Makalah Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Table of Contents
Kali ini admin postingkan makalah sejarah perkembangan bahasa Indonesia silahkan simak dibawah ini.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap hari pastinya kita menggunakan
Bahasa Indonesia, sebagai bahasa sehari-hari kita. Baik untuk berbicara,
menulis, dan kegiatan sehari-hari lainnya. Tapi sekarang ini telah
banyak perubahan yang ada. Baik dari segi pengaruh luar yaitu
perkembangan global dan juga dari masyarakat Indonesia sendiri.
Sekarang ini pun dari bidang pendidikan,
anak-anak playgroup sudah diajarkan menggunakan bahasa luar negeri
seperti Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin dan Bahasa Jepang dan masih
banyak yang lainnya. Belum lagi setelah tingkat SD, SMP, SMA dan
seterusnya, makin banyak bahasa-bahasa asing yang dipelajari.
Ini dianggap sebagai kebutuhan modal,
juga sebagai tolak ukur kemajuan individu-individu di masa depan. Tapi
ini mempunyai pengaruh secara langsung dan tak langsung, yaitu bahasa
asing menjadi bahasa sehari-hari agar terbiasa dan juga sebagai alat
latih untuk memperlancar pengucapan, pendengaran dan penulisan.
Cukup memprihatinkan, karena fungsi
Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dari Warga Negara Indonesia menjadi
tergeser. Karena bahasa asing, menjadi bahasa pergaulan, menjadi
jembatan dalam persaingan global dan juga salah satu syarat dalam dunia
pekerjaan.
Tak dipungkiri pentingnya mempelajari
bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih baik bila kita tetap menjaga,
melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia. Maka dari itu untuk
memperdalam mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana
perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa
pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang
ada di Indonesia, yang termasuk kita didalamnya.
Asal Mula Bahasa Indonesia dari segi bahasa yang digunakan
Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu,
sebuah Bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di
Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling
tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering
dinamai dengan istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab
sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat
besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang
digunakan para penggunanya.
Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu
Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar
Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena
penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa
Melayu Pasar.Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan
Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda berusaha
meredamnya dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di antaranya
dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai
Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak
pedagang yang melewati Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian
digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu
belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih
digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).Awal
penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional
kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih
bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat
itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari
Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau. Bahasa Melayu Riau dipilih
sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa
pertimbangan sebagai berikut:
Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku
bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh
suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik
Indonesia.Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan
bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang
dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun
pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan
kesan negatif yang lebih besar.Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan
bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau
Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan
pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun
lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai
lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh
misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa
lainnya.Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik
Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik
Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih
dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai
bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia,
Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan
nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para
pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di
Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan. Bahasa
Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan)
lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini
sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan peristiwa-peristiwa pentingPerinciannya sebagai berikut:
Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi
Bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan ia dimuat dalam Kitab Logat
Melayu.Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit
buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman
Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai
Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan
Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara
kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di
kalangan masyarakat luas.Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat
yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada
tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk
perjalanan bahasa Indonesia.Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah
sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga
Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.Pada
tarikh 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di
Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.Pada tanggal 18 Agustus
1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu
pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara.Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik
(Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku
sebelumnya.Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober
s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia
untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat
sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
Memperhatikan perkembangan zaman, bahasa
merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Demikian juga, bahasa Indonesia menjadi sarana budaya dan
sarana berpikir masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, peranan bahasa
Indonesia menjadi sangat penting. Mengingat pentingnya peranan bahasa
Indonesia, kami sebagai mahasiswa dituntut untuk lebih memahami bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Yang salah satunya adalah mempelajari
sejarah perkembangan bahasa Indonesia dari zaman pra kemerdekaan,
kemerdekaan, dan reformasi.
B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar
belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :1.
Bagaimana sejarah bahasa Indonesia pada zaman pra kemerdekaan?2.
Bagaimana perkembangan bahasa Indonesia pada zaman kemerdekaan?3.
Bagaimana perkembangan bahasa Indonesia pada zaman reformasi?
C. Tujuan PenulisanTujuan utama dari penyusunan makalah ini aadalah:
Untuk mengetahui sejarah bahasa
Indonesia pada zaman pra kemerdekaanUntuk mengetahui perkembangan bahasa
Indonesia pada zaman kemerdekaanUntuk mengetahui perkembangan bahasa
Indonesia pada zaman reformasi
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Pra Kemerdekaan
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Melayu. Penerimaan tersebut tidak terjadi begitu saja Ada beberapa
tahapan proses penerimaan itu membutuhkan waktu yang lama. Tahapannya
meliputi :
1). Masa Pra-1928
Bila dilihat dari sudut pandang sejarah,
bahasa Melayu merupakan bahasa perhubungan atau komunikasi sejak abad
VII yaitu masa awal bangkitnya kerajaan Sriwijaya. Pada masanya kerajaan
Sriwijaya menjadi pusat kebudayaan, perdagangan, tempat orang belajar
filsafat, dan pusat keagamaan (Budha) dengan menggunakan bahasa
perhubungannya yaitu bahasa Melayu.
Berdasarkan catatan sejarah, bahasa
Melayu tidak saja berfungsi sebagai bahasa perhubungan. Namun, juga
digunakan sebagai bahasa pengantar, bahasa resmi, bahasa agama, dan
bahasa dalam penyampaian ilmu pengetahuan. Sebagai bahasa pengantar dan
alat untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, bahasa melayu digunakan pada
perguruan tinggi “Dharma Phala”. Selain itu, bahasa melayu juga
digunakan sebagai bahasa penerjemah buku-buku keaagamaan misalnya buku
keagaaman yang diterjemahkan ke bahasa Melayu oleh I Tsing.
Bukti lain adalah dengan ditemukannya berbagai prasasti yang menggunakan bahasa Melayu. Prasasti-prasasti tersebut antara lain :
a) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683 M.
b) Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684 M.
c) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686 M.
d) Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688 M.
e) Inskripsi Gandasuli di Kedu, Jawa Tengah tahun 832 M.
f) Prasasti Bogor, di Bogor tahun 942 M.
Masuknya agama Islam ke kepulauan
nusantara, membuat kedudukan bahasa Melayu semakin penting. Para pembawa
ajaran Islam memanfaatkan bahasa Melayu sebagai sarana komunikasi. Di
samping itu, pembawa ajaran Islam ikut memperkaya khasanah kosa kata
dalam bahasa Melayu. Abad XVIII, bangsa-bangsa Barat (Belanda) memasuki
kepulauan Nusantara. Dalam mendirikan lembaga pendidikan, pemerintah
Belanda mengalami kegagalan sehingga menyebabkan dikeluarkannya SK No.
104/1631 yang antara lain berisi: “…Pengajaran di sekolah-sekolah bumi
putera diberikan dalam bahasa Melayu.” Selain itu, juga tersusunnya
Ejaan Van Ophyusen (tahun 1901) yang merupakan ejaan resmi bahasa Melayu
dan diterbitkan dalam Kitab logat Melajoe. Buku ini disusun oleh
Charles Andrianus van Ophuysen dengan dibantu oleh Soetan Makmoer dan
Mohammad Taib Soetan Ibrahim.
Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang,
pajah, sajang, dsb.Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe,
oemoer, dsb.Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk
menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
Perkembangan bahasa Melayu berikutnya,
tampak pada masa kebangkitan pergerakan bangsa Indonesia yang dimulai
sejak berdirinya Boedi Oetomo (1908) yang telah menggunakan bahasa
Melayu sebagai alat bertukar informasi dan komunikasi antar pergerakan.
Hal ini dianggap penting dan perlu, karena dengan itu akan mudah dalam
mencapai persatuan dan kesatuan dalam rangka bernasional.
Pada tahun 1908 Pemerintah Belanda
mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama
Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada
tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan
buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku
penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang banyak
membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Dalam Kongres II Jong Sumatera,
diputuskan pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan antar jong.
Tindak lanjut dari keputusan tersebut adalah dengan menerbitkan surat
kabar Neratja, Bianglala dan Kaoem Moeda. Sebagai puncak keberadaan
bahasa Melayu seperti yang diuraikan di atas, maka pada tanggal 28
Oktober 1928 diselenggarakan Kongres Pemuda di Jakarta oleh berbagai
Jong. Salah satu hasil gemilang dari Kongres pemuda yaitu dengan
dicetuskannya ikrar Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda itu berisi:
1) Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia;
2) Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku bertanah air yang satu tanah air Indonesia;
3) Kami putera dan puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
2). Masa Pasca-1928
Cetusan ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan
bahwa bahasa Melayu sudah berubah menjadi bahasa Indonesia. Perkembangan
berikutnya dapat dilihat dengan berdirinya Angkatan Pujangga Baru tahun
1933. Para pelopornya antara lain: Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn
Pane, dan Amir Hamzah. Angkatan ini tampil dengan tema : “Pembinaan
bahasa dan kesusastraan Indonesia.”
Pada masa itu terjadi krisis terhadap
keberadaan bahasa Indonesia. Kaum penjajah (Belanda), berusaha
mengganggu keberadaan bahasa Indonesia. Sehingga sejumlah pakar bahasa
Indonesia sepakat untuk mengadakan Kongres I Bahasa Indonesia yang
dilaksanakan di Surakarta (Solo) pada tanggal 25-28 Juni 1938. Sejumlah
pakar yang ikut ambil bagian dalam kongres tersebut antara lain: K. St
Pamoentjak; Ki Hadjar Dewantoro; Sanoesi Pane; Sultan Takdir
Alisjahbana; Dr. Poerbatjaraka; Adinegoro; Soekrdjo Wirjopranoto; R. P.
Soeroso; Mr. Moh. Yamin; dan Mr. Amir Sjarifudin. Kongres ini membahas
bidang-bidang peristilahan, ejaan, tata bahasa, dan bahasa
persuratkabaran. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar
oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Kongres ini berarti
pula sebagai cetusan kesadaran akan perlunya pembinaan yang lebih mantap
terhadap bahasa Indonesia.
Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia
(1 Mei 1942), pemakaian bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa
perhubungan antar penduduk, disamping bahasa Jepang dan pelarangan tegas
penggunaan bahasa Belanda. Keputusan itu sangat menggembirakan bagi
pemekaran bahasa Indonesia dalam rangka bangkitnya. Hal ini terlihat
dari munculnya sebuah Angkatan kesusastraan yang dipelopori Chairul
Anwar, Idrus, Asrul Sani. Angkatan ini dikenal sebagai Angkatan 45.
Pada tanggal 20 Oktober 1942, dibentuk
Komisi Bahasa Indonesia oleh Jepang. Tugas komisi ini adalah menyusun
istilah dan tata bahasa normatif serta kosa kata umum bahasa Indonesia.
Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia secara tidak langsung
semakin mantap dan memperoleh tempat di hati penduduk.
B. Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Kemerdekaan
Bangsa Indonesia menyatakan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Keesokan harinya yaitu
tanggal 18 Agustus ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 36
bab XV UUD ‘45 berbunyi: “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”Pada
tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan
Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
a) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
b) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Peristiwa-peristiwa penting lainnya yang
berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia pada zaman kemerdekaan
sampai sebelum masa reformasi antara lain:Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 salah satu
perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan
sebagai bahasa negara.Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik
Indonesia H. M. Soeharto, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR
yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.Pada
tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan
Nusantara).Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting
bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun
1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.Kongres bahasa Indonesia IV yang diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 21-26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam
rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih
ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai
semaksimal mungkin.Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28
Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus
pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara
Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei
Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres
itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia.Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober
s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari
Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia,
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi
Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang
Bahasa Indonesia.
Pada tahun 1953, Kamus Bahasa Indonesia
muncul untuk pertama kalinya yang disusun oleh Poerwodarminta. Di kamus
tersebut tercatat jumlah lema (kata) dalam bahasa Indonesia mencapai
23.000 kata. Pada tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa
Indonesia, dan terdapat penambahan 1.000 kata baru. Pada tahun 1988,
terjadi loncatan yang luar bisa dalam Bahasa Indonesia. Dari 23.000
kata, telah berkembang menjadi 62.000 pada tahun 1988. Selain itu,
setelah bekerja sama dengan Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, berhasil
dibuat 340.000 istilah baru di berbagai bidang ilmu.Pada tahun 1980-an
ketika terjadi peledakan ekonomi secara luar biasa, saat produk asing
berupa properti masuk ke perkantoran dan pusat perbelanjaan, banyak
istilah asing masuk ke Indonesia. Istilah asing marak digunakan sehingga
pemerintah menjadi khawatir. Pada tahun 1995 terjadi pencanangan
berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Nama-nama gedung, perumahan dan
pusat perbelanjaan yang berbau asing diganti dengan nama yang berbahasa
Indonesia.
C. Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Reformasi
Perkembangan bahasa Indonesia masa
reformasi, diawali dengan Kongres Bahasa Indonesia VII yang
diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober
1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa
dengan ketentuan sebagai berikut.
Keanggotaannya terdiri dari tokoh
masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan
sastra.Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Selain itu sampai tahun 2007, Pusat
Bahasa berhasil menambah kira-kira 250.000 kata baru. Dengan demikian,
sudah ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu. Sementara kata umum
telah berjumlah 78.000. Namun, angin reformasi yang muncul sejak tahun
1998 justru membawa perubahan buruk bagi bahasa Indonesia. Kerancuan
penggunaan bahasa Indonesia makin marak di era reformasi. Penggunaan
bahasa asing kembali marak dan bahasa Indonesia sempat terpinggirkan.
Pada zaman reformasi salah satu pihak yang memiliki andil dalam
perkembangan bahasa Indonesia adalah media massa baik cetak maupun
elektronik. Tokoh pers Djafar Assegaf menuding sekarang ini kita tengah
mengalami “krisis penggunaan bahasa Indonesia” yang amat serius. Media
massa sudah terjerumus kepada situasi “tiada tanggung jawab” terhadap
pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa kini
cenderung menggunakan bahasa asing padahal dapat diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia. Ini menunjukkan penghormatan terhadap bahasa Indonesia
sudah mulai memudar. Hal ini disebabkan antara lain oleh perubahan
zaman, reformasi yang tidak ada konsep yang utuh, sikap tidak percaya
diri dari wartawan, redaktur, pemimpin redaksi dan pemilik perusahaan
pers karena mereka cenderung memikirkan pangsa pasarnya, persaingan
usaha antarmedia dan selera pribadi. Ada dua kecenderungan dalam pers
saat ini yang dapat menimbulkan kekhawatiran akan perkembangan bahasa
Indonesia. Pertama, bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim).
Kedua, banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing dalam
surat kabar. Namun, pers juga telah berjasa dalam memperkenalkan istilah
baru, kata-kata dan ungkapan baru seperti KKN (korupsi, kolusi,
nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator,
arogan, hujat, makar dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut memang
terdapat di kamus, tetapi tidak digunakan secara umum atau hanya
terbatas di kalangan tertentu saja.
Selain itu, saat ini bahasa Indonesia
sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah bahasa Inggris ataupun
bahasa gaul. Di kalangan pelajar dan remaja sendiri lahir sebuah bahasa
baru yang merupakan pencampuran antara bahasa asing, bahasa Indonesia,
dan bahasa daerah. Bahasa tersebut biasa disebut dengan bahasa gaul.
Keterpurukan bahasa Indonesia tersebut umumnya terjadi pada generasi
muda. Bahkan sudah ada beberapa kalangan yang beranggapan dan meyakini
bahwasanya kaum intelek adalah mereka-mereka yang menggunakan bahasa
asing dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik yang total memakai bahasa
asing ataupun mencampuradukkan bahasa asing tersebut ke dalam bahasa
Indonesia.
Dengan alasan globalisasi, percampuran
bahasa Indonesia dengan bahasa asing justru semakin marak. Kata-kata
seperti “new arrival”, “sale”, “best buy”, “discount”, terpampang dengan
jelas di berbagai toko dan pusat perbelanjaan. Media pun ikut
mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia yang salah. Malahan tidak
sedikit media yang memberikan judul acara dengan kata-kata dalam bahasa
asing.
Saat ini penggunaan bahasa Indonesia
baik oleh masyarakat umum, maupun pelajar mengalami maju-mundur.
Perkembangan teknologi saat ini membuat penyebaran bahasa Indonesia
hingga ke pelosok daerah semakin mudah dan berkembang pesat. Bahasa
Indonesia semakin dikenal masyarakat. Jika pada awalnya masyarakat
Indonesia yang terdiri dari multisuku, multietnis, multiras, dan
multiagama susah bergaul antara sesama karena terdapat perbedaan bahasa,
kini dengan adanya bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, semua
elemen bangsa dapat berkomunikasi dengan yang lainnya. Ini merupakan
salah satu bentuk kemajuan dalam bahasa Indonesia. Selain mengalami
kemajuan, bahasa Indonesia juga memiliki kemunduran. Akibat pengaruh
globalisasi dan pengaruh besar dari negara - negara besar seperti
Amerika Serikat, bahasa Indonesia menjadi terpinggirkan. Bahkan dari
kalangan masyarakat dan pelajar di Indonesia sendiri. Banyak yang
menganggap sepele bahasa Indonesia dan lebih mementingkan bahasa lain
seperti bahasa Inggris, bahasa Spanyol, bahasa Arab, bahasa Perancis,
bahasa Jerman, bahasa Mandarin dan bahasa lainnya. Pelajar dan para
pemuda juga menganggap sepele bahasa Indonesia. Kebanyakan dari mereka
mengganggap bahasa Indonesia terlalu kaku, tidak bebas dan terasa kurang
akrab. Mereka lebih menyukai bahasa baru yang dikenal dengan bahasa
gaul yang merupakan campuran dari bahasa daerah, bahasa asing, dan
bahasa Indonesia. Keadaan ini berbalik 180 derajat dari keadaan 78 tahun
yang lalu, di saat para pelajar dan pemuda dengan semangat cinta tanah
air menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa
lainnya seperti Bahasa Belanda ataupun bahasa daerah. Alhasil, akibat
pelajar menganggap sepele pelajaran bahasa Indonesia, banyak dari
pelajar itu sendiri mendapatkan nilai yang rendah dalam pelajaran bahasa
Indonesia. Parahnya lagi, sebagian penyebab banyaknya pelajar yang
tidak lulus Ujian Nasional adalah karena mengganggap sepele pelajaran
bahasa Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia
itu menganggap remeh pelajaran bahasa Indonesia. Pertama, karena
masyarakat Indonesia merasa tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia
karena mereka sudah berbangsa dan bisa berbahasa Indonesia seadanya.
Padahal sebenarnya belum tentu mereka bisa dan mampu berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar. Kedua, karena adanya kemunduran dan kemerosotan
ekonomi Indonesia sejak beberapa tahun terakhir sehingga timbul rasa
malu berbahasa Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia dalam
pergaulan internasional. Ketiga, sebagai akibat adanya globalisasi yang
membuat timbulnya pengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia
dikalangan masyarakat Indonesia.
Sejak zaman reformasi tahun 1998 Bahasa
Indonesia mengalami penurunan minat mempelajarinya di beberapa negara di
dunia. Minat orang asing belajar bahasa Indonesia menurun akibat
kondisi pengajaran bahasa Indonesia belakangan ini menunjukkan gejala
penurunan. Gejala penurunan itu baik dari aspek intensitas
penyelenggaraan maupun dari segi jumlah peminatnya. Penurunan intensitas
penyelenggaraan pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain, dari dalam negeri
menurunnya minat itu akibat penyelenggaraan pengajaran untuk penutur
asing itu sendiri maupun kondisi dari dalam negeri sendiri. Penurunan
minat itu terjadi di negara seperti Australia, Belanda, dan Jerman. Hal
itu akibat politik di negara tersebut, di Jerman bahkan pelajaran bahasa
Indonesia di kampus-kampus peminatnya berkurang. Kalau sampai ditutup
program ini, tertutup juga upaya untuk meningkatkan citra Indonesia di
sana. Kurangnya minat mempelajari Bahasa Indonesia di beberapa negara
diantaranya juga karena kurangnya sumber daya manusia. Namun sejak itu
pun ada peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia dari negara seperti
China, Jepang, AS, Mesir, dan negara Arab, serta negara serumpun
berkembang pesat.
Salah satu upaya pemerintah Indonesia
mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing, dengan
pemasyarakatan alat uji bahasa Indonesia yang disebut Uji Kemahiran
Berbahasa Indonesia (UKBI). Pusat Bahasa juga mencoba mensosialisasikan
setiap programnya kepada instansi lain seperti membuka pusat-pusat
kebudayaan Indonesia di beberapa negara. Pusat Kebudayaan ini sekaligus
sebagai ajang promosi Indonesia pada masyarakat dunia. Saat ini pusat
kebudayaan Indonesia itu sudah diupayakan didirikan di Canbera
Australia, Los Angles AS, dan Washington DC AS.
D. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Secara formal sampai saat ini bahasa
Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan,
bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya
lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri sebagai bahasa
budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi yang
berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama
dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.
Bahasa Indonesia dikenal secara luas
sejak "Soempah Pemoeda", 28 Oktober 1928, yang menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pada saat itu para pemuda sepakat
untuk mengangkat bahasa Melayu-Riau sebagai bahasa Indonesia. Para
pemuda melihat bahwa bahasa Indonesialah yang berpotensi dapat
mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan suku vangsa
atau etnik. Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya isapan jempol.
Bahasa Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa
Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan dan
persatuan bangsa yang berbagai etnis terpupuk. Kehadiran bahasaIndonesia
di tengah-tengah ratusan bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen
negatif bagi etnis yang menggunakannya. Sebaliknya, justru kehadiran
bahasa Indonesia dianggap sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan
sebagai penengah ego kesukuan.
Dalam hubungannya sebagai alat untuk
menyatukan berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa
masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai
bangsa yang bersatu tanpa meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan
kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa etnik yang
bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan ini, kepentingan nasional diletakkan jauh di atas
kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang
berbeda-beda berpotensi untuk menghambat perhubungan antardaerah
antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa Indonesia, etnis yang satu bisa
berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun latar
belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air dengan
memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini
membuat adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa
Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah
antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah baiknya sarana
perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat perhubungan umum,
bertambah banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan bertambah banyaknya
perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke
daerah yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
mulau dikenal sejak 17 Agustus 1945 ketika bangsa Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional atau lambang
kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang
mendasari rasa kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia
menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan
pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia dipelihara
dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan menggunakan
bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oelh bangsa Indonesia.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dijunjung tinggi di
samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional bangsa
Indonesia, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa
Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi
dengan lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili
identitasnya sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan
mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa
lain, yang memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah/kata
dari bahasa Inggris yang sering diadopsi, padahal istilah.kata tersebut
sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat
perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil
pula menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau
beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa
Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus,
sekarang dapat dilihat kenyataan bahwa seni sastra dan seni drama, baik
yang dituliskan maupun yang dilisankan, telah berkembang demikian
pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa perasaan betapa pun halusnya
dapat diungkapkan secara jelas dan sempurna dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat menambah tebalnya rasa kesetiaan
kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan akan kemampuan bahasa
Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-undang Dasar
1945, bertambah pula kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa
negara dan bahasa resmi. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis. Dokumen-dokumen,
undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat yang dikeluarkan
oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam bahasa
Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa
Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi
internasional (antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang pidato
kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa asing, terutama bahasa
Inggris. Warga masyarakat pun dalam kegiatan yang berhubungan dengan
upacara dan peristiwa kenegaraan harus menggunakan bahasa Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara, bahasa perlu senantiasa
dibina dan dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan
salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan ketenagaan, baik
dalam penerimaan karyawan atau pagawai baru, kenaikan pangkat, maupun
pemberian tugas atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini harus
diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan
bahasa Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi, bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat
komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan
saja dipakai sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, tetapi
juga dipakai sebagai alat perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan
atau peristiwa formal lainnya. Misalnya, surat-menyurat antarinstansi
pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan, lokakarya masalah
pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pagawai ke instansi
pemerintah. Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan
menyangkut masalah nasional dan dalam situasi formal, berkecenderungan
menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi, di antara pelaku komunikasi
tersebut terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya antara bawahan -
atasan, mahasiswa - dosen, kepala dinas - bupati atau walikota, kepala
desa - camat, dan sebagainya.
Akibat pencantuman bahasa Indonesia
dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945, bahasa Indonesia pun kemudian
berkedudukan sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Di samping sebagai
bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam hubungannya sebagai bahasa budaya,
bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang memungkinkan untuk
membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga
bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri, yang
membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa Indonesia
dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya
nasional. Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan
kedudukannya sebagai bahasa budaya. Di samping itu, dalam kedudukannya
sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung
ilmu pengetahuna dan teknologi (iptek) untuk kepentingan pembangunan
nasional. Penyebarluasan iptek dan pemanfaatannya kepada perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan negara dilakukan dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks serta penyajian
pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan untuk
masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan
demikian, masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada
bahasa-bahasa asing (bahasa sumber) dalam usaha mengikuti perkembangan
dan penerapan iptek. Pada tahap ini, bahasa Indonesia bertambah perannya
sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia oun dipakai bangsa Indonesia
sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu pengetahuan kepada
berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai
bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga
pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan
tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh Indonesia, kecuali
daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai
bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa
pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun
ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia.
Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya akhir
mahasiswa - skripsi, tesis, disertasi, dan hasil atau laporan
penelitian) yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia,
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian
iptek, dan sekaligus menepis anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu
mewadahi konsep-konsep iptek
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
Sejarah bahasa Indonesia pada zaman pra
kemerdekaan dibagi menjadi dua tahapan yaitu pertama masa pra-I928
ditandai dengan penggunaan bahasa Melayu pada zaman kerajaan Sriwijaya
sampai dengan adanya ikrar Sumpah Pemuda. Kedua, masa pasca-1928
ditandai dengan adanya ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan bahwa bahasa
Melayu sudah berubah menjadi bahasa Indonesia sampai dengan pada tahum
1942 dibentuk Komisi Bahasa Indonesia oleh Jepang.Perkembangan Bahasa
Indonesia pada Zaman Kemerdekaan dimulai dari tanggal 18 Agustus
ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 36 bab XV UUD ‘45
berbunyi: “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”, sampai dengan
diadakannya kongres Bahasa Indonesia kedua sampai ke delapan.Pada zaman
reformasi diawali dengan Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta tanggal
26-30 Oktober 1998. Hingga sekarang cenderung membawa perubahan buruk
bagi Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sekarang sudah menjadi bahasa
kedua setelah Bahasa Inggris dan bahasa gaul. Selain itu Bahasa
Indonesia mengalami penurunan minat mempelajarinya di beberapa negara di
dunia seperti Australia, Belanda, dan Jerman. Namun, juga ada
peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia dari negara seperti China,
Jepang, AS, Mesir, dan negara Arab. Saat ini Pusat Bahasa berupaya
membuka pusat-pusat kebudayaan Indonesia di beberapa negara. Pusat
Kebudayaan ini sekaligus sebagai ajang promosi Indonesia pada masyarakat
dunia. Saat ini pusat kebudayaan Indonesia itu sudah diupayakan
didirikan di Canbera Australia, Los Angles AS, dan Washington DC AS.B.
Saran-Saran
untuk kelengkapan makalah ini maka kami
sangat mengharapkan saran-saran yang sifatnya membangun, dan kami mohan
maaf apabila ada kesalahan penulisan, karena kami juga manusia biasa
yang tak luput dari salah dan khilaf,
Daftar Pustaka
Anonim. Bahasa Daerah Terancam Punah. www.jurnalnet.com. 18 Juli 2007.
Anonim. Bahasa Indonesia. www.wikipedia.com. 2007.
Anonim. Banggalah Berbahasa Indonesia. www.jurnalnet.com. 16 Juni 2007.
Anonim. Penggunaan Bahasa Indonesia Telah Diabaikan. www.sinarharapan.com. 2002.
Kusaeni, Akhmad. Bahasa Indonesia Jurnalistik di Era Reformasi. www.antara.com. 19 Desember 2007.
Moeliono, M. Anton. 1981. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
Saleh, Mustain. Bahasa Mana yang Berbudaya?. www.kacong-jebbing.com.
Yamilah, M., Slamet Samsoerizal. 1994. Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai sejarah perkembangan bahasa indonesia semoga bermanfaat.