MAKALAH DEMOKRASI INDONESIA DALAM ARUS GLOBALISASI
Table of Contents
Kali ini admin postingkan makalah demokrasi indonesia dalam arus globalisasi silahkan simak di bawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PENGERTIAN
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan
suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi
adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik
negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis
lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang
sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga
negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan
saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah
lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan
legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat
atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat
yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum
legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau
hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh
melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti
oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara
sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara
berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti
hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung,
tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau
anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai
negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung
presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun
perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering
dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian
masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem
pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun
seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa
hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara
demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur
tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal,
narapidana atau bekas narapidana)
1.2 Sejarah dan Perkembangan Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang
diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap
sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi
modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan
definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan
perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal
dari dua kata, yaitu demos yang
berarti rakyat, dan kratos/cratein yang
berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat,
atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam
bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut
sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian
kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias
politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus
digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting
untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat
yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali
menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang
lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri
anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan
aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga
negara bukan saja harus akuntabel (accountable),
tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap
lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara
teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
BAB II
ISI
1.3 PENGERTIAN
Kata ‘globalisasi’ diambil dari kata global. Kata ini melibatkan
kesadaran baru bahwa dunia adalah sebuah kontinitas lingkungan yang
terkonstruksi sebagai kesatuan utuh. Marshall McLuhans menyebut dunia yang
diliputi kesadaran globalisasi in global village (desa buana). Dunia menjadi
sangat transparan, sehingga seolah tanpa batas administrasi suatu Negara. Batas
batas geografis suatau Negara menjadi kabur. Globalisasi membuat dunia menjadi transparan
akibat perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya sistem informasi
satelit.
Arus
globalisasi lambat laun semakin meningkat dan menyentuh hampir setiap aspek
kehidupan sehari-hari. Globalisasi memunculkan gaya hidup kosmopolitan yang ditandai
oleh berbagai kemudahan hubungan dan terbukanya aneka ragam informasi yang memungkinkan
individu dalam masyarakat mengikuti gaya-gaya hidup baru yang disenangi (Muctarom,
2005).
Istilah
globalisasi yang dipopulerkan Theodore Lavitte pada 1985 ini tela menjadi
slogan magis di dalam setiap topik pembahasan. Substansi gobalisasi adalah
ideologi yang menggambarkan proses interaksi yang sangat luas dalam berbagai
bidang: ekonomi, politik, sosial, teknologi dan budaya.
Globalisasi
juga merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses multilapis dan
multidimensi dalam realitas kehidupan yang sebagian besar dikonstruksi Barat,
khususnya oleh kapitalisme dengan nilai-nilai dan pelaksanaannya. Didalam dunia
global, bidang-bidang di atas terjalin secara luas, erat, dan dengan proses
yang cepat. Hubungan ini ditandai dengan karakteristik hubungan antara penduduk
bumi yang melampaui batas-batas konvensional, seperti bangsa dan Negara.
Keadaan demikian ini menunjukkan bahwa relasi antara kekuatan bangsa-bangsa di
dunia akan mewarnai berbagai hal, yaitu sosial, hukum, ekonomi, dan agama.
Fredman
(1999) mengartikulasikan globalisasi sebagai sebuah interelasi yang sedemikian eratnya
antara Negara, pasar dan teknologi. Kondisi ini memungkinkan baik perorangan, perusahaan,
maupun Negara untuk lebih mudah menjangkau ke seluruh penjuru dunia, lebih cepat,
lebih dalam, lebih luas dan tentu saja lebih murah daripada sebelumnya.
Globalisasi ditandai dengan disatukannya dunia dengan teknologi internet
(world-wide-web), meningkatnya fluktuasi
perdagangan internasional sampai ke derajat yang luar biasa; digantinya sistem,
mekanisme hingga budaya yang lama, yang tidak efisien dengan yang baru, yang
lebih produktif, lebih efisien, dan seluruh teman maupun lawan dikonversi
menjadi kompetitor.
Hemmer
(2002) memformuasikan globalisasi sebagai pembagian proses produksi ke berbagai
lokasi yang berjauhan, yang memacu pesatnya perdagangan barang, PMA, dan
integrasi antarpasar modal dunia, maupun semakin disesuaikannya struktur
permintaan dan konsumsi nasional/lokal terhadap produk-produk internasional.
Singkatnya, globalisasi adaah terjadinya
internasionalisasi
aktivitas ekonomi secara ekstrem.
Globalisasi yang mengemuka dewasa ini merupakan hasil dari sistem dan
proses pembangunan dunia internasional yang bertumpu kepada strategi “satu
memantapkan semua” yang dijalankan kaum kapitalis dalam masyarakat
internasional yang demikian heterogen. Strategi itu sendiri merupakan respons
terhadap tantangan cultural dan intelektual masyarakat internasional dewasa
ini. Konsep yang mulanya dirumuskan sebagai Konsensus Washington (Chomsky,
2001), akhirnya dipopulerkan dengan terminology globalisasi. Ia tampil sebagain
sebuah terminology baru, dalam bahasa mantan Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat, James Baker, disebut “sebuah tatanan ekonomi liberal global, sebuah
tatanan dunia kapitalis”.
Globalisasi
yang mengemuka dewasa ini merupakan hasil dari system dan proses pembangunan
dunia internasional yang bertumpu kepada strategi “satu memantapkan semua” yang
dijalankan kaum kapitalis dalam masyarakat internasional yang demikian
heterogen. Globalisasi bukan hanya, atau bahkan terutama, tentang saling
ketergantungan ekonomi, tetapi tentang transformasi waktu dan ruang dalam
kehidupan kita. Peristiwa di tempat yang jauh, entah yang berkaitan dengan
ekonomi atau tidak, memengaruhi kita secara lebih langsung dan segera daripada
yang pernah terjadi sebelumnya. Sebaliknya, keputusan yang kita ambil sebagai
individu-individu seringkali memiliki implikasi global. Kebiasan makan
masing-masing individu, misalnya mempengaruhi para produsen makann, yang
mungkin hidup di sisi lain dunia
ini.
Revolusi
komunikasi dan penyebaran teknologi informasi sangat erat kaitannya dengan proses-proses
globalisasi. Ini bahkan juga berlaku dalam area ekonomi. Pasar uang yang bergerak
dua puluh empat jam bergantung pada gabungan teknologi satelit dan computer
yang juga memengaruhi banyak aspek kemasyarakatan lainnya. Dunia dengan
komunikasi elektronik yang seketika, dimana bahkan yang berada wilayah
termiskin pun terlibat, mengguncang institusi-institusi lokal dan pola
kehidupan sehari-hari. Dampak televisi saja sudah demikian besar. Sebagian
besar komentator setuju, misanya, bahwa peristiwa-peristiwa tahun 1989 di Eropa
Timur tak akan terungkap sedemikian rupa jika tak ada televisi. Begitulah,
globalisasi menjadi kekuatan yang terus meningkat, dan dapat menimbulkan aksi dan
reaksi dalam kehidupan. Globalisasi melahirkan dunia yang terbuka untuk saling berhubungan,
terutama dengan ditopang teknologi informasi yang sedemikian canggih.
Topangan
teknologi informasi ini pada gilirannya dapat mengubah segi-segi kehidupan,
baikkehidupan material maupun kehidupan spiritual. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini di satu sisi memberikan kemudahan hidup bagi umat
manusia, tetapi di sisi lain dapat menimbulkan berbagai perubahan, diantaranya pergeresan
nilai. Soejatmiko menyebutkan tiga faktor utama yang mendorong terjadinya perubahan,
yaitu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor kependudukan dan ekologi
(lingkungan hidup). Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci perubahan.
Dalam konteks ini, Negara-negara Barat yang berbahasa Inggris, menurut John Naisbitt
dan Patricia Aburdence, akan mendominasi gaya hidup global.
1.4 Wujud
Globalisasi di Ranah Ekonomi
Pembahasan mengenai globalisasi
kembali mengemuka pada bulan November 2002 di Majalah Criminal Politic Magazine
terbitan Amerika dibawah rubric Globalology (al-Khatib, 2000). Majalah tersebut
mempublikasikan sebuah artikel berjudul “The Carrol Quigley-Clinton Connection”
(Hubungan Presiden Clinton dengan Profesor Carrol Quigley). Carrol Quigley adalah
dosen Clinton di Universitas Geogetown, yang mengasuh beberapa mata kuliah mengenai
ekonomi strategis pada salah satu program pascasarjana universitas tersebut.
Tulisan
itu menyebutkan, Carrol Quigley pernah mengijinkan Clinton mengutip kebijakan-kebijakan
yang bersifat rahasia dan meminta Clinton mempelajarinya dan turut serta mempersiapkan
kajian-kajian yang dapat menguntungkan Pemerintah Amerika. Clinton terus
melakukan kajian dan persiapan-persiapan selama kurun waktu 20 tahun. Akhirnya,
ia berhasil menelorkan ide-ide ekonomi yang berhubungan dengan Tata Dunia Baru.
Dia telah meletakkan asas-asas kajian dan penelitiannya yang dibuktikan dengan
pernyataan “tidaklah mudah menciptakan tata aturan dunia yang didasarkan pada
dominasi perekonomian internasional sebagai satu kesatuan”.
Ide-ide
ekonomi tersebut muncul ke permukaan pada awal dasawarsa 900-an. Ide tersebut
mengintroduksi strategi ekonomi dalam skala luas untuk melemahkan sosialisme
secara total dan menggantikannya dengan kapitalisme, termasuk ide globalisasi
ekonomi pasar, dan perdagangan bebas sebagai ide-ide yang diklaimaktual dan
paling relevan di era millennium.
Tokoh
yang menjadi perintis globalisasi ini adalah Presiden Clinton, mengingat
istilah ini muncul bersamaan dengan awal pemerintahannya. Strategi ekonomi
global ini dilakukan dengan melancarkan tenakan agar dihilangkannya
hambatan-hambatan, pajak-pajak, bea-bea masuk dan ketentuan-ketentuan mengenai
proteksi serta monopoli perekonomian Negara.
Globalisasi
ekonomi merupakan pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam
sebuah sistem ekonomi global. Segenap aspek perekonomian, pasokan dan
permintaan, bahan mentah, informasi dan transportasi, tenaga kerja, keuangan,
distribusi, serta kegiatan-kegiatan pemasaran meyatu atau terintegrasi dan
terjalin dalam huungan saling ketergantungan yang berskala dunia. Perjanjan
internasional di Marakesh, Maroko, April 1994 yang menghasilkan kesepakatan
internasional yang disebut General Agreement on Tariff and Trade (GATT) menjadi
tonggak awal dimulainya era globalisasi di bidang ekonomi. Substansi
kesepakatan GATT menunjukkan, setiap warga Negara yang mengikatkan diri dalam
perjanjian tersebut harus patuh pada aturan internasional yang mengatur
perilaku perdagangan antar pemerintah dalam era perdagangan bebas. Sebagai
tindak lanjut, pada 1995 dibentuk sebuah organiasasi pengawasan dan control
perdagangan global yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO). Kemudian
disusul oleh pembentukan blok-blok ekonomi, di Asia dibentuk Asean Free Trade
Area (AFTA), di Asia Pasifik dibentuk Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
dan di kawasan Eropa dibentuk Single European Market (SEM) dan di Negara-negara
Atlantik Utara dibentuk North America Free Trade Area (NAFTA).
Perdagangan
global tersebut dilandasi motivasi utama untuk memaksimalkan keuntungan (uang)
dan kekuasaan. Globalisasi yang menghendaki perdagangan bebas menuntut seluruh
perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar. Mekanisme pasarlah yang akan
menetukan apakah sebuah produk dari sebuah Negara dapat bersaing atau tidak.
Pola ekonomi global inilah yang kemudian memunculkan “neoliberalisme”. Pasar
akan dikuasai oleh komoditas-komoditas dari Negara maju yang akan memarginalkan
Negara-negara miskin.
Sebagai
akibatnya adalah munculnya kesenjangan ekonomi yang akut. Ini berarti
globalisasi ekonomi tidak menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat
lemah dan miskin, baik dalam skala internasional maupun nasional.
Fenomena
menunjukkan bahwa proses integrasi sistem ekonomi nasional ke dalam ekonomi
global terus berlangsung dengan penerapan format ekonomi liberal ke dalam
struktur perekonomian dunia. Sistem yang berlaku menunjukkan eksport untuk
setiap Negara ditujukan
untuk
pasar dunia, selain untuk pasar regional. Sistem ini mengharuskan dihapuskannya
batasan dan hambatan yang menghalangi arus masuk dan keluarnya modal, barang
dan jasa dari suatu Negara. Dengan demikian, pasar dan perekonomian dunia itu
bukan perekonomian yang tertutup dan terproteksi, melainkan perekonomian
terbuka, yang disebut dengan pasar terbuka, pasar bebas.
Pasar
tidak pernah memikirkan mengenai aspek sosial atau agenda penghapusan
kemiskinan. Pasar adalah mengenai bagaimana menghasilkan interaksi-interaksi
penawaran dan pemerintahan, yang pada akhirnya didominasi “pemain besar” yang
bertujuan mencari laba yang membutuhkan gagasan-gagasan besar yang sempurna.
Bukti paling jelas adalah liberalisasi sektor keuangan yang diperjuangkan World
Bank dan IMF sejak tahun 1980-an, yang kini menjadi sebab utama krisis ekonomi,
pelarian modal keluar, beban utang yang meningkat tajam, dan volatilitas
keuangan yang tidak berkesudahan yang membangkrutkan bangsa-bangsa Negara
berkembang dan miskin hanya dalam hitungan jam dan hari.
Globalisasi
adalah pasar yang mengglobal, atau kapitalisme global. Pasar bukanlah konsep
netral, tetapi nama lain dari kapitalisme. Kalau dulu bernama kapitalisme
internasional, sekarang berubah nama menjadi kapitalisme global, karena secara
kauntitatif telah membesar secara luar biasa. Kalau dulu sekitar tahun 1980-an,
transaksi keuangan dunia hanya sekitar 300 juta dollar sehari, sekarang di
tahun 1990-an meningkat tajam menjadi 1 trilliun dollar sehari. Kalau dulu
transaksi memerlukan waktu berhari-hari, sekarang cukup dalam hitungan per
detik, maka milliaran dollar bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain,
berkat electronic mail. Jadi, arti kata global mengandung arti lingkupnya yang
kompak, terintegrasi dan menyatu, menggantikan ekonomi nasional dan regional.
Pasar dengan sendirinya berlawanan dengan
agenda penghapusan kemiskinan yang hendak dilakukan oleh siapa pun ( Setiawan,
2006), baik pemerintah nasional, badan-badan PBB, organisasi-organisasi
non-pemerintah, organisasi-organisasi charity, badan-badan keagamaan, dan
lain-lain. Upaya penghapusan kemiskinan akan mirip “menabur garam di laut”,
selama globalisasididefinisikan seperti sekarang ini, yaitu globalisasi versi
neoliberal. Globalisasi seperti ini mengandung dua ciri utama, yaitu:
1. Multilateralisme, yaitu kekuasaan badan-badan
antarpemerintah yang telah menjadi kepanjangan tangan ekspansi global
kapitalisme, yaitu tiga bersaudara (triumvirat) Bank Dunia-IMF-WTO.
Lembaga-lembaga Bretton Woods semula dimaksudkan untuk menstabilkan perekonomian
setelah Perang Dunia II guna membangun kesejahteraan Negara-negara anggotanya.
Paham dasarnya adalah Keynesian. Akan tetapi semenjak 1980-an, bersamaan dengan
dominannya paham neoliberal, multilateralisme telah bertukan paham ikut memeluk
neoliberalisme. Dan bersamaan dengan kapitalisme global, multilateralisme telah
menempatkan dirinya menjadi supra-negara. Operasi badan-badan ini telah
melabrak kedaulatan nasional Negara, mengintervensi kebijakan domestic, dan
memfasilitasi masuknya TNC untuk menguasai ekonomi suatu Negara bersangkutan.
Multilateralisme juga berarti koherensi atau kerjasama erat di antara Bank
Dunia-IMF-WTO dalam operasi-operasinya, khususnya dengan menggunakan
cross-conditionalities (prasyarat bersilang) kepada Negara-negara Dunia Ketiga.
Akan tetapi perlu diingat bahwa di balik badan-badan ini dikuasai sepenuhnya
oleh kepentingan Negara-negara maju, khususnya hegemoni Amerika Serikat dan Negara-negara
G-7 (Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Jepang, Italia).
2. Transnasionalisasi, yaitu menguatnya monopoli
dan konsentrasi modal serta kekuasaan ekonomi kepada korporasi-korporasi besar
dunia. Semua mekanisme kapitalisme global berujung pada keuntungan di pihak TNC
(Transnational Corporation). Globalisme dan multilateralisme adalah sistem dan
mekanisme guna menempatkan TNC pada kedudukan utama. Ini memudahkan TNC
melakukan ekspansi ke berbagai Negara dengan mendapat berbagai kemudahan,
seperti tarif bea masuk yang rendah atau malahan nol persen; kemudahan invetasi
lewat penanaman modal asing 100%; penguasaan dan monopoli HAKI sehingga
teknologi terus menerus dikuasai mereka; kemudahan untuk menguasai dan memonopoli
berbagai sektor usaha di berbagai Negara, bahkan yang bersifat barang
publik(public goods). Hal ini semua yang diatur oleh WTO, IMF, dan Bank Dunia.
Semua kemudahan tersebut dan penghapusan atas berbagai hambatan usaha di suatu
Negara akan semakin memperbesar TNC dan membuatnya sebagai penguasa dunia yang
sebenarnya.
Mekanisme globalisasi yang juga merupakan bentuk kolonialisme baru
adalah utang. Utang pada dasarnya bukanlah semua kedermawanan atau bantuan
Negara maju kepada Negara berkembang. Kebalikannya, utang merupakan bagian
utama dari kolonialisme baru. Semenjak 1950-an, sudah disadari bahwa utang
merupakan instrument bagi pendiktean kepentingan Negara-negara Barat kepada
Negara miskin peminjamnya. Meskipun dalihnya adalah bunga lunak yang
meringankan, kenyataannya nilai politisnya jauh lebih bear. Jadi, nilai
dominasi Negara maju untuk mendikte yang boleh dan yang tidak, atau kebijakan
yang baik dan buruk bagi mereka, merupakan dasar dari strategi pembangunanisme
yang salah kaprah. Utang merupakan alat ampuh hegemoni Negara Barat atas
klien-kliennya, sehingga posisi Negara-negara miskin tersebut ada dibawah
(disubordinasi). Utang telah memainkan peran yang luar biasa dalam menjaga
suatu Negara tunduk pada orbit kapitalisme Barat. Utang juga menguntungkan,
karena tingkat pengembaliannya lebih pasti ketimbang utang komersial, karena
dijamin Negara. Negara pasti membayar. Utang adalah bisnis yang stabil. Dan
makin lama jangka waktu pinjamannya, maka semakin menguntungkan, karena berarti
pokok dan bunganya akan berlipat-lipat dalam jangka waktu lama. Dalih bahwa
bunga utang dari Bank Dunia dan IMF sangat ringan, juga menyesatkan. Asat ini,
bunga utang komersial di tingkat domestic Negara-negara Barat juga kecil,
berkisar antara 2-5%; bahkan di Jepang pernah bunga utang bang komersial sampai
minus. Jadi, dengan memberikan utang kepada Negara-negara berkembang, mereka
sebenarnya diuntungkan. Mereka memang harus mencari pasar di luar, karena pasar
domestik mereka stagnan. Apalagi dana pensiun dan dana-dana yang parker dari
orang-orang kaya Negara berkembang tidak bisa diserap mereka, sehingga mereka
harus mencari pinjaman di lua negeri mereka. Utang juga menghidupkan
perekonomian mereka sendiri, karena berarti terbuka luas order untuk
perusahaan-perusahaan di Negara maju. Ini karena utang tidak berbentuk tunai
dan juga tidak bebas digunakan. Utang adalah in-natura (barang) dan mengikat
(tied-aid) dalam arti penggunaannya harus sesuai dengan kepentingan si pemberi
pinjaman. Ini berarti supliernya harus dari Negara pemberi utang.
Begitu
pun konsultan-konsultannya, harus dari mereka. Jadi, utang pada dasarnya memberi
penghidupan kepada mereka sendiri. Yang disebut sebagai bantuan atau grant
jumlahnya sangat kecil, dan hanya dipakai sebagai “pancingan” atau gula-gula
pemikat untuk proyek utang yang lebih besar. Grant juga dipakai untuk
memastikan bahwa si pengutang betul-betul akan membayar utangnya. Utang juga
tutup mata mengenai korupsi, yang penting “business must go on”. Jadi, pada
dasarnya korupsi direstui, karena mereka terus saja mengucurkan utang, meskipun
mereka tahu bahwa setiap tahun uang pinjaman tersebut bocor. Utang dengan demikian
adalah sebuah bisnis kotor, dan juga kepanjangan bagi kolonialisme baru.
Bentuk nyata Globalisasi adalah privatisasi. Privatisasi atau swastanisasi
secara umum berarti pengalihan BUMN kepada perusahaan swasta. Akan tetapi kini
arti privatisasi lebih luas dari sekedar penjualan asset publik lewat lelang
publik atau penjualan langsung, yaitu termasuk juga berbagai cara lain, seperti
pemberian sub-kontrak dan konsesi dari jasa pemerintah, perjanjian lisensi,
kontrak manajemen, perjanjian penyewaan usaha, peralatan atau asset, perjanjian
usaha patungan (joint-venture¬), secara skema (Build-Operate-Transfer).
Privatisasi
baru berkembang pesar dalam 15 tahun terakhir ini, khususnya setelah Bank Dunia
menjalankan program penyesuaian struktural (Structural adjustment) dan setelah
IMF menjalankan program poverty reduction and growth facility (PRGF) di tahun
1980-an. Kedua lembaga ini menekankan kepada liberalisasi perdagangan,
pengurangan devisit anggaran, dan memperbaiki kemampuan pemerintah dalam
membayar utang-utangnya. Dari sinilah privatisasi dijadikan sebagai pilihan
strategi global; dan sejak itu dijalankan oleh berbagai Negara berkembang, khususnya
yang menderita ketidakseimbangan ekonomi makro dan terlilit utang.
IMF
secara instrumental menerapkannya melalui Letter of Intent, sementara Bank
Dunia menyediakan pinjaman khusus untuk proyek-proyek privatisasi lewat
asistensi teknis dan finansial. Privatisasi dalam keyataannya bukan sekedar
mengatasi masalah fiskal, tetapi adalah
komponen
utama dari sebuah paradigma governance baru, yang disebut neoliberal; yaitu tuntutan
akan efisiensi dan efektivitas pemerintahan yang saat ini dianggap berada di
bawah standard an mengalami tekanan anggaran. Privatisasi adalah paradigm
korporatis, berorientasi ke pasar, mencari keuntungan, dan meminimalkan peran
Negara daam perekonomian. Dalam praktikya, privatisasi adalah penjualan
asset-aset pemerintah secara murah kepada pihak swasta, bahkan asset yang
termasuk hajat hidup publik, seperti air, jalan raya dan lain-lain.
1.5 Wujud
Globalisasi di Ranah Politik
Kehidupan politik mencakup
bermacam-macam kegiatan berkaitan dengan perilaku politik individu maupun
kelompok kepentingan. Seorang individu atau kelompok dapat disebut berpolitik
manakala mereka berpartisipasi dalam kehidupan politik dan aktivitas mereka berhubungan
dengan pelaksanaan kebijaksanaan untuk suatu masyarakat. Globalisasi ekonomi
dan budaya yang diprakarsai Negara-negara Barat merupakan bagian dari kebijakan
sistem Barat yang melibatkan suatu masyarakat, turut serta melaksanakan
kebijaksanaan politik Barat. Kebijakan politik tidak hanya menyangkut hubungan
politik maupun ekonomi, melainkan juga demokratisasi, lingkungan hidup dan hak
asasi manusia.
Kelompok-kelompok
Negara yang bekerja sama dalam bidang ekonomi seperti AFTA, APEC, SEM maupun
NAFTA, pada hakikatnya tidak lepas dari kebijakan politik. Dunia Barat yang memegang
kebijaksanaan ekonomi global itulah yang melontarkan isu demokratisasi. Demokrasi
tidak sekedar menjamin hak politik dan tegaknya rule of law. Demokrasi juga
harus mencakup bidang ekonomi dengan penguasaan kekuatan-kekuatan ekonomi dan
upaya memperkecil perbedaan sosial dan ekonomi, terutama perbedaan-perbedaan
yang timbul dari distribusi kekayaan yang tidak merata. Isu demokrasi dalam hal
ini mencakup masalah-masalah: upah minimum, pensiun, pendidikan umum, asuransi,
mengurangi pengangguran, dan sebagianya.
Globalisasi
politik juga melibatkan isu lingkungan hidup (environment) yang meliputi
seluruh bentuk lingkungan yang terdiri dari:
1. Lingkungan mati atau lingkungan fisik
(physical environment).
2. Lingkungan biologis (biological environment)
3. Lingkungan manusia dan lingkungan
sosial-budaya (social and cultural environment)
Dalam Bab I Pasal I Ayat UU Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
disebutkan: lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang
memengaruhi kelangsungan perilaku kehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya.
Manusia
menempati posisi terpenting dalam lingkungan hidup ini untuk melindungi
lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutu serta untuk menjamin
kelestariannya. Lingkungan hidup harus mendapat perhatian dan penanganan secara
terpadu, baik dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan,
pengendalian, pemulihan maupun pengembangannya.
Pengelolaan secara terpadu ini mempertimbangkan kesatuan ekosistem di
dalam unsure-unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Isu lingkungan
hidup menggambarkan kecemasan dunia Barat terhadap ‘perilaku’ Negara Dunia
Ketiga dalam mengeksplorasi sumber dayanya. Pemanasan global, polusi, efek
rumah kaca dan kelangkaan flora fauna dijadikan komoditas politik Negara maju
dalam mengatur kebijakan politik dan eknomi Negara Dunia Ketiga. Sebuah bantuan
(baca: utang) luar negeri Negara Dunia Ketiga acapkali dibumbui proposal
lingkungan hidup (termasuk demokratisasi tentunya) dengan versi Negara
investor. Standarisasi ini menjadikan Negara Dunia Ketiga menjadi tidak
independen dalam menentukan sikap politik Negara masing-masing.
Selain
lingkungan hidup, yang masih menjadi isu politik global adalah Hak Asasi
Manusia (HAM). Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Nomor 39 Tahun
1999, Bab I, Pasal 1, Ayat 1 menyebutkan pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setap orang
demi kehormatan atas perlindungan harkat dan martabat manusia. Persoalan HAM
meliputi penentuan nasib sendiri, pencegahan diskriminasi, administrasi
peradilan, penahanan dan penganiayaan, kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan termasuk
genosida, lembaga perbudakan dan lembaga praktik serupa, kewarganegaraan,
ketiadaan kewarganegaraan, suaka dan pengungsi, perkawinan dan keluarga, anak-anak
dan remaja, hak bekerja dan sipil wanita, kebebasan informasi dan perlindungan
data, penduduk asli dan kelompok minoritas.
Hak
Asasi Manusia sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
dan beberapa instrumennya merupakan refleksi dari The Universal Declaration of
Human Right sebagai Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
diumumkan pada tanggal 10 Desember 1948.
Seperangkat
hak yang melekat pada manusia, dalam perspektif HAM, adalah anugerah Tuhan Yang
Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi Negara, hukum, pemerintah
dan setiap orang, demi kehormatan dan martabat manusia. Karena itu, siapa pun yang
tidak melaksanakan hak asasi manusia berarti mengingkari martabat manusia. Hak
asasi manusia dalam konteks ini menjadi instrument dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konsep hak asasi manusia adalah konsep
Negara-negara Barat yang mendominasi PBB, untuk mencapai perdamaian dan
keamanan dunia yang diselaraskan dengan keberadaan manusia dan menempatkan
manusia pada posisi yang terpisah dengan Tuhannya. Hak asasi manusia
diduplikasikan menjadi hegemoni politik Barat melalui jalur penguasaan ekonomi
dan teknologi.
Dalam
posisi ini, Negara harus tunduk kepada beberapa konvensi hak asasi manusia dan beberapa
turunannya dalam konvensi hak PBB. Inplikasinya, sebuah Negara harus bersikap domokratis
dan siap mengubah beberapa kebijakan yang melanggar etatosentrik.
Internasionalisasi
etatosentrik lebih cenderung menggambarkan keberpihakan politik Negara maju
kepada Negara Dunia Ketiga. Kebutuhan akan agenda dan masalah bersama diantara
Negara-negara di dunia mengerucut kepada ide untuk membentuk organisasi
internasional. Consensus dari organisasi internasonal ini telah membawa kesadaran
kolektif beberapa Negara terhadap permasalahan yang dihadapinya. Sebuah
pembangunan di kawasan akan berhadapan dengan perbedaan budaya, kebutuhan dan
cara pandang suatu Negara terhadap sikap sosial, politik, ekonomi, budaya sampai
pertahanan dan keamanan. Komunitas professional juga mempunyai kebutuhan bersama
terhadap ratifikasi traktat atau konvensi yang diberikan PBB. Pada akhirnya,
jaringan organisasi ini lebih mudah digunakan daripada kemampuan kekuatan
diplomatic antarnegara.
Fenomena
cukup menarik ditunjukkan bahwa globalisasi politik berimplikasi pada model hubungan
internasinal, secara spesifik dengan globalisasi tiga dunia (kapitalis,
sosialis maupun Dunia Ketiga) dapat bersatu. Perang Dingin telah menjadi
sejarah, dan kepentingan untuk membentuk dunia baru telah menjadi kepentingan
bersama. Interpretasi dari analisis ini ditunjukkan Waters (1995). Pertama,
pembangunan liberalisasi demi menunjukkan meleburnya kekuatan super power
(pasca-Soviet). Kedua, kemenangan Amerika Serikat dalam Perang Dingin dan
perang di Kuwait (dan terbaru di Afghan) merupakan kombinasi antara Negara adidaya
militeristik dengan Negara yang kuat pendanaan. Ketiga, kepentingan dunia yang multipolar
telah berganti menjadi model hubungan internasional.
Analisis
budaya politik dibangun oleh Fukuyama (1992) dan Huntington (1991). Nilai dan budaya
politik akhirnya mengerucut kepada kebutuhan akan kesamaan cara pandang dalam memahami
hubungan antarnegara. Implikasinya, setiap Negara kembali menguatkan tradisi nasionalnya
agar tetap mampu bersaing dalam dunia global.
Soros
(2001) menilai kekuatan budaya Negara dan bangsa seperti etika konfusian akan memenangkan
pertarungan dalam globalisasi ini. Namun, pertarungan antara kepentingan pribadi
dan kapitalis akan berhadapan dengan kepentingan bangsa atau kepentingan
publik. Disinilah perdebatan antara kapitalisme dan demokrasi. Untuk itu, perlu
kombinasi yang kuat antara sistem kapitalisme dengan nilai demokrasi sebuah
Negara. Hegemoni Negara adidaya yang akan memainkan peran ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa
demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan
telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan
bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.
Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah
daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan
nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara
warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh
nilai-nilai demokrasi.
Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering
mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar
nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain,
kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang
di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang
dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu
masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita
sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan
Globalisasi merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan proses multilapis dan multidimensi dalam realitas kehidupan
yang sebagian besar dikonstruksi Barat, khususnya oleh kapitalisme dengan
nilai-nilai dan pelaksanaannya. Didalam dunia global, bidang-bidang di atas
terjalin secara luas, erat, dan dengan proses yang cepat. Arus globalisasi lambat laun semakin meningkat dan menyentuh
hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari.
Globalisasi ekonomi merupakan pengintegrasian
ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam sebuah sistem ekonomi global.
Globalisasi yang menghendaki perdagangan bebas menuntut seluruh perekonomian
diserahkan pada mekanisme pasar. Globalisasi adalah pasar yang mengglobal, atau
kapitalisme global.
Fenomena cukup menarik ditunjukkan bahwa
globalisasi politik berimplikasi pada model hubungan internasinal, secara
spesifik dengan globalisasi tiga dunia (kapitalis, sosialis maupun Dunia
Ketiga) dapat bersatu. Kebijakan politik tidak hanya menyangkut hubungan
politik maupun ekonomi, melainkan juga demokratisasi, lingkungan hidup dan hak
asasi manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Hendra
Nurtjahto, S.H., M.Hum. 2006” Filsafat Demokrasi”. Jakarta: PT Bumi Aksara.
2.
“http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi“
3.
Wijianti, S.Pd. dan
Aminah Y., Siti, S.Pd. 2005 “ Kewarganegaraan (Citizenship)”. Jakarta:
Piranti Darma Kalokatama.
4.
“
http://www.coop-indonesia.com/Globalisasi”( Adi Sasono)”.
5.
Ainul Yaqin, Ari Wahyu
Astutik,AziZah Hefni, Benny Susetyo, Haryono, Hasan Abadi, Henry Wira Novianto,
Heri Setiyono, Fadillah Putra, Mas’ ud Said, Moh. Muzakki, Em Najib Ghoni,
Samsul Arifin, Setiyono Wahyudi, Siti Lailatus Sofiyah, Sutomo Dan Yunan
Syaifullah. (2007). Averroes press, Pondok ABM Permain JL.Manunggal Kavling A-3
Mojolangu-Malang 65142 Telp/Fax:0341-472473.,www.averroespress.net,
www.averroes.or.id
Demikianlah yang saya bagikan mengenai Demokrasi indonesia dalam globalisasi semoga bermanfaat.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai Demokrasi indonesia dalam globalisasi semoga bermanfaat.