Makalah Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Table of Contents
Kali ini admin postingkan makalah sejarah perkembangan bahasa Indonesia silahkan simak dibawah ini.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap hari pastinya kita menggunakan 
Bahasa Indonesia, sebagai bahasa sehari-hari kita. Baik untuk berbicara,
 menulis, dan kegiatan sehari-hari lainnya. Tapi sekarang ini telah 
banyak perubahan yang ada. Baik dari segi pengaruh luar yaitu 
perkembangan global dan juga dari masyarakat Indonesia sendiri.
Sekarang ini pun dari bidang pendidikan,
 anak-anak playgroup sudah diajarkan menggunakan bahasa luar negeri 
seperti Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin dan Bahasa Jepang dan masih 
banyak yang lainnya. Belum lagi setelah tingkat SD, SMP, SMA dan 
seterusnya, makin banyak bahasa-bahasa asing yang dipelajari.
Ini dianggap sebagai kebutuhan modal, 
juga sebagai tolak ukur kemajuan individu-individu di masa depan. Tapi 
ini mempunyai pengaruh secara langsung dan tak langsung, yaitu bahasa 
asing menjadi bahasa sehari-hari agar terbiasa dan juga sebagai alat 
latih untuk memperlancar pengucapan, pendengaran dan penulisan.
Cukup memprihatinkan, karena fungsi 
Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dari Warga Negara Indonesia menjadi 
tergeser. Karena bahasa asing, menjadi bahasa pergaulan, menjadi 
jembatan dalam persaingan global dan juga salah satu syarat dalam dunia 
pekerjaan.
Tak dipungkiri pentingnya mempelajari 
bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih baik bila kita tetap menjaga, 
melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia. Maka dari itu untuk 
memperdalam mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana 
perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa 
pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang 
ada di Indonesia, yang termasuk kita didalamnya.
Asal Mula Bahasa Indonesia dari segi bahasa yang digunakan
Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu, 
sebuah Bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di 
Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling 
tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering 
dinamai dengan istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab 
sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat
 besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang
 digunakan para penggunanya.
Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu 
Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar 
Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena 
penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa
 Melayu Pasar.Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan 
Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda berusaha 
meredamnya dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di antaranya 
dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai 
Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak 
pedagang yang melewati Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian 
digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu
 belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih 
digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).Awal 
penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah
 Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional 
kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai 
bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih 
bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat
 itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari 
Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau. Bahasa Melayu Riau dipilih 
sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa 
pertimbangan sebagai berikut:
Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku 
bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh 
suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik 
Indonesia.Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan 
bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang 
dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun 
pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan
 kesan negatif yang lebih besar.Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan 
bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau 
Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan 
pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun 
lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai 
lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh 
misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa 
lainnya.Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik 
Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik 
Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih 
dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai
 bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia,
 Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan 
nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para 
pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di 
Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan. Bahasa
 Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) 
lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini 
sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan peristiwa-peristiwa pentingPerinciannya sebagai berikut:
Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi 
Bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan ia dimuat dalam Kitab Logat 
Melayu.Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit 
buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman 
Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai 
Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan 
Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara 
kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di 
kalangan masyarakat luas.Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat 
yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada 
tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk
 perjalanan bahasa Indonesia.Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah 
sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga 
Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.Pada 
tarikh 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di 
Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan
 pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh 
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.Pada tanggal 18 Agustus 
1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu 
pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa 
negara.Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik 
(Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku 
sebelumnya.Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober 
s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia 
untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat 
sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
Memperhatikan perkembangan zaman, bahasa
 merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan 
sehari-hari. Demikian juga, bahasa Indonesia menjadi sarana budaya dan 
sarana berpikir masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, peranan bahasa 
Indonesia menjadi sangat penting. Mengingat pentingnya peranan bahasa 
Indonesia, kami sebagai mahasiswa dituntut untuk lebih memahami bahasa 
Indonesia dengan baik dan benar. Yang salah satunya adalah mempelajari 
sejarah perkembangan bahasa Indonesia dari zaman pra kemerdekaan, 
kemerdekaan, dan reformasi.
B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar 
belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :1. 
Bagaimana sejarah bahasa Indonesia pada zaman pra kemerdekaan?2. 
Bagaimana perkembangan bahasa Indonesia pada zaman kemerdekaan?3. 
Bagaimana perkembangan bahasa Indonesia pada zaman reformasi?
C. Tujuan PenulisanTujuan utama dari penyusunan makalah ini aadalah:
Untuk mengetahui sejarah bahasa 
Indonesia pada zaman pra kemerdekaanUntuk mengetahui perkembangan bahasa
 Indonesia pada zaman kemerdekaanUntuk mengetahui perkembangan bahasa 
Indonesia pada zaman reformasi
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Pra Kemerdekaan
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa 
Melayu. Penerimaan tersebut tidak terjadi begitu saja Ada beberapa 
tahapan proses penerimaan itu membutuhkan waktu yang lama. Tahapannya 
meliputi :
1). Masa Pra-1928
Bila dilihat dari sudut pandang sejarah,
 bahasa Melayu merupakan bahasa perhubungan atau komunikasi sejak abad 
VII yaitu masa awal bangkitnya kerajaan Sriwijaya. Pada masanya kerajaan
 Sriwijaya menjadi pusat kebudayaan, perdagangan, tempat orang belajar 
filsafat, dan pusat keagamaan (Budha) dengan menggunakan bahasa 
perhubungannya yaitu bahasa Melayu.
Berdasarkan catatan sejarah, bahasa 
Melayu tidak saja berfungsi sebagai bahasa perhubungan. Namun, juga 
digunakan sebagai bahasa pengantar, bahasa resmi, bahasa agama, dan 
bahasa dalam penyampaian ilmu pengetahuan. Sebagai bahasa pengantar dan 
alat untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, bahasa melayu digunakan pada 
perguruan tinggi “Dharma Phala”. Selain itu, bahasa melayu juga 
digunakan sebagai bahasa penerjemah buku-buku keaagamaan misalnya buku 
keagaaman yang diterjemahkan ke bahasa Melayu oleh I Tsing.
Bukti lain adalah dengan ditemukannya berbagai prasasti yang menggunakan bahasa Melayu. Prasasti-prasasti tersebut antara lain :
a) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683 M.
b) Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684 M.
c) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686 M.
d) Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688 M.
e) Inskripsi Gandasuli di Kedu, Jawa Tengah tahun 832 M.
f) Prasasti Bogor, di Bogor tahun 942 M.
Masuknya agama Islam ke kepulauan 
nusantara, membuat kedudukan bahasa Melayu semakin penting. Para pembawa
 ajaran Islam memanfaatkan bahasa Melayu sebagai sarana komunikasi. Di 
samping itu, pembawa ajaran Islam ikut memperkaya khasanah kosa kata 
dalam bahasa Melayu. Abad XVIII, bangsa-bangsa Barat (Belanda) memasuki 
kepulauan Nusantara. Dalam mendirikan lembaga pendidikan, pemerintah 
Belanda mengalami kegagalan sehingga menyebabkan dikeluarkannya SK No. 
104/1631 yang antara lain berisi: “…Pengajaran di sekolah-sekolah bumi 
putera diberikan dalam bahasa Melayu.” Selain itu, juga tersusunnya 
Ejaan Van Ophyusen (tahun 1901) yang merupakan ejaan resmi bahasa Melayu
 dan diterbitkan dalam Kitab logat Melajoe. Buku ini disusun oleh 
Charles Andrianus van Ophuysen dengan dibantu oleh Soetan Makmoer dan 
Mohammad Taib Soetan Ibrahim.
Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang,
 pajah, sajang, dsb.Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, 
oemoer, dsb.Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk 
menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
Perkembangan bahasa Melayu berikutnya, 
tampak pada masa kebangkitan pergerakan bangsa Indonesia yang dimulai 
sejak berdirinya Boedi Oetomo (1908) yang telah menggunakan bahasa 
Melayu sebagai alat bertukar informasi dan komunikasi antar pergerakan. 
Hal ini dianggap penting dan perlu, karena dengan itu akan mudah dalam 
mencapai persatuan dan kesatuan dalam rangka bernasional.
Pada tahun 1908 Pemerintah Belanda 
mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama 
Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada
 tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan 
buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku 
penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang banyak 
membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Dalam Kongres II Jong Sumatera, 
diputuskan pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan antar jong. 
Tindak lanjut dari keputusan tersebut adalah dengan menerbitkan surat 
kabar Neratja, Bianglala dan Kaoem Moeda. Sebagai puncak keberadaan 
bahasa Melayu seperti yang diuraikan di atas, maka pada tanggal 28 
Oktober 1928 diselenggarakan Kongres Pemuda di Jakarta oleh berbagai 
Jong. Salah satu hasil gemilang dari Kongres pemuda yaitu dengan 
dicetuskannya ikrar Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda itu berisi:
1) Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia;
2) Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku bertanah air yang satu tanah air Indonesia;
3) Kami putera dan puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
2). Masa Pasca-1928
Cetusan ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan 
bahwa bahasa Melayu sudah berubah menjadi bahasa Indonesia. Perkembangan
 berikutnya dapat dilihat dengan berdirinya Angkatan Pujangga Baru tahun
 1933. Para pelopornya antara lain: Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn 
Pane, dan Amir Hamzah. Angkatan ini tampil dengan tema : “Pembinaan 
bahasa dan kesusastraan Indonesia.”
Pada masa itu terjadi krisis terhadap 
keberadaan bahasa Indonesia. Kaum penjajah (Belanda), berusaha 
mengganggu keberadaan bahasa Indonesia. Sehingga sejumlah pakar bahasa 
Indonesia sepakat untuk mengadakan Kongres I Bahasa Indonesia yang 
dilaksanakan di Surakarta (Solo) pada tanggal 25-28 Juni 1938. Sejumlah 
pakar yang ikut ambil bagian dalam kongres tersebut antara lain: K. St 
Pamoentjak; Ki Hadjar Dewantoro; Sanoesi Pane; Sultan Takdir 
Alisjahbana; Dr. Poerbatjaraka; Adinegoro; Soekrdjo Wirjopranoto; R. P. 
Soeroso; Mr. Moh. Yamin; dan Mr. Amir Sjarifudin. Kongres ini membahas 
bidang-bidang peristilahan, ejaan, tata bahasa, dan bahasa 
persuratkabaran. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha 
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar
 oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Kongres ini berarti 
pula sebagai cetusan kesadaran akan perlunya pembinaan yang lebih mantap
 terhadap bahasa Indonesia.
Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia 
(1 Mei 1942), pemakaian bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa 
perhubungan antar penduduk, disamping bahasa Jepang dan pelarangan tegas
 penggunaan bahasa Belanda. Keputusan itu sangat menggembirakan bagi 
pemekaran bahasa Indonesia dalam rangka bangkitnya. Hal ini terlihat 
dari munculnya sebuah Angkatan kesusastraan yang dipelopori Chairul 
Anwar, Idrus, Asrul Sani. Angkatan ini dikenal sebagai Angkatan 45.
Pada tanggal 20 Oktober 1942, dibentuk 
Komisi Bahasa Indonesia oleh Jepang. Tugas komisi ini adalah menyusun 
istilah dan tata bahasa normatif serta kosa kata umum bahasa Indonesia. 
Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia secara tidak langsung 
semakin mantap dan memperoleh tempat di hati penduduk.
B. Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Kemerdekaan
Bangsa Indonesia menyatakan 
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Keesokan harinya yaitu 
tanggal 18 Agustus ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 36 
bab XV UUD ‘45 berbunyi: “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”Pada 
tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan 
Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
a) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
b) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Peristiwa-peristiwa penting lainnya yang
 berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia pada zaman kemerdekaan 
sampai sebelum masa reformasi antara lain:Kongres Bahasa Indonesia II di
 Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 salah satu 
perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan 
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan 
sebagai bahasa negara.Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik 
Indonesia H. M. Soeharto, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia 
Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR
 yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.Pada 
tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan 
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum 
Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan 
Nusantara).Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta 
pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting
 bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka 
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan 
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 
1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa 
Indonesia.Kongres bahasa Indonesia IV yang diselenggarakan di Jakarta 
pada tanggal 21-26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam 
rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya 
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih
 ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar 
Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk
 menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai 
semaksimal mungkin.Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28
 Oktober s.d. 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus 
pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara 
Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei 
Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres
 itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan
 dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni 
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa 
Indonesia.Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober
 s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari 
Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, 
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, 
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar 
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi 
Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang 
Bahasa Indonesia.
Pada tahun 1953, Kamus Bahasa Indonesia 
muncul untuk pertama kalinya yang disusun oleh Poerwodarminta. Di kamus 
tersebut tercatat jumlah lema (kata) dalam bahasa Indonesia mencapai 
23.000 kata. Pada tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa 
Indonesia, dan terdapat penambahan 1.000 kata baru. Pada tahun 1988, 
terjadi loncatan yang luar bisa dalam Bahasa Indonesia. Dari 23.000 
kata, telah berkembang menjadi 62.000 pada tahun 1988. Selain itu, 
setelah bekerja sama dengan Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, berhasil 
dibuat 340.000 istilah baru di berbagai bidang ilmu.Pada tahun 1980-an 
ketika terjadi peledakan ekonomi secara luar biasa, saat produk asing 
berupa properti masuk ke perkantoran dan pusat perbelanjaan, banyak 
istilah asing masuk ke Indonesia. Istilah asing marak digunakan sehingga
 pemerintah menjadi khawatir. Pada tahun 1995 terjadi pencanangan 
berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Nama-nama gedung, perumahan dan
 pusat perbelanjaan yang berbau asing diganti dengan nama yang berbahasa
 Indonesia.
C. Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Reformasi
Perkembangan bahasa Indonesia masa 
reformasi, diawali dengan Kongres Bahasa Indonesia VII yang 
diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 
1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa 
dengan ketentuan sebagai berikut.
Keanggotaannya terdiri dari tokoh 
masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan 
sastra.Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan 
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan 
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Selain itu sampai tahun 2007, Pusat 
Bahasa berhasil menambah kira-kira 250.000 kata baru. Dengan demikian, 
sudah ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu. Sementara kata umum 
telah berjumlah 78.000. Namun, angin reformasi yang muncul sejak tahun 
1998 justru membawa perubahan buruk bagi bahasa Indonesia. Kerancuan 
penggunaan bahasa Indonesia makin marak di era reformasi. Penggunaan 
bahasa asing kembali marak dan bahasa Indonesia sempat terpinggirkan. 
Pada zaman reformasi salah satu pihak yang memiliki andil dalam 
perkembangan bahasa Indonesia adalah media massa baik cetak maupun 
elektronik. Tokoh pers Djafar Assegaf menuding sekarang ini kita tengah 
mengalami “krisis penggunaan bahasa Indonesia” yang amat serius. Media 
massa sudah terjerumus kepada situasi “tiada tanggung jawab” terhadap 
pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa kini 
cenderung menggunakan bahasa asing padahal dapat diterjemahkan ke dalam 
Bahasa Indonesia. Ini menunjukkan penghormatan terhadap bahasa Indonesia
 sudah mulai memudar. Hal ini disebabkan antara lain oleh perubahan 
zaman, reformasi yang tidak ada konsep yang utuh, sikap tidak percaya 
diri dari wartawan, redaktur, pemimpin redaksi dan pemilik perusahaan 
pers karena mereka cenderung memikirkan pangsa pasarnya, persaingan 
usaha antarmedia dan selera pribadi. Ada dua kecenderungan dalam pers 
saat ini yang dapat menimbulkan kekhawatiran akan perkembangan bahasa 
Indonesia. Pertama, bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim). 
Kedua, banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing dalam 
surat kabar. Namun, pers juga telah berjasa dalam memperkenalkan istilah
 baru, kata-kata dan ungkapan baru seperti KKN (korupsi, kolusi, 
nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator, 
arogan, hujat, makar dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut memang 
terdapat di kamus, tetapi tidak digunakan secara umum atau hanya 
terbatas di kalangan tertentu saja.
Selain itu, saat ini bahasa Indonesia 
sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah bahasa Inggris ataupun
 bahasa gaul. Di kalangan pelajar dan remaja sendiri lahir sebuah bahasa
 baru yang merupakan pencampuran antara bahasa asing, bahasa Indonesia, 
dan bahasa daerah. Bahasa tersebut biasa disebut dengan bahasa gaul. 
Keterpurukan bahasa Indonesia tersebut umumnya terjadi pada generasi 
muda. Bahkan sudah ada beberapa kalangan yang beranggapan dan meyakini 
bahwasanya kaum intelek adalah mereka-mereka yang menggunakan bahasa 
asing dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik yang total memakai bahasa
 asing ataupun mencampuradukkan bahasa asing tersebut ke dalam bahasa 
Indonesia.
Dengan alasan globalisasi, percampuran 
bahasa Indonesia dengan bahasa asing justru semakin marak. Kata-kata 
seperti “new arrival”, “sale”, “best buy”, “discount”, terpampang dengan
 jelas di berbagai toko dan pusat perbelanjaan. Media pun ikut 
mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia yang salah. Malahan tidak 
sedikit media yang memberikan judul acara dengan kata-kata dalam bahasa 
asing.
Saat ini penggunaan bahasa Indonesia 
baik oleh masyarakat umum, maupun pelajar mengalami maju-mundur. 
Perkembangan teknologi saat ini membuat penyebaran bahasa Indonesia 
hingga ke pelosok daerah semakin mudah dan berkembang pesat. Bahasa 
Indonesia semakin dikenal masyarakat. Jika pada awalnya masyarakat 
Indonesia yang terdiri dari multisuku, multietnis, multiras, dan 
multiagama susah bergaul antara sesama karena terdapat perbedaan bahasa,
 kini dengan adanya bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, semua 
elemen bangsa dapat berkomunikasi dengan yang lainnya. Ini merupakan 
salah satu bentuk kemajuan dalam bahasa Indonesia. Selain mengalami 
kemajuan, bahasa Indonesia juga memiliki kemunduran. Akibat pengaruh 
globalisasi dan pengaruh besar dari negara - negara besar seperti 
Amerika Serikat, bahasa Indonesia menjadi terpinggirkan. Bahkan dari 
kalangan masyarakat dan pelajar di Indonesia sendiri. Banyak yang 
menganggap sepele bahasa Indonesia dan lebih mementingkan bahasa lain 
seperti bahasa Inggris, bahasa Spanyol, bahasa Arab, bahasa Perancis, 
bahasa Jerman, bahasa Mandarin dan bahasa lainnya. Pelajar dan para 
pemuda juga menganggap sepele bahasa Indonesia. Kebanyakan dari mereka 
mengganggap bahasa Indonesia terlalu kaku, tidak bebas dan terasa kurang
 akrab. Mereka lebih menyukai bahasa baru yang dikenal dengan bahasa 
gaul yang merupakan campuran dari bahasa daerah, bahasa asing, dan 
bahasa Indonesia. Keadaan ini berbalik 180 derajat dari keadaan 78 tahun
 yang lalu, di saat para pelajar dan pemuda dengan semangat cinta tanah 
air menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa 
lainnya seperti Bahasa Belanda ataupun bahasa daerah. Alhasil, akibat 
pelajar menganggap sepele pelajaran bahasa Indonesia, banyak dari 
pelajar itu sendiri mendapatkan nilai yang rendah dalam pelajaran bahasa
 Indonesia. Parahnya lagi, sebagian penyebab banyaknya pelajar yang 
tidak lulus Ujian Nasional adalah karena mengganggap sepele pelajaran 
bahasa Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia 
itu menganggap remeh pelajaran bahasa Indonesia. Pertama, karena 
masyarakat Indonesia merasa tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia 
karena mereka sudah berbangsa dan bisa berbahasa Indonesia seadanya. 
Padahal sebenarnya belum tentu mereka bisa dan mampu berbahasa Indonesia
 dengan baik dan benar. Kedua, karena adanya kemunduran dan kemerosotan 
ekonomi Indonesia sejak beberapa tahun terakhir sehingga timbul rasa 
malu berbahasa Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia dalam 
pergaulan internasional. Ketiga, sebagai akibat adanya globalisasi yang 
membuat timbulnya pengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia 
dikalangan masyarakat Indonesia.
Sejak zaman reformasi tahun 1998 Bahasa 
Indonesia mengalami penurunan minat mempelajarinya di beberapa negara di
 dunia. Minat orang asing belajar bahasa Indonesia menurun akibat 
kondisi pengajaran bahasa Indonesia belakangan ini menunjukkan gejala 
penurunan. Gejala penurunan itu baik dari aspek intensitas 
penyelenggaraan maupun dari segi jumlah peminatnya. Penurunan intensitas
 penyelenggaraan pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing ini 
disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain, dari dalam negeri 
menurunnya minat itu akibat penyelenggaraan pengajaran untuk penutur 
asing itu sendiri maupun kondisi dari dalam negeri sendiri. Penurunan 
minat itu terjadi di negara seperti Australia, Belanda, dan Jerman. Hal 
itu akibat politik di negara tersebut, di Jerman bahkan pelajaran bahasa
 Indonesia di kampus-kampus peminatnya berkurang. Kalau sampai ditutup 
program ini, tertutup juga upaya untuk meningkatkan citra Indonesia di 
sana. Kurangnya minat mempelajari Bahasa Indonesia di beberapa negara 
diantaranya juga karena kurangnya sumber daya manusia. Namun sejak itu 
pun ada peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia dari negara seperti 
China, Jepang, AS, Mesir, dan negara Arab, serta negara serumpun 
berkembang pesat.
Salah satu upaya pemerintah Indonesia 
mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing, dengan 
pemasyarakatan alat uji bahasa Indonesia yang disebut Uji Kemahiran 
Berbahasa Indonesia (UKBI). Pusat Bahasa juga mencoba mensosialisasikan 
setiap programnya kepada instansi lain seperti membuka pusat-pusat 
kebudayaan Indonesia di beberapa negara. Pusat Kebudayaan ini sekaligus 
sebagai ajang promosi Indonesia pada masyarakat dunia. Saat ini pusat 
kebudayaan Indonesia itu sudah diupayakan didirikan di Canbera 
Australia, Los Angles AS, dan Washington DC AS.
D. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Secara formal sampai saat ini bahasa 
Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan, 
bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya 
lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri sebagai bahasa 
budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi yang 
berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama
 dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.
Bahasa Indonesia dikenal secara luas 
sejak "Soempah Pemoeda", 28 Oktober 1928, yang menjadikan bahasa 
Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pada saat itu para pemuda sepakat 
untuk mengangkat bahasa Melayu-Riau sebagai bahasa Indonesia. Para 
pemuda melihat bahwa bahasa Indonesialah yang berpotensi dapat 
mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan suku vangsa 
atau etnik. Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya isapan jempol. 
Bahasa Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa 
Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan dan 
persatuan bangsa yang berbagai etnis terpupuk. Kehadiran bahasaIndonesia
 di tengah-tengah ratusan bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen 
negatif bagi etnis yang menggunakannya. Sebaliknya, justru kehadiran 
bahasa Indonesia dianggap sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan 
sebagai penengah ego kesukuan.
Dalam hubungannya sebagai alat untuk 
menyatukan berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa
 masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai
 bangsa yang bersatu tanpa meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan 
kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa etnik yang 
bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia sebagai 
bahasa persatuan ini, kepentingan nasional diletakkan jauh di atas 
kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang 
berbeda-beda berpotensi untuk menghambat perhubungan antardaerah 
antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa Indonesia, etnis yang satu bisa 
berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian rupa sehingga tidak 
menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun latar 
belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air dengan 
memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini 
membuat adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa 
Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah 
antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah baiknya sarana 
perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat perhubungan umum, 
bertambah banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan bertambah banyaknya
 perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke 
daerah yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
 mulau dikenal sejak 17 Agustus 1945 ketika bangsa Indonesia menyatakan 
kemerdekaannya. Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa 
Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional atau lambang 
kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang
 mendasari rasa kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia 
menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan 
pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia dipelihara 
dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan menggunakan 
bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oelh bangsa Indonesia. 
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dijunjung tinggi di
 samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional bangsa 
Indonesia, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa 
Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi 
dengan lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili 
identitasnya sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan 
mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa
 lain, yang memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah/kata 
dari bahasa Inggris yang sering diadopsi, padahal istilah.kata tersebut 
sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat 
perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil
 pula menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau 
beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa 
Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, 
sekarang dapat dilihat kenyataan bahwa seni sastra dan seni drama, baik 
yang dituliskan maupun yang dilisankan, telah berkembang demikian 
pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa perasaan betapa pun halusnya 
dapat diungkapkan secara jelas dan sempurna dengan menggunakan bahasa 
Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat menambah tebalnya rasa kesetiaan
 kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan akan kemampuan bahasa 
Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-undang Dasar 
1945, bertambah pula kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa 
negara dan bahasa resmi. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, 
bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan 
kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis. Dokumen-dokumen, 
undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat yang dikeluarkan 
oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam bahasa 
Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa 
Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi 
internasional (antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang pidato 
kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa asing, terutama bahasa 
Inggris. Warga masyarakat pun dalam kegiatan yang berhubungan dengan 
upacara dan peristiwa kenegaraan harus menggunakan bahasa Indonesia. 
Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara, bahasa perlu senantiasa
 dibina dan dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan 
salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan ketenagaan, baik 
dalam penerimaan karyawan atau pagawai baru, kenaikan pangkat, maupun 
pemberian tugas atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini harus 
diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan 
bahasa Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai
 bahasa resmi, bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat 
komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan
 saja dipakai sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, tetapi
 juga dipakai sebagai alat perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan 
atau peristiwa formal lainnya. Misalnya, surat-menyurat antarinstansi 
pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan, lokakarya masalah 
pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pagawai ke instansi 
pemerintah. Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan 
menyangkut masalah nasional dan dalam situasi formal, berkecenderungan 
menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi, di antara pelaku komunikasi 
tersebut terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya antara bawahan -
 atasan, mahasiswa - dosen, kepala dinas - bupati atau walikota, kepala 
desa - camat, dan sebagainya.
Akibat pencantuman bahasa Indonesia 
dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945, bahasa Indonesia pun kemudian 
berkedudukan sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Di samping sebagai 
bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam hubungannya sebagai bahasa budaya,
 bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang memungkinkan untuk 
membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga 
bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri, yang 
membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa Indonesia 
dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya 
nasional. Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan 
kedudukannya sebagai bahasa budaya. Di samping itu, dalam kedudukannya 
sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung
 ilmu pengetahuna dan teknologi (iptek) untuk kepentingan pembangunan 
nasional. Penyebarluasan iptek dan pemanfaatannya kepada perencanaan dan
 pelaksanaan pembangunan negara dilakukan dengan menggunakan bahasa 
Indonesia. Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks serta penyajian 
pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan untuk 
masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan 
demikian, masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada 
bahasa-bahasa asing (bahasa sumber) dalam usaha mengikuti perkembangan 
dan penerapan iptek. Pada tahap ini, bahasa Indonesia bertambah perannya
 sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia oun dipakai bangsa Indonesia 
sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu pengetahuan kepada 
berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai 
bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga 
pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan
 tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh Indonesia, kecuali 
daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai 
bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa 
pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun 
ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia. 
Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya akhir 
mahasiswa - skripsi, tesis, disertasi, dan hasil atau laporan 
penelitian) yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, 
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian 
iptek, dan sekaligus menepis anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu
 mewadahi konsep-konsep iptek
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
Sejarah bahasa Indonesia pada zaman pra 
kemerdekaan dibagi menjadi dua tahapan yaitu pertama masa pra-I928 
ditandai dengan penggunaan bahasa Melayu pada zaman kerajaan Sriwijaya 
sampai dengan adanya ikrar Sumpah Pemuda. Kedua, masa pasca-1928 
ditandai dengan adanya ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan bahwa bahasa 
Melayu sudah berubah menjadi bahasa Indonesia sampai dengan pada tahum 
1942 dibentuk Komisi Bahasa Indonesia oleh Jepang.Perkembangan Bahasa 
Indonesia pada Zaman Kemerdekaan dimulai dari tanggal 18 Agustus 
ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 36 bab XV UUD ‘45 
berbunyi: “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”, sampai dengan 
diadakannya kongres Bahasa Indonesia kedua sampai ke delapan.Pada zaman 
reformasi diawali dengan Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta tanggal
 26-30 Oktober 1998. Hingga sekarang cenderung membawa perubahan buruk 
bagi Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sekarang sudah menjadi bahasa 
kedua setelah Bahasa Inggris dan bahasa gaul. Selain itu Bahasa 
Indonesia mengalami penurunan minat mempelajarinya di beberapa negara di
 dunia seperti Australia, Belanda, dan Jerman. Namun, juga ada 
peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia dari negara seperti China, 
Jepang, AS, Mesir, dan negara Arab. Saat ini Pusat Bahasa berupaya 
membuka pusat-pusat kebudayaan Indonesia di beberapa negara. Pusat 
Kebudayaan ini sekaligus sebagai ajang promosi Indonesia pada masyarakat
 dunia. Saat ini pusat kebudayaan Indonesia itu sudah diupayakan 
didirikan di Canbera Australia, Los Angles AS, dan Washington DC AS.B. 
Saran-Saran
untuk kelengkapan makalah ini maka kami 
sangat mengharapkan saran-saran yang sifatnya membangun, dan kami mohan 
maaf apabila ada kesalahan penulisan, karena kami juga manusia biasa 
yang tak luput dari salah dan khilaf,
Daftar Pustaka
Anonim. Bahasa Daerah Terancam Punah. www.jurnalnet.com. 18 Juli 2007.
Anonim. Bahasa Indonesia. www.wikipedia.com. 2007.
Anonim. Banggalah Berbahasa Indonesia. www.jurnalnet.com. 16 Juni 2007.
Anonim. Penggunaan Bahasa Indonesia Telah Diabaikan. www.sinarharapan.com. 2002.
Kusaeni, Akhmad. Bahasa Indonesia Jurnalistik di Era Reformasi. www.antara.com. 19 Desember 2007.
Moeliono, M. Anton. 1981. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
Saleh, Mustain. Bahasa Mana yang Berbudaya?. www.kacong-jebbing.com.
Yamilah, M., Slamet Samsoerizal. 1994. Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai sejarah perkembangan bahasa indonesia semoga bermanfaat.
