MAKALAH FILOSOFIS PANCASILA | FILSAFAT PANCASILA
Table of Contents
Kali ini admin postingkan makalah filosofis pancasila silahkan simak dibawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era
reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 63 tahun yang
lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat
bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya.
Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata
merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa
selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga
sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai
pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang
jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara
Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia,
terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni
1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945.
Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun
1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil
dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila
itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat
dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari
guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena
secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa
yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat
mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan
faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk
memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu
terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan
pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang
bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan
segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia
yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan
berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa
Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena
bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa
Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta
agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar
menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah
dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah
berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan
muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara Indonesia.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
- Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila.
- Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
- Untuk mengetahui landasan filosofis Pancasila.
- Untuk mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.
- Untuk mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
1.3 Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:
- Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.
- Mahasiswa dapat mengetahui landasan filosofis Pancasila.
- Mahasiswa dapat mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.
- Mahasiswa dapat mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
1.4 Ruang Lingkup
Makalah ini membahas mengenai landasan filosofis Pancasila dan fungsi
utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. Serta
membahas mengenai bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar
falsafah negara Indonesia. Berdasarkan beberapa masalah yang
teridentifikasi tersebut, makalah ini difokuskan pada falsafah Pancasila
sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
BAB II
FILOSOFIS PANCASILA
2.1 Landasan Filosofis Pancasila
2.1.1 Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya“philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata“philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau
kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan.
Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti
merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya
bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban
manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai
oleh Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai
pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang
mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik
dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari
kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir
sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya)
disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir
sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau
setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
• Socrates (469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif
atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan
bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia
akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau
melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi
terhadap diri secara obyektif
• Plato (472 – 347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf
adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam
pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak
berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat
spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran.
Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
2.1.2 Pengertian Pancasila
Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu
- Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
- Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
- Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
- Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
- Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.
Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu
dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu
ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya
5 J [idem].
Pengertian secara Historis
- Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara.
- Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.
Pengertian Pancasila Secara Termitologis
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai
alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus
1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan
yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila.
Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai
dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat
Indonesia
Pancasila Berbentuk:
Pancasila Berbentuk:
- Hirarkis (berjenjang);
- Piramid.
A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:
- Prikebangsaan;
- Prikemanusiaan;
- Priketuhanan;
- Prikerakyatan;
- Kesejahteraan Rakyat
B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:
- Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia;
- Internasionalisme/Prikemanusiaan;
- Mufakat/Demokrasi;
- Kesejahteraan Sosial;
- Ketuhanan yang berkebudayaan;
Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu:
- Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme;
- Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat;
- Ketuhanan YME.
Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong.
C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut:
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
- Kemanusiaan yang adil dan beradab;
- Persatuan Indonesia;
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia;
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah
dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam
Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan
Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan,
penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar
adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945.
2.1.3 Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila dikenal sebagai filosofi
Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah
diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia.
Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa
diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga
Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.
- Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk
pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni
Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi
kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme,
universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer,
dan nasionalisme.
- Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai
berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan
bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari
budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha),
Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah
asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep
Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan
“Persatuan”.
- Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui
filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan
dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga
menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila
adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci
(butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan
bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R.
Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam,
Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono,
Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara
umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa
Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu
(kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil,
paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka
filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa
filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya
kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran
religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia,
termasuk kemampuan berpikirnya.
Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti
praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti
bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang
sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan
kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari
manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil
pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai
pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the
life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai
kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut:
1. Kebenaran indra (pengetahuan biasa);
2. Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan);
3. Kebenaran filosofis (filsafat);
4. Kebenaran religius (religi).
Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin
pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul “Tinjauan
Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya anatara lain
sebagai berikut:
Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem
filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila
itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich
Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti
diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi
Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan
filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804).
Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir
dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan
pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran
Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese.
Saya tidak mau menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD
Republik Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa
sesungguhanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu
penjajahan harus dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan.
Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka
lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran
falsafah Pancasila yang disebutkan dengan terang dalam Mukadimah
Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka dengan ini kami menyusun
kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik
Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut sila yang lima
untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian dunia dan
kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan
dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama
kebahagiaan dan kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata
suatu sintese pikiran atas dasar antitese pendapat?
Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa
ajaran Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan
dialektis Neo-Hegelian.
Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat
yang harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah
sesuai pula dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian.
2.2 Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia.
2.2.1 Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke
arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup
(filsafata hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan
memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta
cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki
pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam
menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik
persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun
persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat
bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu
bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan
masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam
gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup
itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan
yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang
terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang
dianggap baik. Pada akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa adalah
kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri,
yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk
mewujudkannya.
Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri
Republik ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup
bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang
ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah
jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan
dasar negara kita.
Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup
bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup,
kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang
sudah beurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu
kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai
kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia
dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam
mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.
Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang,
dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam
penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang
ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa
lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang
secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri.
Sebab itu bnagsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang
bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan
sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah,
Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah
berjuang, denga melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami
dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia., dengan tetap berakar pada
kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri.
Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam
kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur
hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun
dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang
pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD
Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum
didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan
konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama
saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa
kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negar,
dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam
dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasasr yang
mamapu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
2.2.2 Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni
1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara
Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang
menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang
merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia
sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan
ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar
negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada
tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan
UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus
mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi
seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang
masa.
Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan
persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan
perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD.
Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut
peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai
seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara
sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945
tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia
(Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan
peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara
dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan
dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan
dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh
menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala
sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat,
jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh
oleh masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan
pemerintah Indonesia.
Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas
fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat
itu bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri.
Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa
Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa
Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan
bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh
bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal
dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan
Republik Indonesia secara kekal dan abadi.
2.2.3 Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian
Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang
membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan
ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis
pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh
kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan
dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak
dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain
(Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun
kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di
sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota
kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada
dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri.
Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain.
Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak
dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari
bangsa kita.
Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan :
a) Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita.
b) Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan
kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam
sifatnya.
c) Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila
memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat
dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat
membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan
bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal,
yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi
kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah
yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
d) Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual
berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia
yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana
perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam
lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
e) Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh
wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi
Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia ditemukan
kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang
terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu
telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah
perjuangan bangsa.
Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati
dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka
Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis
dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati,
serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.
Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai
Pancasila, maka yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945, yaitu :
- Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Persatuan Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawratan / perwakilan.
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang
kita gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh
wakil-wakil bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan
MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan
satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai
kesatuan yang bulat dan utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila
itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri,
terpisah dari keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami atau memberi arti
setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan
mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila.
2.3 Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah
kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam
perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
- Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
- Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
- Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
- Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV.
- Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950.
- Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.
Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam
dokumen historis dan perundang-undangan negara tersebut di atas adalah
agak berlainan tetapi inti dan fundamennya adalah tetap sama sebagai
berikut :
1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno
Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk
pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan
dan tata urutannya sebagai berikut :
- Kebangsaan Indonesia.
- Internasionalisme atau Prikemanusiaan.
- Mufakat atau Demokrasi.
- Kesejahteraan sosial.
- Ketuhanan.
2.4 Pengertian Etika, Moral dan Etiket
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata
‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos
mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya
istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat
moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti
yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata
maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata
tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal
tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K.
Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari
Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 –
mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai
ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti.
Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar
“Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila
dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang
lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat
tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata
‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya
lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti
kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama
Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di
sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai.
Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun
pada taraf sosial.
2. kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan
nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja
diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi
bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di
sini sama artinya dengan filsafat moral.
2.4.1 Pengertian Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’
yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing
mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan
dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama
dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti
yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama
dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai
dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa
asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa
Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu
tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar
nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau
bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang
tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada
dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara
tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan
atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Pengertian Etiket
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan
barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya
tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
Perbedaan Etiket dengan Etika
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan
manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya
harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya
menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi
norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang
milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain
tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu
norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri
dengan tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri
(ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar
kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya
sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas
meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya
sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar
etiket jika saya makan dengan cara demikian.
Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain.
Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada
orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun
si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu
kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal :
makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan.
Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang
berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja
orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan
halus, tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin
bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang
sungguh-sungguh baik.
BABIII
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan
diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang
paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling
sesuai bagi bangsa Indonesia.
2. Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:
a) Filasafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
b) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
c) Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia
3. Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, hal
tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya dalam beberapa dokumen
historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di
bawah ini :
- Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
- Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
- Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
- Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV.
- Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950.
- Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.
3.2 Saran
Sebagai filsafat dan ideologi bangsa
Indonesia, sudah selayaknya warga negaranya memiliki kepribadian Pancasila
tersebut. Kepribadian Pancasila ini harus sudah terpancar dalam sikap,
tindakan, dan dalam cara berpikir setiap masyarakatnya. Mereka para Mahasiswa
tidak ada lagi tantangannya kecuali harus sanggup untuk mengamalkan filsafat
dan ideologi Pancasila tersebut sebagai kepribadian hidupnya sehari-hari.
Bahkan untuk tumbuh menjadi seorang pemimpin pun mahasiswa diuji dengan
kemahirannya mengamalkan kepribadian Pancasila tersebut. Oleh karenanya sudah
sepantasnyalah Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa sadar diri untuk
melakukan penelaahan secara lebih luas dan mendalam serta secara praktis dalam
pengamalan dan penanaman filsafat dan ideologi Pancasila tersebut dalam
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta:Pancoran Tujuh.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9.Jakarta: Pantjoran Tujuh.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta.
Pengertian Etika 17 November 2008 by Pakde sofa
Demikianlah yang saya sampaikan mengenai filsapat pancasila semoga bermanfaat.
Demikianlah yang saya sampaikan mengenai filsapat pancasila semoga bermanfaat.