DAMPAK RIBA TERHADAP PRIBADI DAN MASYARAKAT
DAMPAK RIBA TERHADAP PRIBADI DAN MASYARAKAT - Kali ini admin postingkan dampak riba terhadap pribadi dan masyarakat silahkan simak dibawah ini.
DAMPAK RIBA TERHADAP PRIBADI DAN MASYARAKAT
Oleh: Zaenal Abidin, Lc
HAKIKAT RIBA
Riba, menurut bahasa artinya bertambah
dan tumbuh; sebagaimana firman Allah: Dan kamu lihat bumi itu kering,
kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan
suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al
Hajj:5).
Sedangkan menurut istilah, artinya suatu
transaksi yang memberi syarat tambahan atau suatu kegiatan akad yang mengambil
untung atas modal dasar tanpa melalui proses transaksi yang sah menurut
syariat. Atau mengambil untung tanpa memberi imbalan kepada pihak lain, ketika
melakukan transaksi ribawi. Begitu juga setiap bentuk transaksi yang diharamkan
oleh agama, bisa disebut sebagai riba.
Oleh sebab itu, orang yang mengembangkan
hartanya dengan cara riba disebut murabbi, karena dia melipatgandakan
hartanya yang ada pada orang lain melalui utang-piutang, simpan-pinjam atau
tukar- menukar. Baik keuntungan tersebut diperoleh dari selisih tukar-menukar,
atau karena masa tenggang yang diberikan kepada peminjam.
MACAM-MACAM RIBA
Riba, terbagi menjadi dua macam. Yaitu
riba fadhl dan riba nasi’ah.
Pertama, riba fadhl. Ialah jual-beli satu jenis
barang dari barang-barang ribawi dengan barang sejenisnya, dengan nilai (harga)
lebih. Misalnya, jual-beli satu kwintal gandum dengan satu seperempat kwintal
gandum sejenisnya, atau jual-beli satu sha’ kurma dengan satu setengah sha’
kurma, atau jual- beli satu ons perak dengan satu ons perak ditambah satu dirham.
Kedua, riba nasi’ah. Terbagi menjadi dua:
- Riba jahiliyah. Jenis riba ini
diharamkan oleh Allah dalam firmanNya, artinya: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda. (QS Ali
Imran:130).
Hakekat riba nasi’ah
ini, misalnya si A mempunyai piutang pada si B dan akan dibayar pada waktu yang
telah disepakati. Setelah jatuh waktu yang telah ditentukan, si A bilang kepada
si B,”Kamu melunasi hutangmu atau aku beri tenggang waktu dengan uang
tambahan.” Jika si B tidak melunasi hutang pada waktunya, si A meminta uang
tambahan dan memberi tenggang waktu lagi. Begitulah seterusnya, hingga akhirnya
dalam beberapa waktu hutang si B menumpuk berlipat dari hutang awalnya
-
Riba nasi’ah, yaitu jual beli
barang-barang ribawi. Misalnya, emas perak atau gandum atau sya’ir (sejenis)
gandum, atau kurma dengan barang-barang ribawi lainnya secara tertunda. Contoh:
seseorang menjual satu kwintal kurma dengan satu kwintal gandum hingga
waktu-waktu tertentu, atau ia menjual sepuluh dinar emas dengan seratus dua
puluh dirham perak hingga waktu-waktu tertentu.
BARANG-BARANG POKOK RIBA
Barang-barang pokok riba ada enam. Yaitu:
emas, perak, gandum, sya’ir (sejenis gandum), kurma dan garam.
Rasulullah bersabda, artinya: Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir (sejenis gandum), kurma dengan kurma, dan
garam dengan garam. Ukurannya sama dari tangan ke tangan (kontan). Jika
jenis-jenisnya tidak sama, maka juallah sesuka kalian asalkan secara kontan.
(HR Muslim).
Para
ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan para imam, mengqiyaskan apa saja yang
mempunyai makna dan ilat dengan keenam jenis di atas, dari apa saja yang
bisa ditakar, ditimbang, dimakan dan disimpan. Misalnya: seluruh biji-bijian,
minyak, madu dan daging.
Sa’id bin Al
Musayyib Radhiyallahu 'Anhu berkata,”Tidak ada riba, kecuali pada apa yang bisa
ditakar dan ditimbang dari apa saja yang bisa dimakan dan diminum.”
RIBA DALAM TIMBANGAN SYARIAT
Riba hukumnya haram, sebagaimana telah dijelaskan dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam .
Allah berfirman, artinya:”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabb mereka lalu berhenti, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu; dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah:275).
Allah berfirman, artinya: Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang
yang beriman, beramal shalih, mendirikan shalat dan membayar zakat, mereka
mendapat pahala dari sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan
tidak pula mereka bersedih hati. (QS Al Baqarah:276-277).
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan,
bahwa Dia menghapuskan dan melenyapkan riba dari pelakunya, baik secara total
maupun menghilangkan keberkahan hartanya, sehingga tidak bermanfaat. Bahkan Dia
memandangnya tidak ada. Pada hari kiamat nanti, Allah akan menyiksanya.
Sebagaimana firman Allah, artinya: Dan sesuatu riba yang kamu berikan, agar
dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
(QS Ar Rum:39).
Dari Ali dan Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah bersabda, artinya: Allah melaknat pemakan riba, yang mewakili transaksi
riba, dua saksinya dan orang yang menuliskannya. (HR Bukhari).
Satu dirham riba yang
dimakan seseorang dengan sepengetahuannya itu, lebih berat dosanya daripada
tiga puluh enam berbuat zina. (Diriwayatkan Ahmad dengan sanad shahih).
Riba mempunyai
tujuh puluh pintu. Pintu yang paling ringan ialah seorang laki-laki menikahi
ibunya. (HR
Hakim dan ia men-shahihkannya).
Rasulullah bersabda,
اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ
بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ
الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ
Jauhilah tujuh
perkara yang membawa kepada kehancuran. Para sahabat bertanya,”Apakah ke tujuh
perkara itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,”Yaitu syirik kepada Allah,
sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan
agama, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dalam peperangan
dan melontarkan tuduhan zina terhadap wanita-wanita mukminah yang terjaga dari
perbuatan dosa dan tidak tahu-menahu tentangnya. (HR Bukhari dan Muslim).
HIKMAH DIHARAMKAN RIBA
Diantara hikmah diharamkannya riba,
selain hikmah-hikmah umum secara menyeluruh berkaitan dengan perintah-perintah syar’i,
yaitu: menguji keimanan seorang muslim, hikmah-hikmah umum lainnya ialah:
Pertama, melindungi harta seorang
muslim agar tidak dimakan dengan bathil.
Kedua, mendorog kaum muslimin
untuk menginvestasikan hartanya pada usaha-usaha yang bersih dari penipuan,
menjauhi hal-hal yang bisa menimbulkan kesulitan dan kemarahan diantara kaum
muslimin, misalnya: dengan cocok tanam, industri bisnis yang benar dan lain
sebagainya.
Ketiga, menutup pintu permusuhan
diantara kaum muslimin.
Keempat, menjauhkan kaum muslimin
dari kebinasaan. Karena pemakan riba sebagai orang yang zhalim. Dan akibat dari
kezhaliman ialah kesusahan, Allah berfirman, artinya: Hai manusia,
sesungguhnya (bencana) kezhaliman kalian
akan menimpa diri kalian sendiri. (QS Yunus:23).
Rasulullah
bersabda, artinya: Takutlah kalian kepada kezhaliman, karena kezhaliman
adalah kegelapan pada hari kiamat. Dan takutlah kalian terhadap sifat kikir,
karena kikir membawa orang-orang sebelum
kalian saling menumpahkan darah dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan kepada
mereka. (HR Muslim).
Kelima, membuka pintu-pintu
kebaikan bagi kaum muslimin sebagai bekal untuk akhiratnya. Misalnya dengan
memberi pinjaman kepada saudaranya seiman tanpa minta uang tambahan atas
hutangnya, memberi kemudahan dan
menyayanginya untuk mendapat pahala di akhirat.
DAMPAK NEGATIF RIBA BAGI PRIBADI DAN MASYARAKAT
Riba merupakan usaha kotor dan haram.
Merupakan hasil usaha yang tecela dan tidak ada berkahnya, bahkan hanya
mendatangkan malapetaka dan bahaya bagi siapa saja yang ikut serta dan membantu
mensukseskan segala transaksi riba; baik pemberi modal, peminjam, penulis dan
saksi. Memberi bantuan harta dan tenaga dalam rangka melancarkan transaksi,
menyewakan gedung, peralatan kantor dan transportasi untuk proses kelancaran
transaksi, atau memberi motivasi dan rekomendasi bagi para pelaku riba. Atau
melakukan pembelaan terhadap mereka dalam kasus hukum, melindungi dan
mengamankan mereka. Atau seluruh tindakan yang bersifat mendukung, melancarkan
dan mensukseskan transaksi riba yang terkutuk serta sarat dengan tindakan
aniaya. Maka, secara langsung atau tidak, mereka telah menyatakan perang dengan
Allah dan RasulNya.
Seluruh bentuk transaksi riba akan
membawa akibat buruk, dosa besar,
malapetaka dan menjerumuskan para pelakunya kepada jurang kenistaan,
serta mendatangkan bahaya bagi pribadi dan masyarakat, baik di dunia dan
akhirat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata,”Keharaman riba lebih berat dibanding perjudian. Karena pengembang riba
mendapat imbalan secara jelas dari orang yang kesusahan. Adapun penjudi bisa
mendapatkan keuntungan (dan) bisa tidak. Dan riba merupakan kezhaliman yang nyata, karena eksploitasi dan
penindasan orang kaya atas orang miskin.”
Adapun bahaya dan dampak negatif riba
terhadap pribadi dan masyarakat, baik dari sisi agama, dunia dan akhirat
sebagai berikut:
Pertama. Sebagai bentuk maksiat
kepada Allah dan RasulNya.
Tidak diragukan, bahwa orang yang
melakukan atau membantu transaksi riba secara terang-terangan, ia telah
menentang ajaran yang dibawa Rasulullah. Padahal Allah berfirman, artinya: Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul, takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa adzab yang pedih. ( An Nur 63).
Rasulullah juga bersabda,
كُلُّ
أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ
أَبَى
Setiap umatku
akan masuk surga, kecuali yang tidak mau. (Rasulullah) ditanya,”Siapakah yang
tidak mau, wahai Rasulullah?” (Rasulullah menjawab),”Barangsiapa yang
mentaatiku akan masuk surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka ia tidak
mau masuk surga. (HR Bukhari).
Allah berfirman, artinya: Dan
barangsiapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar
ketentuan-ketentuanNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang
ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS An Nisa:14).
Kedua. Sedekah dari harta riba
ditolak
Karena riba merupakan hasil usaha kotor
dan haram, maka Allah tidak menerimanya sebagai barang sedekah. Allah
berfirman, artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk,
lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memicingkan mata terhadapnya. (QS Al Baqarah:267).
Dalam hadits yang shahih Nabi
bersabda,
إِنَّ
اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
Allah
itu bersih dan tidak menerima, kecuali yang bersih.
Ketiga. Allah tidak mengabulkan
doa pemakan riba.
Harta yang haram -termasuk riba- bisa
menjadi penghalang doa sehingga tertolak. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah bersabda,
أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ
أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا
الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ
أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ
وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى
يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ.
Wahai
manusia, sesungguhnya Allah Maha Bersih; tidak menerima, kecuali yang bersih.
Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman, seperti Allah
memerintahkan kepada para nabi. Maka
Allah berfirman: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan
kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
(QS Al Mukminun:51) dan Allah berfirman: Hai orang-orang yang
beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.
(QS Al Baqarah:172).
Kemudian
beliau menuturkan tentang orang yang bepergian jauh, pakaiannya compang-camping dan rambutnya
acak-acakan, sementara ia menengadahkan tangan ke atas langit, “Ya rabbi, ya
Rabbi,” sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan
dagingnya tumbuh dari yang haram; bagaimana doanya dikabulkan? (HR Muslim).
Keempat. Hilangnya keberkahan umur dan
penghasilan.
Dalilnya firman Allah, artinya: Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. (QS Al Baqarah:276).
Ayat di atas menjadi pukulan berat bagi
orang yang terkait dengan transaksi riba dalam berbagai sisi. Allah memusnahkan
harta kekayaan yang berasal dari riba dengan berbagai cara, baik disebabkan
kebakaran, banjir, pencurian, atau peraturan yang zhalim hingga menguras harta
kekayaan mereka dengan paksa dan hina. Bahkan boleh jadi, Allah memusnahkan
seluruh kekayaan ribawi.
Berapa banyak orang kaya berubah menjadi
jatuh miskin dan melarat, karena akibat dari harta riba, sebagaimana sabda
Nabi:
مَا
أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنَ الرِّبَا إِلَّا كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ
Tidaklah
orang memperbanyak kekayaan dari riba, melainkan akibat akhirnya akan mengalami
bangkrut dan melarat.
(HR Ibnu Majah).
Kelima. Riba membuat hati menjadi keras dan
jauh dari kebaikan
Kaum rentenir susah sekali berbuat
kebaikan kepada sesama manusia dengan harta kekayaannya. Mereka memiliki hati
yang keras. Dan tidak mungkin mengeluarkan harta kekayaan, kecuali dengan
faidah yang bersyarat. Sementara itu mereka melupakan kebaikan yang akan
diterimanya di akhirat. Allah berfirman, artinya: Itulah orang-orang yang
membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan
siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong. (QS Al Baqarah:86).
Keenam. Terhalang dari harta yang bersih dan
halal.
Allah berfirman, artinya: Maka
disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
(QS An Nisa’:160-161).
Dua ayat di atas menjelaskan, bahwa
orang-orang Yahudi dihalangi dari harta yang halal dan bersih, akibat mereka
memakan harta riba dan memakan harta orang dengan cara yang batil. Maka
orang-orang yang memakan riba dan harta orang secara batil mendapatkan
malapetaka, seperti yang telah menimpa kaum Yahudi Bani Israil. Berapa banyak
pada zaman sekarang, orang yang kaya-raya, namun selalu hidup dirundung
kepedihan, kenistaan, kegelisahan dan kebakhilan; ditambah lagi terkena
berbagai penyakit berbahaya dan sulit disembuhkan. Bahkan harta kekayaan mereka
lebih banyak tersedot untuk aktifitas
haram dan negatif.
Ketujuh.
Riba,
suatu transaksi yang sarat dengan Kezhaliman.
Lembaga riba atau orang-orang yang
melakukan transaksi riba, telah berbuat kezhaliman berulang- kali. Sejak awal
hingga akhir transaksi, mereka meminta tambahan atau bunga. Dan ketika peminjam
tidak mampu mengembalikan, mereka menambah kelipatan bunga sebagai jaminan
tenggang waktu yang diberikan kepadanya. Maka bunga pinjaman akan menjadi
berlipat ganda dalam waktu sekejap,
sehingga bisa menjadikan seluruh harta kekayaan peminjam habis tersita
untuk menutup kelipatan dari bunga pinjaman. Kemudian para peminjam
ditinggalkan, bagaikan tulang yang tidak berdaging dan laksana badan tidak
bernyawa lagi. Maka bila kondisinya seperti itu, Allah telah mengancam dalam
firmanNya, artinya: Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa
Alah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya
Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata
(mereka) terbelalak. (QS Ibrahim:42).
Dan Nabi bersabda,
اتَّقُوْا
الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Jagalah
dirimu dari kezhaliman, karena perbuatan zhalim adalah kegelapan pada hari
kiamat.
(HR Muslim).
Kedelapan. Riba membuat bisnis menjadi lesu,
kurang bergairah dan tidak produktif.
Dalam pandangan petualang bisnis atau
dalam berniaga, mereka sangat spekulatif. Bisa untung dan bisa juga rugi, bahkan
bangkrut. Sementara mental petualang riba hanya berfikir untung tanpa mengenal
rugi, walaupun orang lain dirugikan. Oleh karena itu, mereka mengambil jalan
pintas untuk mengeruk keuntungan secara cepat melalui transaksi simpan-pinjam,
utang-piutang atau transaksi yang menghasilkan untung pasti, yaitu riba atau
tukar-menukar barang yang sama dengan harga lebih, atau menyimpan uang di
lembaga keuangan atau bank-bank konvensional. Adapun untuk usaha bisnis dan
perniagaan jarang tertarik, karena sangat beresiko kerugian.
Kesembilan. Sistim riba menjadi penyebab utama
bangkrutnya negara atau masyarakat.
Realita berbicara, bahwa banyak negara
mengalami krisis ekonomi dan keamanannya tidak stabil akibat dari penerapan
sistim riba ini. Karena tamak terhadap keuntungan yang berlipat ganda membuat
para petualang riba memindahkan simpanan mereka ke negara-negara lain yang
memiliki ekonomi kuat dan berpengaruh di dunia ekonomi dan politik. Sehingga
negara-negara tersebut mampu mengendalikan ekonomi dunia dengan mudah. Adapun
keuangan negara-negara lainnya tersendat, karena terkuras habis ditransfer ke
negara-negara kuat dari sisi ekonomi dan politik. Maka terjadilah resesi dan
krisis ekonomi berkepanjangan.
Kesepuluh. Penjajahan ekonomi secara
sistimatis.
Pengembangan keuangan dan ekonomi
melalui sistim riba merupakan penjajahan ekonomi secara sistimatis dan
terselubung. Banyak negara-negara maju pasca perang dunia memberi pinjaman
kepada negara-negara berkembang, baik kepada negara Islam atau negara sekuler.
Sehingga dalam waktu sekejap, kekayaan negara-negara tersebut terkuras habis
oleh negara-negara pemilik dana besar, baik melalui pinjaman lunak atau yang
lainnya. Ketika negara-negara debitur
yang lemah hendak mencoba mempertahankan harga diri dan eksistensinya, maka
negara-negara pemilik modal alias petualang riba, langsung dengan mudah ikut
campur-tangan urusan dalam negeri, dengan alasan pemulihan krisis ekonomi,
pemantauan dana pinjaman, pengawasan moneter dan penyehatan perbankan. Dengan
mudah mereka mengatur berbagai bentuk kebijakan ekonomi dan politik negara
tersebut. Maka, tanpa terasa negara-negera miskin tersebut hidup terjajah dan
tidak berdaya di bawah tekanan negara-negara pemilik modal. Bahkan negara-negara
pemilik modal dengan seenak perutnya melakukan berbagai bentuk intervensi
ekonomi dan politik dalam negeri.
Banyak negera-negara berkembang dililit
hutang dan tidak bisa mengembalikan pinjaman luar negeri, sebagai bukti nyata
terhadap bahaya dan dampak negatif sistim ekonomi ribawi.
Kesebelas. Sistim ekonomi riba
membelenggu rakyat.
Dari
berbagai sisi, sistim ekonomi riba menjerat nasib rakyat. Karena pada akhirnya
kekayaan dan keuangan akan menumpuk dan dikuasai oleh beberapa gelintir orang
saja, sehingga perekonomian rakyat terguncang dan tidak berdaya. Sebagian besar
orang hanya bekerja siang-malam dan memeras keringat, membanting tulang hanya
sekedar bisa menutup dan mengembalikan pinjaman riba. Sementara itu, sekelompok
kecil hanya ongkang-ongkang kaki mampu meraup kekayaan yang melimpah ruah dan
mereka menari-nari, bersenang-senang di atas kepedihan dan penderitaan orang
lain. Mereka tega dan semena-mena tanpa rasa kasihan, serta tidak mengenal
aturan dan perikemanusian memeras kekayaan orang lain.
Keduabelas. Riba termasuk perkara yang
menghancurkan.
Riba termasuk dosa besar yang
menjerumuskan pelakunya di dunia dalam kenistaan dan di akhirat di neraka. Nabi
bersabda,
اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ
بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ
الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ
Jauhilah tujuh perkara yang membawa kepada
kehancuran. Para sahabat bertanya,”Apakah ketujuh perkara itu, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab,”Yaitu syirik kepada Allah, sihir, membunuh yang
diharamkan Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan agama, memakan riba, memakan
harta anak yatim, melarikan diri dalam peperangan dan melontarkan tuduhan zina
terhadap wanita-wanita mukminah yang terjaga dari perbuatan dosa dan tidak
tahu-menahu tentangnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits di atas Allah mengelompokkan
dosa pemakan riba dengan dosa syirik. Maka, hal itu menunjukkan bahaya riba dan
akibat buruk yang akan diperoleh seseorang yang melakukan transaksi riba.
Ketigabelas. Petualang riba mengobarkan
perang dengan Allah dan RasulNya.
Siapapun yang mengobarkan peperangan
dengan Allah dan RasulNya, ia tidak akan mampu mengalahka. Maka, kekuatan apa
yang bisa menghadapi gempuran Allah dan RasulNya? Allah berfirman mengancam
orang-orang pemakan riba, artinya: Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan
memerangimu. (QS Al Baqarah:279).
Demikian itu akibat dari petualangan dan
transaksi mereka terhadap harta riba. Akibat kekalahan mereka dalam peperangan
tersebut, maka harta kekayaan mereka habis terbakar atau tenggelam, jiwa dan
raga mereka hancur dan jatuh sakit, hidup mereka dirundung stres berat akibat
kerugian yang mereka derita. Bahkan kehidupan serba ada, menjadi berbalik
menjadi penuh kekurangan dan penderitaan.
Keempatbelas. Memakan riba mendatangkan
kutukan Allah dan RasulNya.
Allah dan RasulNya mengutuk orang-orang
yang berserikat dalam transaksi riba, baik dalam bentuk memakan, membantu dan
menjadi saksi transaksi riba. Disebutkan dalam hadits riwayat Jabir bin
Abdullah berkata, bahwa Rasulullah mengutuk orang yang memakan riba, memberi
riba, penulisnya, dan dua orang yang menjadi saksi dan mereka semuanya sama.
(HR Muslim).
Yang dimaksud dengan memakan riba,
ialah semua bentuk pemenuhan kebutuhan hidup yang melalui jalur riba. Teks
hadits menggunakan ungkapan makan, karena pada umumnya mereka melakukan
transaksi riba untuk memenuhi kebutuhan makan.
Adapun penulis dan dua orang saksi
terkena kutukan, karena mereka membantu kelancaran transaksi riba, baik bantuan
tersebut diberikan secara suka rela atau dengan upah. Jika sanksi keras itu
diberikan kepada orang yang hanya melakukan sekali transaksi, bagaimana dengan
orang yang bertahun-tahun memberi pinjaman atau memakan riba, atau menjadi
penulis dan saksi dalam urusan riba, membantu dan berserikat dalam urusan
riba?!
Kelimabelas. Memakan riba menjadi sebab
utama su’ul khatimah.
Kebanyakan pemakan riba meninggal dalam
keadaan su’ul khatimah. Sebab -mungkin saja- hingga menjelang ajal tiba,
ia tetap mengembangkan hartanya dengan cara riba, sehingga ia meninggal dalam
keadaan bermaksiat kepada Allah dan RasulNya dan berbuat zhalim kepada hamba
Allah. Maka tidak ada tempat yang paling layak, kecuali negara Jahannam. Begitu
juga, dia meninggalkan harta kekayaan haram untuk ahli warisnya, sehingga
mereka juga menanggung dosa dan keburukan harta haram tersebut. Orang yang
memakan riba dalam bahaya besar, karena bisa jadi dosa riba membuat imannya
lemah pada saat menjelang kematian.
Dari Abu Bakar Al Warraq dari Abu Hanifah
berkata,”Kebanyakan iman seseorang lepas ketika menjelang ajal tiba.” Kemudian
Abu Bakar berkata,”Setelah saya amati, tidak ada dosa yang bisa membuat
keimanan lemah dibanding perbuatan zhalim kepada sesama manusia.”
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa melakukan
transaksi riba merupakan tindakan yang paling zhalim terhadap sesama manusia,
dosa yang dianggap paling melampaui batas, karena disejajarkan dengan
pembunuhan. Sabda Nabi:
إِنَّ
دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ.
Sesungguhnya
darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian haram atas kalian. (HR Muslim).
Pemakan riba, setelah meninggal dunia
berada di dalam sungai darah. Sebagaimana disabdakan Nabi,”Saya tadi malam
melihat dalam mimpi, dua orang membawaku ke bumi yang suci, lalu kami pergi
hingga datang di sungai darah, lalu ada orang yang berdiri di tengah sungai
tersebut. Dan di pinggir sungai ada seseorang, yang di tangannya membawa batu.
Lalu menghadap kepada orang yang ada di tengah sungai. Ketika orang yang ada di
tengah sungai keluar, maka orang tersebut melempar batu hingga ia kembali ke
tempat semula. Dan setiap ia ingin keluar, maka orang tersebut meleparnya
hingga kembali ke tempat semula.” Dan di akhir hadits, Nabi ditanya,”Siapa orang
yang di tengah sungai darah itu?” Beliau bersabda,”Orang yang saya lihat di
tengah sungai darah ialah pemakan riba.” (HR Bukhari dan Fathul Bari
12/439).
Keenambelas. Pemakan riba bangkit pada
hari kiamat seperti orang gila atau kesurupan.
Demikian itu sebagai balasan hina dan
sanksi keji yang akan dirasakan oleh setiap pemakan riba pada hari kiamat
ketika dibangkitkan dari alam kubur, sebagaimana firman Allah, artinya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. (QS Al
Baqarah:275).
Said bin Jubair berkata,”Pada hari
kiamat, pemakan riba dibangkitkan seperti orang gila karena kesurupan.”
Dhahak berkata,”Barangsiapa yang
meninggal dunia dalam keadaan memakan riba, maka dibangkitkan pada hari kiamat
dalam keadaan seperti orang kesurupan karena gangguan syetan.”
Ketahuilah wahai saudaraku seiman. Bahwa
Allah mengakhiri ayat-ayat yang melarang riba dan perintah untuk meninggalkan
riba dengan firmanNya, artinya: Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang
terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah.
Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang
telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
(QS Al Baqarah:281).
Ibnu Katsir berkata,”Antara turunnya
ayat ini dengan kematian Rasulullah berselang tiga puluh satu hari.”
Ayat di atas merupakan wasiat Rabbani
yang terakhir dalam Al Qur’an, dan sekaligus ayat yang terakhir turun sebagai mauizhah
bagi semua hamba. Berisi wasiat tentang ketakwaan kepada Allah dan peringatan
tentang cepatnya keduniaan dan harta kekayaan hilang lenyap, serta semua pasti
akan menghadap Allah, kembali ke alam akhirat. Masing-masing mendapatkan
balasan setimpal dengan apa yang telah diperbuat.
Rujukan:
-
Kamus Al Mu’jamul Wasith.
-
Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
-
Mukhtashar Fikih Islami, Muhammad bin Ibrahim At Tuwaijiri.
-
Al Wajiz Fi Fiqhus Sunnah wal Kitab, Abdul Azhim Al Khalafi.
-
Al Mulakhasul Fiqhi, Syaikh Salih bin Fauzan Al Fauzan.
-
Minhajul Muslim, Abu Bakar Al Jazairi.
-
Fathul Bari, Ibnu Hajar.
-
Syarah Shahih Muslim, An Nawawi.