MAKALAH PENDIDIKAN ISLAM
Table of Contents
Kali ini admin postingkan makalah skop dan fungsi pendidikan silahkan simak di bawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
sebenarnva dapat ditinjau dan dua segi. Pertama dari sudut pandangan
masyarakat, dan kedua dari segi pandangan individu. Dari segi pandangan
masyararakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dan generasi tua
kepada generasi muda, agar hidup masyarakat tetap berlanjutan atau
dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-mlai budaya yang ingin
disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut
tetap terpelihara. Nilai-nilai ini bemacam-macam. ada yang bersifat
intelektual, seni, pohtik, ekonoini dan lain-lain lagi. Dalam berbagai
hal nilai-nilai budaya ini berpadu dalam suatu karya seperti pada binaan
rumah. Dalam bangunan rumah, nampak jelas warisan intekktual, seni,
ekonoini, politik, agama dan lain-lain dan bangsa dan masyarakat yang
menciptakannya. lnilah yang disebut kepribadian atau identitas. Itu
sebab bentuk rumah dan ukirannya berbeda-beda menurut budaya bangsa yang
menciptakannva. Bentuk rumah orang Eskimo berbeda dengan rumah orang
Afrika yang berbeda dengan rumah orang Jepang dan selanjutnya berbeda
dengan rumah orang Indonesia. Setiap masyarakat berusaha mewariskan
keahlian dan keterampilan yang dipunyainya itu kepada generasi mudanya
agar masyarakat tersebut tetap memelihara kepribadiannva yang berarti
memelihara kelanjutan hidup masyarakat tersebut. Inilah dia pendidikan
ditinjau dari segi kacamata masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Dalam Islam
Istilah
education, dalam Bahasa Inggnis yang berasal dan bahasa Latin educere
berarti memasukkan sesuatu, barangkali bermaksud memasukkan ilmu ke
kepala seseorang. Jadi di sini ada tiga hal yang terlibat: ilmu, proses
memasukkan dan kepala orang, kalaulah ilmu itu memang masuk di kepala.[1]
Dalam
bahasa Arab ada beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam
pengertian pendidikan. Biasa dipergunakan ta’alim sesuai dengan firman
Allah swt yang Artinya:
“Dan
Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar!" (Q.S Al-Baqarah : 31)
Juga kata tarbiyah dipergunakan untuk pendidikan. Seperti firman Allah dalam Surat Asra’ yang artinya :
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S Al-Isra’ : 31)
Disamping itu kata ta’dib dipergunakan, seperti sebuah hadits Rasulullah saw yang berbunyi:
اد بني ربى فأ حسن تأديبى
Artinya:
“Allah mendidikku, maka Ia memberikan kepadaku sebaik-baik Pendiidkan”.
Walaupun
ketiga istilah itu bisa dipergunakan dengan pengertian yang sama ada
beberapa ahli (al-Attas, 1980) berpendapat bahwa ta’lim hanya berarti
pengajaran, jadi lebih sempit dari pendidikan. Dengan kata lain ta’alim
hanyalah sebahagian dari pendidikan. Sedang kata tarbiyah, yang lebih
luas digunakan sekarang di negara-negara Arab, terlalu luas. Sebab kata
tarbiyah juga digunakan untuk binatang dan tumbuh-tumbuhan dengan
pengertian memelihara atau membela, menternak, dan lain lain lagi.
Sedang pendidikan yang diambil dari education itu hanya untuk manusia
saja.
Jadi
ta’adib, kata al-Attas, lebih tepat sebab tidak terlalu sempit sekedar
mengajar saja, dan tidak meliputi makhluk-makhluk lain selain dari
manusia. Jadi ta’adib sudah meliputi kata ta’alim dan tarbiyah. Selain
daripada itu kata ta’adib itu erat hubungannya dengan kondisi ilmu dalam
Islam yang termasuk dalam sisi pendidikan. Untuk uraian selanjutnya
bagian rnengenai ilmu ini akan dikupas dalam filsafat pengetahuan dalam
pendidikan Islam.
B. Asas-asas Pendidikan
Pendidikan
itu mempunyai asas-asas tempat ia tegak dalam materi, interaksi,
inovasi, dan cita-citanya. Jadi ia seperti kedokteran, inisalnya, teknik
atau pertanian. Masing-masing tidak dapat berdri sendiri, tetapi
merupakan suatu arena dimana dipraktekkan sejumlah ilmu yang erat
hubungan satu sama lain dan jalin menjalin.
Bidang
pertanian, inisalnya, merupakan tempat pertemuan kiinia umum, kiinia
tanah, ilmu tumbuh-tumbuhan atau botani, lapisan buini dan ilmu tanah,
anatoini tumbuh-tumbuhan, klimatologi, genetik, pemakanan dan lain-lain.
Begitu juga berpuluh-puluh ilmu lain, hasil-hasil terapannya bertemu
pada bidang pertanian.
Jadi
seorang dokter atau insinyur pertanian atau seorang pendidik memerlukan
asas-asas untuk mempermahir profesi dan menambah pengetahuan,
memperkaya pengalaman dan mengembangkan keterampilan. Ini menghendaki
kita jangan mengkajinya sekali saja, atau untuk mendapat ijazah, tetapi
perlu selalu menela’ah, dan terus berkomunikasi.
Dokter
yang berhasil tidak akan terus berhasil tanpa menela’ah dan berhubung
terus dengan cabang-cabang spesialisasinva. Begitu juga halnya dengan
ahli pertanian dan guru. Kalau tidak niscaya perkembangan iliniah dan
profesional masing-masing akan berhenti.[2]
Jadi
mengetahui dan mendalaini asas asas ini bukanlah tugas peinikir dan
ahli-ahli saja, tetapi practisioner di rumah sakit dan pabrik, kebun
atau di sekolah.
Berkenaan dengan asas asas yang kita maksudkan, yaitu asas –asas pendidikan, dapat kita uraikan dalam enam asas berikut ini.
Pertama : Asas
asas historis yang mempersiapi si pendidik dengan hasil hasil
pengalaman masa lalu, dengan undang- undang dan peraturan-peraturannya,
batas-batas dan kekurangan kekurangan nya.
Kedua : Asas-
asas sosial yang memberinya kerangka budaya dan mana pendidikan itu
bertolak dan bergerak : meinindah budaya, meinilih, dan
mengembangkannya.
Ketiga : Asas-asas
ekonoini yang memberinya perspektif tentang potensi-potensi manusia dan
keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan
bertanggungjawab terhadap anggaran belanjanya.
Keempat : Asas-asas
politik dan adininsitrasi yang memberinya bingkai ideologi (aqidah)
dari mana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan
rencana yang telah dibuat.
Kelima : Asas-asas
psikologis yang memberinya informasi tentang watak pelajar-pelajar,
guru-guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian,
dan pengukuran dan bimbingan.
Keenam : Yang
terakhir asas-asas filsafat yang berusia memberinya kemampuan meinilih
yang lebih baik, memberi arah suatu sistem, mengontrolnya, dan memberi
arah kepada semua asas-asas yang lain.
Interaksi
antara asas asas ini di dalam proses pengajaran menghendaki beberapa
ketenangan yang dapat kita simpulkan dalam tiga hal berikut:
1. Setiap asas itu bukanlah satu ilmu atau mata pelajaran tetapi sejumlah ilmu dan cabang-cabangnya:
Asas-asas sejarah meliputi
sebahagian ilmu sejarah dan arkeologi, dokumen-dokumen dan benda-benda
tertulis yang dapat menolong menafsirkan pendidikan dari segi sejarah
dan peradaban.
Asas-asas sosial meliputi
sebahagian ilmu sosiologi dan kependudukan, antropologi dan etnologi
yang dapat menafsirkan masyarakat dan kumpulan, inillicu dan penduduk,
sosialisasi dan perobahan, dan lain-lain.
Asas-asas ekonoini meliputi
sebahagian ilmu ekonoini dan akunting, budgeting dan perencanaan yang
dapat menolong dalam investasi yang lebih ideal, pulangan yang lebih
memuaskan, dan kemampuan yang lebih tinggi.
Asas-asas politik dan adininistrasi
meliputi sebahagian ilmu adininistrasi dan organisasi, undang-undang
dan perundang-undangan yang dapat menafsirkan susunan organisasi
pendidikan dan mengarahkan geraknya.
Asas –asas psikologi meliputi
sebahagian ilmu tingkahlaku, biologi, fisiologi dan komunikasi yang
sesuai untuk memahaini pengajaran dan proses belajar, perkembangan dan
pertumbuhan, kematangan, kemampuan dan kecerdasan, persepsi dan
perbedaan-perbedaan perseorangan, ininat dan sikap.
Sedang asas asas filsafat mengandung
sebahagian ilmu etika dan estetika. ideologi dan logika untuk memberi
arah kepada pengajaran dan menyelaraskan interaksi-interaksi
masing-masing, menyusun sistem sistemnya sesudah diteliti dan dikritik,
dianalisa dan dibuat sintesis.
Ini
tidak berarti bahwa asas pendidikan meliputi semua ilmu- ilmu ini,
tetapi sekadar bagian yang sesuai untuk menafsirkan gejala-gejalan dan
membaharui interaksi-interaksi yang berlaku padanya. Itulah sebab kita
katakan sebahagian ilmu.
2. Asas-asas ini memberi pendidikan itu sistem-sistem dan organisasi- organisasi, inovasi dan pembaharuan.
Dari
segi sistem dan organisasi asas-asas ekonoini, inisalnya, memberi
pendidikan itu pengetahuan tentang sumber-sumber dari anggaran belanja,
bangunan dan peralatan yang memperbolehkan Ia memulakan pekerjaan dan
bertolak dan situ.
Setiap
kekurangan pada asas ini akan memberi pengaruh negatif kepada
pelaksanaan pengajaran dan segi kewajiban belajar, pembinaan sekolah
-sekolah, perbaikan kualitas lulusan-lulusan sekolah, meningkatkan mutu
guru-guru dan lain-lain.
Dari
segi inovasi dan pembaharuan, maka pembaharuan asas ekonoini akan
memberi pendidikan alat-alat mengukur, meninjau dan menilai. Maka
perkembangan akunting pembelanjaan akan memberi cara- cara baru mengukur
pemasukan dan pengeluaran, untung dan rugi, tanggungan dan dinainisme.
Perkembangan
adininistrasi dan organisasi memberi pengetahuan cara-cara baru
memasarkan tenaga kerja dan investasi, bimbingan dan pemulihan,
meningkatkan kemampuan pekerjaan dan pekerja-pekerja.
Kesimpulannya
adalah bahwa asas-asas pendidikan yang enam itu turut membantu dalam
menciptakan pendidikan dari segi bahwa asas- asas itu adalah sistem dan
organisasi, begitu juga turut mengadakan pembaharuan dalam pendidikan
dan segi bahwa asas-asas ini adalah ilmu- ilmu dari cabang-cabang ilmu.
Dari
sini dapat dipahaini bahwa pendidikan itu tidak dapat hidup terpisah
dari asas-asas itu, sebab kalau deinikian maka ia kehilangan akar-akar
yang membawa makanan dan urat-urat yang akan membaharui kegiatannya.
Sudah tentu peneliti pendidikan dipandang bersalah jika ia tidak
memerlukannya atau membatasi pada satu asas saja.
Sudah
tentu pembaharuan dan perkembangan memerlukan spesialisasi dan
pemusatan. Oleh sebab itu para peneliti berspesialisasi dalam satu atau
dua asas yang berdekat-dekatan. Semakin tinggi kemajuan semakin
bertambah kebutuhan kepada spesialisasi seperti berlaku di
masyarakat-masyarakat dan universitas-universitas dimana professor-
professor menghabiskan umur dalam satu hal yang diselidiki dan diteliti,
dikelola dan dibimbing.
Sedikit
sekali professor-professor pendidikan, juga pada bidang-bidang terapan
yang lain yang menekuni secara luas dan dalam semua asas itu.
Jika
professor yang luas dan menyeluruh pandangannya itu meiniliki sifat
mendalam dan baru, keaslian dan kreativitas mungkin rneningkat ke arah
falsafah dan kreativitas melampaui batas-batas penyelidikan dan
penulisan. Dan alangkah jauh jarak antara falsafah dan kreativitas, dan
sekadar meneliti dan mengarang.
3. Asas-asas
ini semuanya sukar memainkan peranannya tanpa asas filsafat yang
mengarahkan gerak dan mengatur langkahnya. Ia menentukan yang baik dan
sesuai dan mengatur sifatnya yang menyeluruh dan serasi.
Kita
tahu bahwa tiap hari muncul ilmu-ilmu baru dalam bidang-bidang yang
berkaitan dengan pendidikan, itu sebab perlu dipilih, diseleksi, dan
disaring.
Barangkali
soal yang mula-mula muncul adalah: kenapa harus dipilih dan diseleksi?
Sebab sehagaimana pembaharuan Itu mungkin dari segi iliniah sesuai,
tetapi dan segi sosial tidak. Teori-teori psikologi dan ekonorni
inisalnya bertambah kaya dan ruinit setiap hari. Tidaklah dapat
dibenarkan mempraktekkannya pada bidang pendidikan tanpa selidik, dan
tanpa dipilih dan diuji.
Yang
bertugas meneliti, meinilih dan menguji adalah filsafat penelidikan
yang umum diterima di masyarakat. Dialah yang memberi tanda agar
berjalan, seperti halnya dengan posisi lalu lintas yang membenarkan
melalui jalan ini atau itu.
C. Asas-asas Sejarah Dalam Pendidikan
Sukar
kita bicara tentang filsafat pendidikan di suatu Negara, tanpa memberi
pendahuluan tentang kekuatan-kekuatan atau faktor-faktor budaya yang
telah dan sedang mempengaruhi Negara tersebut. Ini adalah karena
filsafat pendidikan itu adalah hasil dari suatu masyarakat yang
mempunyai kondisi dan situasinya yang khusus, berbeda dengan situasi dan
kondisi yang mengitari masyarakat-masyarakat yang lain itu, di Barat
dan di Timur yang bersamaan masanya dengan Negara tersebut, seperti
berbedanya dengan situasi dan kondisi yang mengitari
masyarakat-masyarakat lain di zaman dahulu kita.
Faktor
sejarah dianggap salah satu faktor budaya yang paling penting yang
telah dan tetap mempengaruhi filsafat pendidikan baik dalam tujuan
maupun sistemnya pada masyarakat manapun juga. Kepribadian nasional,
inisalnya, yang menjadi dasar filsafat pendidikan diberbagai masyarakat
haruslah “berlaku jauh kemasa lampau, walaupun sistem-sisternnya adalah
hasil dari pemerintahan revolusioner, yang didirikannya dengan sengaja
untuk mengembangkan dan memperbaiki pola-pola warisan budaya dan umat
dan rakyat. Ini adalah karena warisan budaya suatu bangsa sukar
dikalahkan atau dahilangkan dengan segera. Malah gerakan revolusi yang
paling keraspun harus menyesuaikan prinsip-prinsip dan
peinikiran-peinikirannya yang baru, dengan situasi dan kondisi sejarah
dan budaya yang sedang wujud. Oleh sebab itu sistem pendidikan nasional
berakar tunjang pada masa lampau dan berbatang dan berdaun dengan dunia
hari ini dan esok”. (Mursi, 1974: 47).
Oleh
sebab itu, kata Kandell, pendidikan perbandinggan (yang menitik
beratkan tentang identitas nasional dalam sistem pendidikan) dan sejarah
pendidikan : “berusaha menyingkapkan kekuatan-kekuatan dan
faktor-faktor budaya yang berdiri di belakang sistem-sistem pendidikan
di setiap masyarakat” (Kandell, 1955:5). Oleh sebab itu : “dapatlah
dianggap pendidikan perbandingan itu sebagai kelanjutan sejarah
pendidikan sampai hari ini” Kande1I, 1959 : 273).
Oleh
sebab itu tidaklah aneh bila Kazainias dan Massialas (1965: 32)
mengembalikan semua kekuatan-kekuatan budaya yang berpengaruh pada
sistem pendidikan, sampai-sampai yang berkaitan dengan aspek peradaban,
kepada faktor sejarah. Menurut pandangan mereka (Kazainias dan
Massialas) sejarah merupakan kekuatan-kekuatan budaya yang lain, dan
celah-celah kekuatan-kekuatan budaya yang dibentuk oleh sejarah,
identitas nasional itu nampak dan mempengaruhi sistem pendidikan.
Itulah
sedikit yang dapat dikatakan mengenai sejarah sebagai salah satu asas
pendidikan yang nanti akan dibicarakan lebih panjang pada bab yang lain
dalam hubungannya dengan pendidikan Islam.
D. Asas-asas Sosial Dalam Pendidikan
Pendidikan
adalab salah satu bentuk interaksi manusla. Ia adalah suatu tindakan
sosial yang dimungkinkan berlakunya melalui suatu jaringan hubungan
hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan inilah bersama dengan
hubungan-hubungan dan peranan peranan individu di dalamnyalah yang
menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat.
Aspek-aspek
sosial pendidikan dapat digambarkan dengan memandang ketergantungan
individu-individu satu sama lain dalam proses belajar. Makhluk-makhluk
bukan manusia seperti binatang buas, burung-burung, atau serangga dapat
hidup hanya berpedoman pada warisan biologis, suatu program genetik bagi
tingkahlaku makhluk hidup. Pola-pola diwarisi mengajarnya memelihara
anaknya, mencari makan, dan menjaga kawasannya. Apa yang perlu
diketahuinya kebanyakannya diwariskan melalui “genes”.
Sebaliknya,
kebanyakan yang perlu diketahui oleh manusia tidak diprogramkan melalui
genetik. Semenjak dan masa sangat muda lagi kanak-kanak sudah harus
mulai mempelajari cara hidup yang begitu banyak macamnya, sehingga
kadang-kadang membingungkan. Cara hidup yang disebut kebudayaan itu
tidak dapat diwariskan secara biologis, harus selalu dipelajari oleh
setiap individu sendiri-sendiri.
Sekolah,
yang merupakan institusi formal untuk belajar, mengharuskan sejumlah
persyaratan kepada pendidikan. Akibatnya, belajar di sekolah sangat
berlainan dengan yang berlaku di dalam keluarga, dalam teman-teman
sebaya, atau dalam komunitas. Jadi pendidikan dalam pengertiannya yang
sangat luas dapat dianggap sebagai suatu proses sosialisasi yang
melaluinya seseorang mempelajari cara hidupnya. Ia adalah suatu proses
yang bersmambungan semenjak lahir sampai mati.
Dimensi-dimensi sosial pendidikan yang biasanya dibicarakan dalam asas-asas sosial pendidikan ini adalah:
1. Fungsi-fungsi
sosial yang dinamkan oleh pendidikan yang berlaku di sekolah-sekolah,
seperti pewarisan budaya dan generasi tua ke generasi muda. ini berlaku
pada semua masyarakat, dahulu atau pun sekarang, termasuk dalam
masyarakat Islam sendiri. Juga pewarisan ketrampilan-. ketrampilan dan
generasi ke generasi. ini juga berlaku di masyarakat manapun, walaupun
teknologi ketrampilan itu selalu berubah. Ketrampilan menangkap ikan,
inisalnya, senantiasa wujud, kecuali kalau orang sudah tidak makan ikan.
Dahulu orang memancing ikan atau menggunakan tombak, sekarang orang
menggunakan pancing modern. Malah penangkapan ikan sekarang dengan kapal
but. Ikan dihirup masuk ke perut kapal, di satu diproses dalam pabrik
dan sebelum kapal berlabuh ikan-ikan yang ditangkap itu sudah menjadi
ikan kaleng dengan mereknya sekali siap untuk dilual.
Juga
pewarisan nilai-nilai dan kepercayaan merupakan fungsi pendidikan.
Nilai-niiai scperti kejujuran, solidaritas, gotong-royong adalah
nilai-nilai yang tak dapat tidak harus wujud kalau masyarakat itu akan
hidup terus. Sebab kumpulan apapun tak akan hidup sebagai kumpulan tanpa
nilai-nilai itu sebagai pemersatu. Ambilah nilai kejujuran, inisalnya,
walaupun di kalangan perampok-perampok sangat diperlukan untuk
kelanjutan hidup perampok- perampok itu sebagai kelompok. Kalau nilai-
nilai ini tidak ada, tentu mereka sendiri akan curiga mcncurigai dan
akhirnya bunuh- membunuh sebelum mcnghadapi lawannva dan kelompok lain.
Kalau nilai- nilai ini perlu pada kelompok menyeleweng (deviant}
maka tentu lebih perlu lagi pada kelompok - kelompok besar terutama yang
bensifat formal seperti Negara. Ini perlu diwariskan melalui
pendidikan.
Selain
dari pewarisan budaya, ketrampilan dan nilai-nilai yang menjadi fungsi
sosial pendidikan, juga pendidikan berfungsi memberi latihan kepada
generasi muda untuk memegang fungsi dan peranan dalam masyarakat.
Kehidupan adalah seberkas peranan–peranan yang hidupnya masyarakat
bergantung pada efektivitas peranan peranan-peranan itu dijalankan oleh
pemegang-pemegangnya. Masyarakat memerlukan guru, dokter, petani,
pedagang, dan lain—lain, maka pendidikan bertugas melatih warganegara
untuk memegang peranan-peranan itu deini kelanjutan hidup masyarakat.
Ada
lagi aspek-aspek lain dari fungsi sosial pendidikan yaitu pemeliharaan
generasi muda dan promosi kelompok teman sebaya. Ini terutama sangat
penting di negara-negara industri.
2. Aspek-aspek
sosial kedua yang mempengaruhi pendidikan adalah ciri-ciri budaya yang
doininan pada kawasan-kawasan tertentu di mana sekolah-sekolah itu
wujud. Walaupun pengelompokan seperti ini tidak selalu memberi gambaran
yang jernih terhadap kelompok yang dibicarakan di situ. Sebab
faktor-faktor lain turut memainkan peranan di dalamnya, seperti
kepercayaan politik dan sosial, status sosioekonoini, kelas sosial,
etnik, ras, dan lain-lain. Orang-orang kadang-kadang dikelompokkan
kepada sekolah luar kota, kota, urban, setengah urban, getto dan
lain-lain. Ada uga yang bisa didasarkan kepada agama (parochial) seperti inisalnya pesantren di Indonesia, atau kuttab di Negara-negara Arab. Tetapi jangan lupa bahwa faktor-faktor lain di sini turut memainkan peranan.
3. Ada
lagi aspek sosial ketiga yang memainkan peranan pada pendidikan yaitu
faktor-faktor organisasi, dan segi birokrasi. Adanya sistem
adrninistrasi yang bersifat hirarkis dan biasanya berlaku pada tiap
organisasi persekolahan. Juga hubungan-hubungan dan segi formal dan
informal yang masing-masing tergantung pada sistem-sistem sosial yang
mengadakannya. Begitu juga guru dan adininistrasi, hubungan orang tua,
guru, hubungan teman-teman sebaya, dan hubungan guru, murid, semuanya
besar pengaruhnya dalam pelaksanaan pendidikan.
4. Aspek sosial keempat yang terpenting mempengaruhi pendidikan adalah sistem pendidakan itu sendiri. Istilah sistem pendidikan
bermaksud suatu pola total masyarakat dalam institusi formal, agen-agen
dan organisasi yang meinindahkan pengetahuan dan warisan kebudayaan
yang mempengaruhi pertumbuhan sosial, spiritual, dan intelektual
seseorang. Walaupun mungkan kita menganalisa sistem pendidikan dalam
kawasan kota, kota madya, propinsi dan lain-lain, tetapi biasanva dibuat
dalam bentuk lebih besar, seperti sebuah negara.
Perlu
diperhatikan bahwa tidak ada suatu sistem pendidikan yang tetap dan
statis, tetapi sebaliknya selalu berubah walaupun perubahan tidak
disadari. Sebab pendidikan berprihatin terhadap ummat manusia, sedang
itu berubah, maka adalah masuk akal kalau kita harapkan
institusi-institusi dan aktivitas-aktivitas juga berubah. Perlu juga
disadari bahwa sistem apapun selalu dipengaruhi oleh
kecenderungan-kecenderungan dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya,
spiritual, ekonoini, dan politik yang berasal dan berabad-abad yang
lalu. Selanjutnya idea-idea, praktek-praktek, dan struktur pcndidikan
berasal dan yang wujud berabad-abad sebelum hal-hal yang sedang dikaji
itu. Jadi jelaslah bahwa kajian tentang sistem pendidikan adalah
prosedur kompleks yang menggabung antara deskripsi dan analisis. Setiap
sistem atau itu harus dipahaini sepenuhnya dan dalam konteks sejarah dan
kontemporernya.
Di
sini tidak akan dibicarakan lebih panjang tentang aspek-aspek sosial
pendidikan, tetapi dalam bab-bab yang lain nanti ini akan kita kupas
dalam konteks pendidikan Islam. Bahagian ini hanyalah pendahuluan
tentang aspek-aspek sosial pendidikan itu.
E. Asas-asas Ekonoini Dalam Pendidikan
Ekonoini
dan pendidikan selalu bergandengan semenjak dan zaman dahulu kala.
Ahli-ahli ekonoini semenjak zaman itu, begitu juga pencipta- pencipta
sains telah mengakui pentingnva peranan yang dimainkan oleh pendidikan
dalam pertumbuhan pengetahuan manusia dan selanjutnya pentingnya yang
belakangan ini untuk perkembangan ekonoini. Namun hanva belakangan
inilah suatu disiplin ilmu yang khusus untuk diciptakan.
Dalam
bidang ekonoini, yang sangat relevan dengan pendidikan biasanya adalah
hal-hal yang berkaitan dengan investmen dan hasilnya. Artinya kalau
modal ditahan sekian berapa banyak nanti keuntungan yang diharapkan dari
situ. Negara negara industri memerlukan lebih lama belajar, jadi
memerlukan lebih banyak investasi dalam pendidikan, sedangkan di
negara-negara membangun waktu belajar itu lebih sedikit dan
tentunya budget untuk pendidikan juga kurang. Ini adalah sebab
negara-negara yang tinggi teknologinya. Itu mengenai inputnya. Sedang outputnya adalah
hasil yang diperoleh sebagai akibat pendidikan yang diperoleh. Hasil
pendidikan tidak selalu harus diukur dengan uang, tetapi hal-hal yang
udak bersifat benda, seperti status, prestise, kebahagiaan, kesempatan,
penghargaan, yang tentunva dapat dilihat bekasnya pada individu yang
mempunyai pendidikan itu.
Selain
dari itu pendidikan merupakan faktor produksi. Dalam teori klasik
ekonoini tenaga manusia ditambahkan kepada tanah menghasilkan produksi.
Dalam teori neo klassik, tanah dan tenaga harus dibedakan dari modal
fisikal, yaltu alat-alat seperti pabrik, perkakas, dan bangunan dalam
proses produksi. Diakui bahwa sumbangan setiap faktor, tanah, tenaga,
atau modal, dapat dibedakan dan sumbangan yang lain-lain. Belakangan ini
sumbangan tenaga dibahagi lagi kepada sumbangan tenaga rulen dan
sederhana dan sumbangan keikhlasan dan ketrampilan manusia. Istilah
terakhir ini disebut modal manusia (human capital) yang dianggap salah satu faktor terpenting dalam proses produksi.
Formulasi
ini mempunyai kepentingan terhadap berbagai aspek teori ekonoini,
terutama mengenai teori pertumbuhan ekonoini. Mulanya dianggap
pengumpulan modal fisikal adalah anak kunci ke arah pembangunan
ekonoini. Tetapi kajian-kajian belakangan ini menunjukkan sumbangan
modal manusia sekurang-kurangnya sama pentingnya dan banyak kadar
pertumbuhan dapat diterangkan menurut hasil modal manusia. Oleh sebab
itu jika pengumpulan modal manusia dapat dipercepat maka kadar
pertumbuhan akan meningkat.
Usaha
dalam ekonoini modal manusia telah diperluas dan mencakup bukan hanya
pengaruh pendidikan formal tetapi juga latihan dalam pekerjaan (on-job-training)
dan cara-cara lain untuk memperoleh keterampilan, deinikian juga
kajian-kajian iliniah dan perkembangan teknologi.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan politik sebagai perubahan teori ekonoini
sangat penting sebab mengakibatkan penambahan anggaran belanja dalam
pendidikan dan latihan dalam pekerjaan, begitu juga dalam penelitian dan
pembangunan, jadi bukan hanya pada modal fisikal saja.
ini akan dibicarakan lebih mendalam pada bab-bab yang berikut.
F. Asas-asas politik dan Adininistratif Dalam Pendidikan
Asas
politik dan adininistratif dalam pendidikan sangat erat hubungannya
dengan bahagian keempat dari asas sosial pendidikan, yakni mengenai
sistem pendidikan. Seperti telah dikatakan tadi istilah sistem
pendidikan bermaksud pola total suatu masyarakat dalam
institusi-institusi, agen-agen, organisasi-organisasi sosial yang
memudahkan pengetahuan dan wariisan kebudayaan yang mempengaruhi
perkembangan intelektual seseorang. Untuk maksud klasifikasi adalah
berguna dan mudah membicarakan sistem pendidikan dalam konteks struktur
dan kontrol admanistratif dan politik. Disebagian besar negeri-negeri
ada kantor-kantor pemerintah pusat, yang biasanya disebut kementerian
pendidikan, atau kementerian pendidikan dan kebudayaan yang menyusun,
mengadininistrasikan, membiayai, dan mengontrol aspek-aspek formal dan
kultural pendidikan di semua daerah dan kawasan. Undang-undang,
kurikulum, pegawai-pegawai, bahan dan metode pengajaran sebagian
besarnya ditentukan di kantor dengan berbagai varilasi dalam kondisi
tertentu sesuai dengan keperluan. Namun, malah dalam contoh klassik
dalam sentralisasi seperti negeri Perancis, sebenarnya tidak ada
sentralisasi yang betul-betul. Sedangkan di negeri-negeri seperti
Switzerland pendidikan dilaksanakan oleh Negara-negara bagian
masing-masing.
Sebagai
aturan umum, sentralisasi biasanya diartikan kesatuan dan kepatuhan,
kalau tidak berarti situasi totaliter dan monolitik, sedang
desentralisasi biasanya disamakan dengan demokrasi dan kepelbagian.
Tetapi sebenarnya perbedaan tidak setajam itu. Mungkin wujud
perbedaan-perbedaan bahasa dalam pendidikan, seperti di Rusia, tetapi
mempunyai kontrol ideologi yang berpusat. Sebaliknya, ada negeri seperti
Denmark yang mempunyai sistem pendidikan yang berpusat, tetapi terdapat
kebebasan berfikir dan berpendapat. Jadi haruslah kita hati-hati
memandang nama-nama saja, seperti negeri Anu sistem berpusat, dan negeri
lain tak berpusat, sebab kadang-kadang nama-nama ini menyesatkan kalau
isinya tidak:diketahui.
Ada
lagi bentuk sistem pendidikan di mana adininistrasi dan control dipikul
bersama oleh kekuasaan nasional dan daerah. Barangkali contoh yang
paling baik dalam hal ini adalah negeri Inggris, di mana undang-undang
pendidikan bermula di Parlemen tetapi pelaksanaan admanstrasinya berada
di tangan pemerintah daerah. Departernen pendidikan dan sains (dulunya
kementerman Pendidikan) pada tingkat nasional mengeluarkan laporan,
memberi biaya, memberi pedoman, tetapi tidak mengontrol sekolah-sekolah.
Sekolah-sekolah
swasta dan fasilitas-fasilitas pendidikan yang lain bisa dikontrol
tetapi dibiayai oleh kekuasaan pusat dalam berbagai kasus. Dalam
kasus-kasus lain mereka mungkin menerima subsidi penuh atau sebagian
dengan atonoini yang berbeda-beda. Bila sekolah berada dibawah pengaruh
organisasi agama maka biasanya berada dibawah kekuasaan agensi pusat,
walaupun tidak dikontrol oleh pemerintah. Dalam konteks inilah nanti
kita akan tinjau pendidikan Islam dari segi asas politik dan
adininstratif. Satu aspek lagi dari asas politik pendidikan adalah aspek
ideologi. Malah sebenarnya aspek adininistratif berpangkal ke situ,
seperti kita lihat yang berlaku diberbagai negara-ncgara Kapitalis dan
negara-negara Komunis. Dengan kata lain ideologi itulah yang ingin
diterapkan di dalam negara melalui pendidikan, tetapi pelaksanaannya
harus memperhitungkan aspek-aspek adininistratif supaya bisa berjalan
dengan baik. Aspek ini juga akan dikupas tersendiri di bab yang lain
dengan meninjaunva dan segi perspektif pendidikan Islam.
G. Asas-asas Psikologi Dalam Pendidikan
Salah satu aspek pendidikan yang kita bicarakan dalam bagian asas-asas sosial pendidikan adalah peinindahan (‘transinission)
kebudayaan, ketrampilan dan nilai-nilai dan generasi tua ke generasi
muda agar ciri-ciri dan identitas masyarakat tetap terpelihara. Istilah
perinindahan, atau pewarisan seperti dagunakan penulis-penulis lain,
melibatkan dua aspek dalam psikologi yang mendapat perhatian besar dan
mendorong begitu banyak penyelidikan. Kedua aspek itu adalah mengajar (teaching) dan belajar (learning). Dahulu orang beranggapan bahwa sebenarnya ada satu aspek saja yaitu megajar. Belakanganlah kajian-kajian dalam psikologi menunjukkan bahwa sebenarnya belajarlah
yang lebih penting. Mengajar hanyalah salah satu cara memantapkan
proses belajar itu. Bukankah banyak orang belajar tanpa diajar, jadi
belajar sendri atau autodidak? Kalau deinikian halnya maka kita harus
pusatkan perhatian kita pada belajar ini. Kalau proses belajar
berlaku apa sebenarnya terjadi pada manusia? Maka timbullah satu cabang
psikologi yang khusus mengenai proses belajar ini yang bernama psikologi belajar (psychology of learning).
Dalam sejarah psikologi di Barat, kita pertama sekali berjumpa dengan
nama Thorndike di Universitas Columbia di New York. Buku Educational Pychology
diterbitkan pada tahun 1911, walaupun penyelidikan-penyelidikannya
sudah mulai pada akhir abad ke19. Sebenarnya kecenderungan seperti ini
tampak juga pada Pavlov, seorang ahli fisiologi Rusia, pada abad ke 19.
Malah Thorndike dan Pavlov ini sering surat-menyurat mengutarakan
penemuan-penemuan masing- masing dalam kajian-kajiannya. Istilah
pensyaratan klasik (Classical conditioning) barangkali masih kita ingat ketika Pavlov mengadakan percobaan terhadap anjing untuk mengetahui bagaimana reaksi (response)
anjing ketika melihat sekerat tulang. Teori Thorndike dan Pavlov ini
kemudian dilanjutkan oleh Watson, Skinner, Hull, Tollman dan lain-lain
dalam bidang proses belajar (learning) sehingga setiap pelajar psikologi harus tahu apa teori belajar (theories of learning) menurut ahli-ahli psikologi tersebut.
Jadi hubungan psikologi dengan pendidikan adalah bagaimana budaya, ketrampilan, dan nilai-nilai masyarakat dipindahkan (transinitted), dalam istilah psikologinya dipelajari
(learned), dan generasi tua oleh generasi muda supaya identitas
masyarakat terpelihara. Jadi psikologi sebenarnya lebih prihatin
terhadap proses peinindahan itu, sedang apa atau isi yang dipindahkan
itu berada diluar jangkauan operasinya. Apakah ilmu, atau keterampilan,
atau nilai-nilai yang harus dipindahkan dan bagaimana proporsinya tidak
menjadi urusan psikologi. Itu adalah urusan filsafat, dan asas-asas lain
dalam pendidikan. Dengan kata yang lebih biasa kita dengar, Ia lebih
tertarik pada peinindahan dan pada tujuan dan apa atau materi yang dipindahkan.
Uraian
di atas seakan-akan menunjukkan bahwa hanya orang-orang Barat saja yang
meinikirkan soal peinidahan budaya ini. Tidakkah peinikir-peinikir
Islam dahulu juga telah membuat karya-karya monumental dalam bidang
psikologi? Itu betul, tetapi dalam rangka analisa filsafat bukan dalam
rangka sains seperti dipahaini sekarang ini. Pendekatan seperta ini
tidaklah kurang nilainva, malah karya-karva peinikir- peinikir Islam ini
dalam bidang askologi telah membuka mata tidak sedikit ahli psikologi
ini bagaimana berat sebelahnya sebahagian teori-teori psikologi Barat
itu mcnghadapi manusia, sehingga memperlakukannya sebagai sekadar robot
yang membuat reaksi bila dihadapkan kepada rangsangan.
Namun
dalam bab-bab berikutnya aspek-aspek ini akan kita kupas dengan
mendalam sambil melihat segi-segi positif dan negatif dan teori-teori
belajar dalam psikologi itu dan hubungannva dengan pendidikan.
Itulah
uraian sepintas lalu tentang apa dia pendidikan dengan memusatkan
perhatian tehadap asas-asas tempat tegaknya, mulai dari asas filsafat,
sejarah, ekonoini, sosial, politik dan psikologi. Masing-masing memberi
warna terhadap pendidikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya
bersama dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan manusia.[3]
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Bab
ini telah membicarakan Watak, sekop, fungsi dan asas-asas tempat
berpijaknya pendidikan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Ada tiga
pendekatan yang digunakan untuk meninjau pendidikan ini. Bila dilihat
dengan kacamata masyarakat maka ini adalah pewarisan budaya, kalau
dengan kacamata individu maka ini adalah pengembangan potensi. Pandangan
Islam tentang pendidikan sekaligus dengan kacamata masyarakat dan
kacmata individu, sebab dengan mengembangkan potensi-potensi ia
menyadari tempatnya dalam orde, bukan hanya orde sosial tetapi dalam
orde alam jagt.
Ada
enam asas tempat berpijaknya pendidikan itu supaya bias berkembang,
yaitu asas-asas filsafat, sosial, politik, ekonomi, sejarah, psikologi.
Filsafatlah yang berfungsi sebagai polisi lalu lintas untuk memberi arah
kemana pendidikan itu bertumbuh. Sejarah pendidikan Islam yang telah
melalui masa lebih 1400 tahun itu menunjukkan bahwa umat Islam dapat
mencapai zaman kegemilangan yang sudah-sudah kalau mereka mengikuti
metode al-Salaf al-Saleh yaitu perkawinan antara semangat al-
Quran dan ilmu-ilmu yang berasal dari berbagai peradaban yang diwarisi
Islam dan diserapnya melalui kuasa spiritualnya menjadi suatu substansi
baru yang sekaligus berbeda dengan tetapi juga merupakan kelanjutan dari
apa yang wujud sebelum itu.
Nampaknya
lembaga pendidikan Islam dalam zaman kegemilangannya telah berhasil
menjalankan fungsi ini, seperti masih dapat dilihat pada lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang wujud sampai sekarang seperti al-Azhar,
al-Zaitunah, dan al-Qurawiyin.
DAFTAR PUSTAKA
Demikianlah yang saya bagikan mengenai skop dan fungsi pendidikan semoga bermanfaat.