Jurnal Analisis Pragmatik Penggunaan Kata Slang pada Media Jejaring Sosial
Table of Contents
Analisis
Pragmatik Penggunaan Kata Slang pada Media Jejaring Sosial
oleh
Neneng Sri Wulan, M.Pd
Penggunaan kata-kata slang pada media jejaring sosial
semakin berkembang, misalnya pada jejaring sosial Facebook dan Twitter.
Setiap hari kosa kata slang semakin bertambah. Kata-kata slang tersebut
biasanya digunakan oleh kalangan muda untuk berbagai alasan, diantaranya untuk
berekspresi dan berkomunikasi. Kata-kata slang dapat menunjukan identitas
seseorang maupun kelompok. Dari segi pragmatik, kata-kata slang tersebut sangat
menarik untuk dikaji. Pengkajian pragmatik berhubungan dengan tuturan (kata
slang) dan pengguna tuturan tersebut. Berbagai macam prinsip atau maksim dapat
terkandung dalam kata-kata slang. Metode
yang digunakan dalam analisis ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif kualitatif bertujuan menggambarkan suatu kondisi yang sedang terjadi
melalui data-data yang dikumpulkan. Setelah melalui proses analisis, hasilnya
menunjukkan bahwa kata-kata slang yang digunakan pada media jejaring sosial ada
yang mengandung prinsip kerja sama, ironi dan kelakar, hiperbola dan litotes,
maupun tamengan. Setiap penggunaan kata-kata slang pada media jejaring sosial
memiliki implikatur-implikatur yang pada hakikatnya dimaksudkan untuk menyampaikan
pesan tertentu.
Kata kunci:
media, jejaring sosial, pragmatik, prinsip, maksim
Pendahuluan
Fenomena merebaknya jejaring sosial
saat ini semakin berkembang. Jejaring sosial merupakan sebuah media yang
dijadikan tempat untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti mencurahkan isi
hati, mencari teman lama, mencari teman baru, dll. Namun, hal paling utama yang
dilakukan di dalam media jejaring sosial adalah berkomunikasi.
Manusia berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan dalam media jejaring sosial adalah
bahasa sehari-hari, yang mudah dimengerti oleh orang lain. Perkembangan bahasa
yang digunakan dalam media jejaring sosial begitu pesat, bahkan dalam hitungan hari dapat
muncul kosakata baru. Kosakata baru tersebut merupakan kata-kata slang yang
berasal dari bahasa keseharian kita. Pada awalnya, kata-kata tersebut hanya
digunakan oleh suatu komunitas tertentu. Namun, kemudian penggunaannya meluas,
hingga hampir semua pengguna media jejaring sosial menggunakannya.
Penggunaan kata-kata slang dalam media
jejaring sosial tersebut tentu bukan tanpa maksud atau makna di baliknya. Hal
tersebutlah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji penggunaan kata-kata
slang pada media jejaring sosial dari sudut pandang pragmatik.
Pragmatik dan
Prinsip-prinsip dalam Pragmatik
Pragmatik
adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal,
yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi (Wijana, 1996: 2).
Di dalam pragmatik terdapat prinsip-prinsip yang biasanya terdapat dalam tidak
tutur, antara lain prinsip kerja sama (cooperative principle), prinsip
kesopanan atau sopan santun (politeness
principle), dan prinsip ironi (irony
principle).
Prinsip kerja sama pada hakikatnya ada
di dalam tidak tutur agar agar pesan yang disampaikan penutur dapat dipahami
pendengar. Menurut Wijana (1996: 45-46), dapat diasumsikan bahwa dalam
berkomunikasi, sebetulnya penutur menyampaikan atau mengkomunikasikan sesuatu
kepada pendengar dan mengharapkan agar pendengar memahami apa yang hendak dikomunikasikannya.
Walaupun demikian, pada kenyataaannya bisa terjadi bahwa tujuan yang hendak
dicapai penutur ini samasekali tidak tercapai. Bisa terjadi adanya
penyimpangan, atau ada implikasi-implikasi tertentu yang hendak dicapai oleh
penutur itu tidak ada. Di dalam prinsip kerja sama terdapat maksim kuantitas, kualitas,
relevansi, dan pelaksanaan.
Prinsip kesopanan atau sopan santun
sering diartikan secara dangkal sebagai suatu tindakan yang sekedar beradab
saja, namun makna yang lebih penting yang diperoleh dari sopan santun ialah
merupakan mata rantai yang hilang antara prinsip kerjasama dengan masalah
bagaimana mengaitkan daya dengan makna (Leech, 1993: 104). Di dalam prinsip ini
terdapat maksim-maksim yang membangunnya, yaitu maksim kebijaksanaan, kemurahan,
penerimaan, dan kerendahan hati.
Menurut Leech (1993), ironi merupakan
cara yang ramah untuk menyinggung perasaan orang lain atau sopan santun yang
mengejek (mock politeness).
Sedangkan, kelakar merupakan cara yang menyinggung perasaan orang lain untuk
beramah-ramah (mock impoliteness).
Prinsip dan maksim bukan merupakan
harga mati yang harus selalu ditaati dalam setiap pertuturan. Sebuah tindak
tutur dapat melanggar maksim-maksim bila ada alasan-alasan kuat yang
melandasinya. Dengan kata lain, dapat terjadi penyimpangan-penyimpangan maksim
dalam sebuah tidak tutur, terutama pada tuturan lisan atau wacana-wacana
nonkonvensional.
Kata Slang dan
Penggunaannya di dalam Media Jejaring Sosial
Kata
slang adalah ragam bahasa tidak
resmi, dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kelompok sosial tertentu
untuk komunikasi intern, dengan maksud, agar yang bukan anggota kelompok tidak
mengerti.
Penggunaan kata-kata slang pada media
jejaring sosial semakin berkembang, misalnya pada jejaring sosial Facebook dan Twitter. Setiap hari kosa kata slang semakin bertambah. Kata-kata
slang tersebut biasanya digunakan oleh kalangan muda untuk berbagai alasan,
diantaranya untuk berekspresi dan berkomunikasi. Pada awalnya, kata slang
digunakan oleh kelompok tertentu. Karena intensitas penggunaannya yang tinggi,
maka kemudian penggunaan kata slang meluas ke berbagai kalangan.kata slang
Berikut ini adalah
contoh kata-kata slang yang banyak digunakan dalam media jejaring sosial
sepanjang tahun 2012.
1. ababil – ABG labil
2. akoh - aku
3. capcus – pergi
4. ciyus – serius
5. cumungudh - semangat
6. cungguh - sungguh
7. curcol – curhat colongan
8. eaaa – iya
9. enelan – benar/ sungguh-sungguh
10. jayus – tidak lucu
11. jijay – menjijikan
12. jutek – sombong
13. kamseupay – kampungan sekali udik payah
14. kepo – selalu ingin tahu
15. kowawa – senang/ ekspresi kebahagiaan
16. lahacia – rahasia
17. maacih – terima kasih
18. macama – sama-sama
19. miapah – demi apa
20. ngondek – kewanita-wanitaan
21. oong – bohong
22. rempong – repot
Berdasarkan
contoh-contoh yang telah dipaparkan, kata sllang tercipta karena adanya perubahan
bentuk pesan linguistik tanpa mengubah isinya untuk maksud tertentu. Jadi, kata
slang merupakan transformasi sebagian dari suatu bahasa menurut pola-pola
tertentu.
Berikut ini adalah
contoh penggunaan kata slang dalam pertuturan.
Contoh 1
A : Ini harus udah beres sebelum ayam
berkokok.
B : Ayo, yang cumungudh eaaa.
A : Maacih.
B : Macama.
Contoh 2
X : Aku berjanji, kali ini pasti akan
datang.
Y : Ciyus? Miapah?
Contoh 3
A : Makan, yuk. Kamu udah makan belum?
B : ih, kepo, deh. Kasih tahu nggak, ya?
Hahaha.
Contoh 4
X : Rempong banget sih jadi orang!
Y : Maklum, orang baru.
X : Iya, nggak nyantei.
Berdasarkan beberapa
contoh di atas, dapat dilihat bahwa terdapat maksud atau tujuan tertentu dalam
penggunaan kata slang.
Analisis Kata Slang dari Sudut Pandang Pragmatik
Sebuah
tuturan belum tentu dapat dipahami langsung, makna atau maksud yang berada di
baliknya. Dari sudut pandang pragmatik, sebuah tuturan dapat mengandung
prinsip-prinsip dan maksim-maksim, namun dapat pula menyimpang dari prinsip dan
maksim-maksimnya.
Pada
contoh 1, terlihat prinsip kerja sama di dalam pertuturan tersebut. Ketika A
berkata bahwa, “Ini harus udah beres sebelum ayam berkokok”, B menjawab. “Ayo,
yang cumungudh eaaa”. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat prinsip kerja
sama di dalamnya. Meskipun B tidak menanggapi pernyataan A secara langsung
dengan mengedepankan maksim kuantitas, namun dengan pertanyaannya menunjukkan
bahwa ia mendukung apa yang dilakukan B.
Kemudian dilanjutkan dengan tuturan A lagi, “Maacih”, dan dijawab B,
“Macama”. Baik A maupun B, keduanya mengedepankan prinsip kesopanan. A
berterima kasih karena B mendukung pekerjaannya, dan B menjawab pernyataan
tersebut, meski sebenarnya bila tidak dijawab pun tidak akan menjadi masalah.
Namun karena ingin bersikap sopan dan santun, maka B menjawab pernyataan dari
A.
Pada
contoh 2, terdapat pelanggaran prinsip dan maksim. Ketika X berkata, “Aku
berjanji, kali ini pasti akan datang, “ Y menjawab, “Ciyus? Miapah”. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Y seolah-olah tidak memercayai pernyataan X, bahkan
terkesan mengolok-olok. Di sini terjadi pelanggaran prinsip kerja sama dankesopanan.
Y tidak memperlihatkan kerja sama untuk mendukung pernyataan X, dan terkesan
tidak sopan dengan meragukan pernyataan X. Bila Y menjawab pernyataan X dengan
tuturan lain, misalnya, “baiklah, aku tunggu,”, hal tersebut berterima dengan
maksim relevansi dalam prinsip kerja sama. Bila jawaban Y seperti itu, berarti
ia akan menerima kedatangan X atau tidak akan menolak ketika X datang. Namun, Y
lebih memilih jawaban, “Cungguh? Miapah?”. Hal tersebut dapat diartikan secara
tidak langsung bahwa Y meragukan X atau bahkan menolak kedatangannya. Banyak
hal yang dapat melatarabelakangi jawaban Y tersebut, misalnya karena X pernah
berjanji akan datang tetapi tidak jadi datang sehingga Y meragukannya, atau
karena Y orang yang senang berkelakar sehingga Y menggoda X.
Pada
contoh 3, tampak penyimpangan prinsip kerja sama. A bertanya,” Kamu udah makan
belum?”, dan B menjawab, “Ih, kepo, deh. Kasih tahu nggak, ya? Hahaha”. Jawaban
B menyimpang dari pertanyaan A. Jawaban tersebut melanggar maksim relevansi.
Ketidakrelevanan jawaban B dimaksudkan untuk menciptakan efek humor. Menurut
Wijana (2002), semakin jauh relevansi pertanyaan dan jawabannya, semakin kuat
efek humor yang mungkin ditimbulkan karena aspek ketidakterdugaannya semakin
besar. Aspek ketidakterdugaan itu hadir ketika A bertanya, “sudah makan atau
belum?”, tentu jawaban yang diharapkan adalah sudah atau belum. Tetapi, B
menjawab pertanyaan itu dengan tuturan, “Ih, ingin tahu saja. Kasih tahu nggak,
ya?”.
Pada
contoh 4, pada tuturan A, “Rempong banget sih jadi orang!”, tampak ironi. A
seperti menyindir seseorang yang tampak repot atau merepotkan orang lain.
Ketika B menjawab, “maklum, orang baru”, terjadi penyimpangan maksim relevansi.
Akan lebih relevan bila B menjawab, “iya, dia itu rempong” atau “ dia itu tidak
rempong”. Namun meskipun terjadi penyimpangan maksim relevansi, sebenarnya B
mendukung secara tidak langsung pernyataan A. Bahkan, B pun memberikan kerempongan/ kerepotan orang yang mereka
perbincangkan, yaitu karena dia adalah orang baru di situ.
Dari
beberapa analisis yang telah dipaparkan, tampak bahwa penggunaan kata slang
dimaksudkan untuk berbagai tujuan, baik itu yang sesuai dengan prinsip dan
maksim, maupun yang menyimpang atau melanggar prinsip dan maksim. Berikut ini
contoh lain dari penggunaan kata slang.
1.
Kamu
garing, segaring kerupuk. Enelan, deh.
Pada pernyataan tersebut,
penutur tampak menyindir dan berkelakar. Penutur menyisipkan humor agar lawan
tuturnya tidak terlalu tersinggung dengan pernyataannya. Namun, pada akhir
pernyataan, penutur menegaskan kembali tuturannya dengan pernyataan, “Enelan,
deh.”
2.
Kalau
aku bisa bantu kamu, aku pasti kowawa.
Pernyataan tersebut
mengandung maksim penerimaan. Maksim penerimaan ditujukan pada diri sendiri,
bukan pada orang lain (self centred maxim). Penutur berjanji untuk
menolong orang lain. Hal itu berarti, penutur memaksimalkan kerugian dirinya
sendiri, dan meminimalkan keuntungan dirinya sendiri. Hal tersebut diperkuat
lagi dengan pernyataan, “aku pasti kowawa”. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penutur sangat senang atau antusias bila dapat membantu lawan tuturnya.
3.
Sumpah.
Kelakukan lo yang kayak gitu, bikin gue jijay banget.
Gaya hiperbola tampak
pada tuturan tersebut. Penggunaan kata sumpah,
jijay, dan banget membuat
pernyataan tersebut tampak berlebihan. Untuk menghindari kehiperbolaan dalam
tuturan ini, penutur dapat menghilangkan kata sumpah atau banget.
Karena, kata jijay saja telah dapat
menunjukkan bahwa penutur merasa jijik atas kelakuan lawan tuturnya. Namun,
penutur memilih untuk berhiperbola, menggunakan kata sumpah dan banget, yang
menunjukkan bahwa kejijikannya sudah pada tingkat yang sangat jijik.
4.
A : Siapa sih menteri pendidikan kita yang
sekarang?
B : lahacia
A : Gue nggak akan bilang-bilang ke yang lain,
kok.
Dalam tuturan
tersebut, tampak penyimpangan maksim kualitas. Tampak A dan B sama-sama
memberikan kontribusi yang melanggar maksim kualitas. B menjawab pertanyaan A
dengan kata lahacia. Padahal, hampir semua orang telah mengetahui siapa menteri
pendidikan dan bukan merupakan sesuatu yang bersifat rahasia. A pun memberi
pernyataan yang menyimpang, sebagai reaksi terhadap jawaban B yang menyimpang
pula. Meskipun menyimpang, namun pernyataan A mendukung pernyataan B. Pada
tuturan semacam ini, pelanggaran maksim kualitas ditujukan untuk mendapatkan
efek humor/ lucu.
5.
X : Kamu nggak tahu cara mengganti foto profil
di facebook?
Y : Oong, hee. Aku cuman ingin menggoda kamu
aja.
Pada tuturan
tersebut, Y menggunakan kata oon sebagai tamengan/ hedges. Mungkin saja sebenarnya Y memang tidak tahu cara mengganti
foto profil di facebook. Tetapi, untuk menyembunyikan rasa malu atau
menyelamatkan diri, Y berpura-pura tahu dan menggunakan alasan menggoda untuk
menyembunyikan rasa malu atas ketidaktahuannya.
SIMPULAN
Penggunaan kata slang
dalam media jejaring sosial, memiliki tujuan atau maksud tertentu. Dari sudut
pandang pragmatik, penggunaan kata slang tersebut ada yang sesuai dengan
prinsip dan maksim tertentu, dan ada pula yang melanggar atau menyimpang dari
prinsip dan maksim.
Prinsip-prinsip yang
terdapat dalam penggunaan kata slang tersebut antara lain, prinsip kerja sama,
prinsip kesopanan, ironi dan kelakar. Maksim-maksim dalam prinsip-prinsip
tersebut, yang terdapat di dalam penggunaan kata slang pada media jejaring sosial
antara lain, maksim kualitas, kuantitas, relevansi, penerimaan, hedges dan hiperbola. Beberapa maksim
yang sering dilanggar, antara lain maksim relevansi dan kualitas. Namun
meskipun begitu, penyimpangan maksim bukan merupakan sesuatu yang salah, selama
ada alasan-alasan yang kuat untuk melakukannya.
Kesesuaian tuturan
dengan prinsip dan maksim, ataupun penyimpangan terhadap prinsip dan maksim,
bukan merupakan persoalan yang utama. Hal terpenting dalam sebuah tuturan, baik
itu di media jejaring sosial ataupun media lainnya adalah keberterimaan pesan
dari penutur ke lawan tutur. Selama pesan tersebut dapat diterima atau
dimengerti oleh orang lain, berarti komunikasi yang dilakukan dapat dinyatakan
berhasil.
REFERENSI
Alwi, Hasan, dkk. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Cetakan III edisi ke-3.
Jakarta: Balai Pustaka.
Leech, Geoffrey. (1993). Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Leech, Geoffrey. (1993). Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Verhaar. (2001). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta:
Gadjah Mada
University Press
Wijana, I Dewa Putu. (1996). Dasar-Dasar Pragmatik.
Yogyakarta: Andi.
Wijana, I Dewa Putu, dkk. (2002). Analisis Wacana: dari
Linguistik sampai
Dekonstruksi. Yogyakarta: Kanal.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai jurnal Analisis Pragmatik Penggunaan Kata Slang pada Media Jejaring Sosial semoga bermanfaat.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai jurnal Analisis Pragmatik Penggunaan Kata Slang pada Media Jejaring Sosial semoga bermanfaat.