurut Imam
Syafi’i sekalipun seseorang itu bodoh tidak di bolehkan membaca Al-Qur’an
dengan menggunakan bahasa selain Arab.
2.
Pandangan
Imam Malik
Menurut Imam Malik, hakikat
al-Quran adalah kalam Allah yang lafadz dan maknanya berasal dari Allah SWT .
Sebagai sumber hukum islam, dan Dia berpendapat bahwa Al-Qur’an itu bukan
makhluk, Karena kalam Allah termasuk Sifat Allah. Imam Malik juga sangat
menentang orang-orang yang menafsirkan Al-Qur’an secara murni tanpa memakai
atsar, sehingga beliau berkata, “ seandainya aku mempunyai wewenang untuk
membunuh seseorang yang menafsirkan Al-Qur’an ( dengan daya nalar murni) maka
akan kupenggal leher orang itu,”.
Dengan demikian, dalam hal
ini Imam Malik mengikuti Ulama Salaf (Sahabat dan Tabi’in) yang membatasi
pembahasan Al-Qur’an sesempit mungkin karena mereka khawatir melakukan
kebohongan terhadap Allah SWT. Dan imam malik mengikuti jejak mereka dalam cara
menggunakan ra’yu.
Berdasarkan ayat 7 surat
Ali Imran, petunjuk Lafazh yang terdapat dalam Al-qur’an terbagi dalam dua macam yaitu:
· Ayat
Muhkamat
Muhkamat
adalah ayat yang terang dan tegas maksudnya serta dapat di pahami dengan mudah.
Dan ayat Muhkamat disini terbagi dalam dua bagian yaitu; Lafazh
dan Nash.
Imam malik menyepakati
pendapat ulamak-ulamak lain bahwa lafad nash itu (qoth’i)
artinya adalah lafazh yang menunjukkan makna yang jelas dan tegas (qoth’i)
yang secara pasti tidak memiliki makna lain, Sedangkan Lafadz Dhohir
( Zhanni ) adalah lafazh
yang menunjukkan makna jelas, namun masih mempunyai kemungkinan makna
lain.
Menurut imam malik keduanya,
dapat dijadikan hujjah , hanya saja Lafazh Nash di dahulukan dari pada Lafazh
Dhohir . Dan juga menurut imam malik bahwa dilalah nash termsuk
qath’i, sedangkan dilalah zhahir termasuk Zhanni, sehingga bila terjadi
pertentangan antara keduanya, maka yang di dahulukan adalah dilalah nash. Dan
perlu di ingat adalah makna zhahir di sini adalah makna zhahir menurut
pengertian Imam Malik
· Ayat-ayat
Mutasyabbihat
Ialah ayat-ayat yang
mengandung beberapa pengertian yang tidak dapat di tentukan artinya, kecuali
setelah diselidiki secara mendalam.
3.
Pendapat
Imam Syafi’i
Imam Syafi’i berpendapat
bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang paling pokok, dan beranggapan
bahwa Al-Quran tidak bisa dilepaskan dari As-Sunnah karena hubungan antara
keduanya sangat erat sekali, Dalam artian tidak dapat di pisahkan. Sehingga
seakan akan beliau menganggap keduanya berada pada satu martabat, namun bukan
berarti Imam Syafi’i menyamakan derajat Al-Qur’an dengan Sunnah, Perlu di
pahami bahwa kedudukan As-Sunnah itu adalah sumber hukum setelah Al-Qur’an,
yang mana keduanya ini sama-sama berasal dari Allah SWT.
Dengan demikian tak heran
bila Imam Syafi’i dalam berbagai pendapatnya sangat mementingkan penggunaan
Bahasa Arab, misalkan dalam Shalat, Nikah dan ibadah-ibadah lainnya. Beliau
mengharuskan peguasaan bahasa Arab bagi mereka yang mau memahami dan
mengistinbat hukum dari Al-Qur’an, kami ulangi kembali bahwa pendapat Imam
Syafi’i ini berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang menyatakan bahwa bolehnya
shalat dengan menggunakan bahasa selain Arab. Misalnya dengan bahasa persi
walaupun tidak dalam, keadaan Madharat.
4.
Pandangan
Imam Ahmad Ibnu Hambal
Imam Ibnu Hambal
berpendapat bahwa Al-Qur’an itu sebagai sumber pokok hukum islam, yang tidak akanberubah
sepanjang masa. Alqur’an juga mengandung hukum-hukum yang bersifat GLOBAL (luas
atau umum). Sehingga al-qur’an tidak bisa di pisahkan dengan sunnah atau
hadits, karna Sunnah ini merupakan penjelas dari alqur’an, seperti halnya Imam
As-Syafi’I, Imam Ahmad yang memandang bahwa Sunnah mempunyai kedudukan yang
kuat disamping Al-Qur’an sehingga tidak jarang beliau menyebutkan bahwa sumber
hukum itu adalah Nash tanpa menyebutkan Al-Qur’an dahulu atau As-Sunnah
dahulu tapi yang dimaksud Nash tersebut adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam penafsian terhadap
Al-Quran Imam Ahmad betul betul mementingkan penafsiran yang datangnnya dari
As-Sunnah (Rosulullah SAW). Dan sikapnya dapat di klasifikasikan menjadi tiga :
1.
Sesungguhnya
zhahir al-qur’an tidak mendahului as-sunnah.
2.
Rosulullah
saw. Yang berhak menafsirkan al-qur’an, maka tidak ada seorangpun yang berhak
menafsirkan atau menakwilkan alqur’an, karna as-sunnah telah cukup menafsirkan
dan menjelaskannya.
3.
Jika
tidak di temuan penafsiran yang berasal dari nabi, maka dengan penafsiran para
sahabatlah yang di pakai. Karna merekalah yang menyaksikan turunya al-qur’an
.dan mereka pula yang lebih mengetahui
as-sunnah, yang mereka gunakan sebagai penafsiran al-qur’an.
Menurut Ibnu Taimiah,
Al-Qur’an itu tidak di tafsirkan, kecuali dengan Atsar, namun dalam
beberapa pendapatnya, ia menjelaskan kembali bahwa jika tidak di temukan dalam
hadits Nabi, dan Qoul Sahabat, di ambial dari penafsiran para Tabi’in. (Abu
Zahroh : 242-247)
C. Petunjuk (Dilalah) Al-Qur’an
C. Petunjuk (Dilalah) Al-Qur’an
Kaum Muslimin sepakat bahwa
Al-Qur’an adalah sumber hukum Syara’. Merekapun spakat bahwa semua ayat
al-Qur’an dari segi wurut (kedatangan) dan Tsubut (penetapannya)
adalah qath’i. Hal ini karena semua ayatnya sampai kepada kita dengan
jalan mutawattir. Kalaupun ada sebagian sahabat yang mencantumkan
beberapa kata pada mushiaf-nya, yang tidak ada pada qiro’ah mutawatir,
hal itu hanya merupakan penjelasan dan penafsiran pada Al-Qur’an yang didengar
dari Nabi SAW. Atau hasil ijtihad mereka dengn jalan membawa nas mutlak pada muqayyad
dan hanya untuk dirinya sendiri. Hanya saja para penbahas berikutnya menduga
bahwa hal tersebut termasuk qiroat Khairu Mutawatir yang periwayatannya
tersendiri. Diantara para Sahabat yang mencantumkan beberapa kata pada
mushafnya itu adalah Abdullah Ibnu Mas’ud di mencantumkan kata Mutata Biatin
pada ayat 89 surah al-Ma’idah sehingga ayat tersebut pada mushaf-nya
tertulis :
فمن لم يجد فصيا م ثلا
ثة ا يا م متتا بعا ت
Dan menambah kata dzi
ar-rohmi al—muharrami pada ayat 233, surat Al-Baqarah sehingga ayat
tertulis:
وعلى الوارث دى
الرحيم المحرم
Ubai Ibnu Ka’ab
mencantumkan kata Min Al-Ummi pada ayat 12 surat An-Nisa, sehingga
ayat tersebut tertulis pada mushaf-nya:
وان كان رجل يورث
كلالة اوامراة وله اخ اواخت من الام
Namun, perlu di tegaskan bahwa hal tersebut tidak di
dapati dalam Mushaf Utsmani yang kita pakai sekarang ini.
Adapun di tinjau dari segi Dilalah-Nya,
ayat-ayat Al-Qur’an itu dapat di bagi dalam dua bagian;
a. Nash yang Qath’i dilalah-nya
a. Nash yang Qath’i dilalah-nya
Yaitu nash yang
tegas dan jelas maknanya tdk bisa di takwil, tdk mempunyai makna yg lain, dan
tdk tergantung pd hal-hal lain di luar nash itu sendiri.Contoh yg dapat
dikemukakan di sini, adalah ayat yg menetapkankadar pembagian waris,
pengharaman riba , pengharaman daging babi,hukuman had zina sebanyak seratus
kali dera, dan sebagainya. Ayat ayatyg menyangkut hal hal tersebut, maknanya
jelas tegas dan menunjukkan arti dan maksud tertentu, dan dalam memahaminya tidak memerlukan
ijtihad. (Abdul Wahab Khalaf,1972;35)
b. Nash yang Zhanni
dilalah-nya
Yaitu nash yg
menunjukkan suatu makna yg dpt di-takwil atau nash yg mempunyai makna lebih
dari satu, baik karena lafazdnya musytarak (homonim) atapun karena susunan
kata-katanya dapat dipahami dengan berbagai cara, seperti dilalah isyarat-nya ,
iqtidha-nya, dan sebagainya.
Para ulama, selain berbeda
pendapat tentang nash Al-qur’an mengenai penetapan yg qath’i dan zhanni
dilalah, juga berbeda pandapat mengenai jumlah ayat yg termsuk qath’i atau zhanni
dilalah.
Imam Asy-syatibi menegaskan behwa
wujud dalil syara’ yg dengan sendirinya dapat menunjukkan dilalah yg qath’i itu
tidak ada atau sangat jarang. Dalil syara’ yg qath’i tubut pun untnk
menghasilkan dilalah yg qath’i masih bergantung pd premis-premis yg seluruh
atau sebagiannya zhanni . Dalil-dalil syara’ yg bergantung pd dalil yg zhanni
menjadi zhnni pula.(Asy-Syatibi,1975,1;35).
D. Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum Dan Alqur’an Sebagai Sumber Hukum.
D. Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum Dan Alqur’an Sebagai Sumber Hukum.
1.
Ayat-ayat
yang menjelaskan Hukum diantaranya:
Uraian al-Qur’an tentang
puasa Ramadhan, ditemukan dalam surat al-Baqarah: 183, 184, 185 dan 187. Ini
berarti bahwa puasa ramadhan baru diwajibkan setelah Nabi SAW tiba di Madinah,
karena ulama Al-Qur’an sepakat bahwa Surat al-Baqarah turun di Madinah. Para
sejarawan menyatakan bahwa kewajiban melaksanakan puasa ramadhan ditetapkan
Allah SWT pada 10 Sya’ban tahun kedua Hijriyah.
Allah
swt berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183).
Ayat ini yang menjadi dasar
hukum diwajibkannya berpuasa bagi orang-orang yang beriman.
2.
Ayat-ayat
al-Qur’an yang berkaitan dengan persoalan Shalat:
a.
firman
Allah SWT
Artinya: Bacalah apa yang
telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al-kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS.
Al-Ankabut: 45).[5][5]
E. Sistematika Hukum Dalam Al-Qur’an
E. Sistematika Hukum Dalam Al-Qur’an
Alqur’an Sebagai sumber
hukum yang utama, maka Al-Qur’an memuat
sisi-sisi hukum yang mencakup berbagai bidang. Secara garis besar Al-Qur’an
memuat tiga sisi pokok hukum yaitu:
Pertama,
hukum-hukum I’tiqadiyah. Yakni hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban
orang mukallaf, meliputi keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab,
Rasul-rasul, hari Qiyamat dan ketetapan Allah (qadha dan qadar).
Kedua,
hukum-hukum Moral/ akhlaq. Yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan prilaku
orang mukallaf guna menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan/ fadail al
a’mal dan menjauhkan diri dari segala sifat tercela yang menyebabkan kehinaan.
Ketiga,
hukum-hukum Amaliyah, yakni segala aturan hukum yang berkaitan dengan segala
perbuatan, perjanjian dan muamalah sesama manusia. Segi hukum inilah yang
lazimnya disebut dengan fiqh al-Qur’an dan itulah yang dicapai dan dikembangkan
oleh ilmu ushul al-Fiqh.
Hukum-hukum yang dicakup
oleh Nash al-Qur’an, garis besarnya
terbagi kepada tiga bagian, yakni:
1.
Hukum-hukum
I’tiqodi, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan akidah dan kepercayaan
2.
Hukum-hukum
Akhlak, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan tingkah laku, budi pekerti.
3.
Hukum-hukum
Amaliyah, yaitu: hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan para
mukalaf, baik mengenai ibadat , mu’amalah madaniyah dan maliyahnya, ahwalusy
syakhshiyah, jinayat dan uqubat, dusturiyah dan dauliyah, jihad dan lain
sebagainya.
Yang pertama menjadi dasar
agama, yang kedua menjadi penyempurna bagian yang pertama, amaliyah yang kadang-kadang disebut juga syari’at adalah bagian
hukum-hukum yang diperbincangkan dan menjadi objek fiqih. Dan inilah yang
kemudian disebut hukum Islam.[6][6]
BAB III
PENUTUP
A. Komentar
Al-Qur’an merupakan sumber
hukum dalam Islam. Kata sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Qur’an
maupun sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum
syara’, tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena
memang keduanya merupakan wadah yang dapat dotimba norma hukum. Ijma’ dan qiyas
juga termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan dalil adalah bukti yang
melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an untuk menemukan hukum Allah,
yaitu larangan atau perintah Allah.
B. Saran –Saran
Untuk
mendapatkan manfaat yang sempurna dari Makalah yang penulis buat ini, hedaknya Pembaca Memberikan Kritik dan saran serta melakukan
Pengkajian Ulang (diskusi) terhadap penulisan sehingga penulis terhindar dari
Kekeliruan.
DAFTAR PUSTAKA
Ushul Fiqih Prof. DR. Amir Syarifudin, Penerbit Zikrul Hakim
Ushul Fiqih Prof. DR. Amir Syarifudin, Penerbit Zikrul Hakim
Prof. Dr. rachmat syafe’I M.A Ilmu ushul Fiqh untuk UIN, STAIN dan PTAIS pustaka setia Bandung 2007
Mannaa’ Khaliil Al-Qattaan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007, Elektronik Book, “Kehujjahan Al-Qur’an” STAI Bani Saleh 2009
Elektonik Book “makalah Al-Qur’an sebagai sumber hukum” IAIN Walisongo Semarang.
Prof.Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh.Semarang:Dina Utama,1994
http://rahasiasuksesirfanansori.wordpress.com/2011/10/31/al-quran-sebagai-sumber-hukum-islam-pertama/
Demikianlah yang saya bagikan mengenai makalah Al quran sebagai sumber hukum islam semoga bermanfaat.
Mannaa’ Khaliil Al-Qattaan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007, Elektronik Book, “Kehujjahan Al-Qur’an” STAI Bani Saleh 2009
Elektonik Book “makalah Al-Qur’an sebagai sumber hukum” IAIN Walisongo Semarang.
Prof.Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh.Semarang:Dina Utama,1994
http://rahasiasuksesirfanansori.wordpress.com/2011/10/31/al-quran-sebagai-sumber-hukum-islam-pertama/
Demikianlah yang saya bagikan mengenai makalah Al quran sebagai sumber hukum islam semoga bermanfaat.