Makalah Ideologi Pendidikan Islam
Table of Contents
Kali ini admin postingkan makalah ideologi pendidikan islam silahkan simak dibawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. PARADIGMA IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Buku ini sengaja mengangkat judul bukuIdeologi Pendidikan Islam didasarkan atas empat alasan, yaitu: pertama, istilah
terkait dengan istilah “ideology” pada dasarnya. digunakan dengan
merujuk pengertiannya yang luas yaitu konsep bersistem yang dijadikan
asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Implikasi penggunaan ideologi dalam pendidikan adalah keharusan adanya konsep cita-cita dan nilai-nilai yang secara eksplisit dirumuskan, dipercayai dan diperjuangkan; kedua, filsafat dan teori pendidikan lebih kental dengan muatan akademisnya sedangkan ideologi agak kurang tuntutan akademisnya, akan tetapi lebih diarah kepada aksi; ketiga, didalam benturan peradaban sebagai dampak globalisasi, terjadi pergumulan ideologi dunia. Sementara Islam yang sarat dengan nilai-nilai universal dan transedental seharusnya dapat ditawarkan sebagai paradigma ideologi alternatif. Terlebih lagi, pendidikan sebagai wahana sangat strategis dalam membangun peradaban alternatif perlu diformulasikan dengan pendekatan ideologis sehingga memiliki daya pengikat dan penggerak untuk aksi. Keempat, di tengah-tengah munculnya semangat Islam progresif saat ini yang berorientasi pada Islam liberal dan humanis perlu ada acuan yang bertolak dari nila-nilai dasar Islam yang sejatinya sangat humanis, sehingga semangat progresivisme dan liberalisme tidak kehilangan akar akidahnya.
Implikasi penggunaan ideologi dalam pendidikan adalah keharusan adanya konsep cita-cita dan nilai-nilai yang secara eksplisit dirumuskan, dipercayai dan diperjuangkan; kedua, filsafat dan teori pendidikan lebih kental dengan muatan akademisnya sedangkan ideologi agak kurang tuntutan akademisnya, akan tetapi lebih diarah kepada aksi; ketiga, didalam benturan peradaban sebagai dampak globalisasi, terjadi pergumulan ideologi dunia. Sementara Islam yang sarat dengan nilai-nilai universal dan transedental seharusnya dapat ditawarkan sebagai paradigma ideologi alternatif. Terlebih lagi, pendidikan sebagai wahana sangat strategis dalam membangun peradaban alternatif perlu diformulasikan dengan pendekatan ideologis sehingga memiliki daya pengikat dan penggerak untuk aksi. Keempat, di tengah-tengah munculnya semangat Islam progresif saat ini yang berorientasi pada Islam liberal dan humanis perlu ada acuan yang bertolak dari nila-nilai dasar Islam yang sejatinya sangat humanis, sehingga semangat progresivisme dan liberalisme tidak kehilangan akar akidahnya.
Pada prinsipnya, yang dijadikan paradigma ideologi adalah prinsip-prinsip ajaran Islam yang bersifat universal, yaitu Humanisme-Teosentris. Implementasi
ajaran ini dalam praktik kehidupan dan pendidikan dapat fleksibel atau
luwes, selama substansinya tetap terpelihara, yaitu: menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana hakikat ajaran Islam, sebagai agama
fitrah, memang ditujukan untuk kebutuhan manusia itu sendiri.
B. GAMBARAN SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Format
ideologi yang diatas, yang menggunakan paradigma humanisme teosentris
dalam buku ini dibahas pada bab I, diperjelas dengan mengemukakan makna
dan fungsi pendidikan Islam itu sendiri.
Pada
bab II, mengenai fitrah dan implikasinya dalam pendidikan sehingga
kandungan makna humanisme teosentris tampak semakin utuh dalam konsep
fitrah tersebut.
Bab III memuat inti pembahasan yang bersifat ideologis, yakni mengenai dasar dan tujuan pendidikan Islam.
Selanjutnya,
pada bab IV membahas isi pendidikan Islam, yang dalam konteks ideologi
dapat dianalogkan sebagai jalan yang harus dilalui untuk mencapai
tujuan.
Pada
bab terakhir, membahas transformasi pendidikan Islam, yang membuktikan
bahwa ideologi pendidikan Islam bukanlah sesuatu yang kaku dan
eksklusif. Sebaliknya, paradigma yang humanisme teosentris yang
dikandungnya, operasional dan praksis pendidikan Islam menjadi iklusif,
terbuka menerima pembaharuan yang dinamis.BAB II
Format Ideologi Pendidikan Islam
Pendidikan
termasuk wilayah muamalah duniawi-yah, maka menjadi tugas manusia untuk
memikirkannya terus menerus seirama dengan perubahan zaman.
Prinsip-prinsip pendidikan islam telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad
SAW. Dan telah terlihat hasilnya karena beliau mampu mengkomunikasikan
islam agama fitrah dengan fitrah manusia.
Mengingat
islam memiliki nilai-nilai universal yang fitrah manusia selalu
membutuhkannya, maka cukup beralasan kalau pendidikan islam yang sudah
menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional dikemas dan
ditawarkan kembali dengan pendekatan ideologi untuk memperkuat pilar
system pendidikan nasional.
A. Ideologi Pendidikan Islam
1. Sisi positif dan negatif sebuah ideologi
Ideologi
bagi pengikutnya memiliki fungsi positif. Menurut Vago yang dikutip
oleh Haidar Nashir, ideologi memiliki fungsi:
- memberikan legitimasi dan rasionalisasi terhadap perilaku dan hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat;
- sebagai dasar atau acuan pokok bagi solidaritas sosial dalam kehidupan kelompok atau masyarakat, dan
- memberikan motivasi bagi para individu mengenai pola-pola tindakan yang pasti dan harus dilakukan.
Menurut
golongan positivistik yang dikategotikan ideologi adalah segala
penilaian etis, norma, teori-teori metafisik dan keagamaan. Semua yang
termasuk ideologi itu merupakan keyakinan yang tidak ilmiah karena tidak
rasional dan hanya merupakan keyakinan subyektip. Bila ideologi
dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, menurut Kuntowijoyo ideologi bersifat
subyektif, normatif, dan tertutup sedangkan ilmu pengetahuan memiliki
watak obyektif, faktual dan terbuka.
Untuk
meminimalkan sisi negatif ideologi perlu dibatasi pada ideologi dalam
arti netral dan ideologi terbuka. Ideologi dalam arti netral adalah
sistem berfikir, nilai-nilai, dan sikap dasar rohani sebuah gerakan
kelompok sosial atau kebudayaan. Dalam hal ini ideologi tergantung
sisinya, kalau isinya baik maka ideologi itu baik, begitu pula
sebaliknya. Ideologi terbuka adalah ideologi yang hanya menetapkan
nilai-nilai dasar, sedang penerjemahannya ke dalam tujuan dan
norma-norma sosial/ politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan
dengan prinsip-prinsip moral dan perkembangan cita-cita masyarakat.
Operasinalisasinya tidak ditentukan secara apriori, melainkan harus
disepakati secara demokratis.oleh karena it ideologi terbuka bersifat
inklusif, tidak totaliter, dan tidak dimaksudkan unntuk melegatimasi
kepentingan sekelompok orang.
2. Humanisme teosentris sebagai peradigma ideologi pendidikan islam
Istilah
humanisme teosentris sesungguhnya perpaduan antara humanisme dan
teosentrisme, namun karena teosentrisme dimaksudkan untuk memberi sifat
humanisme, maka menjadi humanisme teosentris.
Karena
begitu berharganya konsep humanisme ini, maka dewasa ini terdapat
sekurang-kurangnya empat aliran penting yang negklaim sebagai pemilik
asli konsep humanisme, yaitu
(!) Liberalisme Barat,
(2) Marxisme,
(3)
Eksistensialisme, dan
(4) Agama.
Walaupun
keempat aliran iru memiliki perbedaan yang tajam bahkan saling
bertentangan, namun mereka memiliki titik-titik kesepakatan mengenai
prinsip-prinsip dasar kemanusiaan sebagai nilai universal. Dalam hal ini
Ali Syari’ati mendiskripsikannya ke dalam tujuh prinsip;
a.
Manusia adaalah makhluk asli, artinya ia mempunyai substansi yang
mandiri di antara makhluk-makhluk lain, dan memiliki esensi kemuliaan.
b.
Manusia adalah mekhluk yang memiliki kehendak bebas yang merupakan
kekuatan paling besar dan luar biasa . Kemerdekaan dan kebebasan memilih
adalah dua sifat ilahiah yang merupakan ciri menonojol dalam diri
manusia.
c.
Manusia adalah makhluk yang sadar (berpikir) sebagai karakteristik
manusia yang paling menonjol. Sadar berarti manusia dapat memahami
realitas alam luar dengan kekuatan berpikir.
d.
Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri, artinya dia
adalah makhluk hidup satu-satunya yang memuliki pengetahuan budaya dan
kemampuan membangun perasadaban.
e.
Manusia adalah makhluk kreatif, yang menyebabkan manusia mampu
menjadikan dirinya makhluk sempurna di depan alam dan dihadapan tuhan.
f.
Manusia makhluk yang punya cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal,
artinya dia tidak menyerah dan menerima “apa yang ada”, tetapi selalu
berusaha megubahnya menjadi “apa yang semestinya”.
g. Manusia adalah makhluk moral, yang hal ini berkaitan dengan masalah nilai (value).
Humanisme
yang diangkat menjadi peradigma ideologi pendidikan islam ini pada
dasarnya juga berontak dari ketujuh prinsip dasar kemanusiaan tersebut
karena sesungguhnya semua itu implicit dalam konsep fitrah manusia
sebagaimana yang akan dibahas pada bab II. Akan tetapi humanisme dalam
pandangan islam tidak dapat dipisahkan dari prinsip teosentrisme. Di
satu sisi keimanan “tauhid” sebagai inti ajaran islam, menjadi pusat
seluruh orientasi nilai. Akan tetapi semua itu kembali untuk menusia
yang dieksplisitkan dalam tujuan risalah islam “Rahmatan lil’alamin”.
Huanisme
islam adalah humanisme teosentrisme karena islam adalah agama yang
sangat memetingkan manusia, menghargai harkat dan martabat manusia, dan
mengantarkannya ke tingkat kemuliaan yang tingi dengan bimbingan
nilai-bilai ilahiah“tauhidi”.
B. Pengertian Pendidikan Islam
Di
dalam Al-Quran dan Hadits sebagai sumber utama ajaran islam dapat
ditemukan kata-kata atau istilah-istilah yang pengertiannya terkait
dengan pendidikan, yaitu Rabba, ‘allama, addaba.
Dalam bahasa Arab, kata-kata Rabba ‘allama, dan addaba tersebut di atas mengandung pengertian sebagai berikut :
a. Kata kerja rabba yang masdarnya tarbiyahtan memiliki beberapa arti, antara lain mengasuh, mendidik dan memelihara. Di samping kata rabba ada kata-kata yang serumpun dengannya yaitu rabba yang berarti memiliki, memimpin, memperbaiki, menambah. Rabbajuga berarti tumbuh atau berkembang.
b. Kata kerja ‘allama yang masdarnya ta’liman berarti mengajar yang lebih bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan.
Kata kerja addaba yang masdarnya ta’diban dapat
diartikan mendidik yang secara sempit mendidik budi pekerti dan secara
lebih luas meningkatkan peradaban. Muhammad Naqib Al-Attas dalam
bukunya, konsep Pendidikan islam, dengan gigih mempertahankan penggunaan istilah ta’dib untuk konsep pendidikan islam, bukan tarbiyah, dengan alasan bahwa dalam istilah ta’dib , mencakup wawasan ilmu dan amal yang merupakan esensi pendidikan islam.
Ketiga istilah tersebut (tarbiyah,ta’lim, dan ta’dib) merupakan satu kesatuan yang saling terkait artinya, bila pendidikan dinisbatkan kepada ta’dib ia harus melalui pengajaran (ta’lim) sehingga
dengannya diperoleh ilmu. Agar ilmu dapat dipahami, dihayati, dan
selanjutnya diamalkan oleh peserta didik perlu bimbingan (tarbiyah).
Istilah
tarbiyah masdar dari rabba serumpun dengan akar kata rabb (tuhan). Oleh
karenanya tarbiyah yang berarti mendidik dan memelihara implisit di
dalamnya istilah rabb (tuhan) sebagai rabb al-‘alamin.
Berkenaan dengan masalah ini ‘Abdur-Rahman an-Nahlawi menjabarkan konsep at-tarbiyah dalam empat unsur;
- Memelihara pertumbuhan fitrah manusia
- Mengarahkan perkembangan fitrah manusia menuju kesempurnaannya.
- Mengembangkan potensi insani (sumber daya manusia) untuk mencapai kualitas tertentu.
- Melaksanakan usaha-usaha tersebut secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan anak.
Implikasi penggunaan istilah dan konsep tarbiyah dalam pendidikan islam ialah :
1.
Pendidikan bersifat humanis-teosentris artinya berorientasi pada fitrah
dan kebutuhan dasar manusia, yang diarahkan sesuai dengan sunnah
(skenario) tuhan “pencipta”.
2.
Pendidikan bernilai ibadah karena tugas pendidikan merupakan bagian
tugas dari kekhalifaannya, sedangkan pendidikan yang hakiki adalah Allah
“Rabbul’alamin”.
3. Tanggung jawab pendidikan tidak hanya kepada sesama manusia tetapi juga kepada tuhan.
Mengingat
betapa luas dan kompleksitasnya risalah islamiyah maka sebenarnya yang
dimaksud dengan pengertian pendidikan islam ialah: “Segala usaha untuk
memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia
yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kami) sesuai dengan norma islam.”
Pengertian
pendidikan islam tersebut sejalan dengan konsepsi baru hasil konperensi
dunia pertama tentang pendidikan islam tahun 1977 di Meka, yang
menyatakan bahwa pendidikan islam tidak lagi hanya berarti pengajaran
teologik atau pengajaran Al-Qur’an, hadits dan fiqih, tetapi memberi
arti pendidikan di semua cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan dari
sudut pandang islam.
Adapaun
pengertian pendidikan agama islam ialah “usaha yang lebih khusus
ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman (religiousitas) subyek
didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran islam.”
C. Fungsi Pendidikan Islam
Dengan
pengertian pendidikan islam seperti di atas fungsi pendidikan islam
sudah cukup jelas, yaitu memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber
daya manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) yakni
manusia berkualitas sesuai dengan pandangan islam.
Ditinjau
dari segi antropologi budaya dan sosiologi, fungsi pendidikan yang
pertama ialah menumbuhkan wawasan yang tepat mengenai manusia dan alam
sekitarnya, sehingga dengan demikian dimungkinkan tumbuhnya kemampuan
membaca (analisis), kreativitas dalam memajukan hidup dan kedidupannya
dan membangun lingkungannya.
Dari kajian antropologi dan sosiologi secara sekilas diatas dapat kita ketahui adanya tiga fungsi pendidikan;
1.
Mengembangkan wawasan subjek didik mengenai dirinya dan alam
sekitarnya, sehingga dengannya akan timbul kemampuan membaca (analisis),
akan mengembangkan kreativitas dan produkstivitas.
2.
Melestarikan nilai-nilai insani yang akan menuntun jalan kehidupannya
sehingga keberdaannya, baik secara individual maupun sosial, lebih
bermakna.
3.
Membuka pintu ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat bermanfaat
bagi kelangsungan dan kemajuan hidup individu maupun sosial.
Apabila
dari kajian antropologi dan sosiologi tersebut dikembalikan pada sudut
pandang Al-Qr’an sebagai sumber utama pendidikan islam, maka fungsi
pertama dan terutama pendidikan islam adalah memberikan kemampuan membaa
(iqra’) pada peserta didik.
Dengan
menegembalikan kajian antropologi dan sosiologi ke dalam perspektif
al-Qur’an dapat dismpulkan bahwa fungsi pendidikan islam ialah :
1.
Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia,
alam sekitarnya dan mengenai kebesaran ilahi, sehingga tumguh kemampuan
membaca (analisis) fenomena alam dan kehidupan serta memahami
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Dengan kemampuan ini akan
menumbuhkan kreativitas dan produktivitas sebagai implementasi
identifikasi diri pada tuhan “pencipta”.
2.
Menbebaskan manusia dari segala anasir yang dapat merendahkan martabat
manusia (fitrah manusia), baik yang datang dari dalam dirinya sendiri
maupun dari luar.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan kehidupan baik individu maupun soaial.
BAB III
Fitrah Manusia Dan Implikasinya Dalam Pendidikan
A. Pengertian Fitrah
Fitrah berasal dari kata fathara yang sepadan dengan kata khalaqa dan ansyaa yang artinya mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansyaa digunakan
dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian mencipta sesuatu yang
sebelumnya belum ada dan masih merupakan pola dasar (blue print) yang perlu penyempurnaan.
B. Fitrah Manusia
Konsep
fitrah manusia yang mengandung pengertian pola dasar kejadian manusia
dapat dijelaskan dengan meninjau:
(1) Hakekat wujud manusia,
(2) Tujuan
penciptaannya,
(3) Sumber Daya Insani (SDM),
(4) Citra manusia dalam
islam.
1. Hakekat wujud manusia
- Manusia Makhluk Jasmani-Ruhani Yang Paling Mulia
Kemuliaan manusia dapat ditinjau baik dari segi fisik maupun ruhaninya, karena ia adalah makhluk jasmani rohani.
Segi fisik biologis.
Jasad atau fisik manusia asal mulanya dari tanah. Setelah berproses menjadi bentuk manusia dalam Al-Qur’an disebut basyar, (Q.S.
al-Hijr; 28) yakni makhluk fisik-biologis. Sebagai makhluk biologis
kejadinnya hampir sama dengan makhluk biologis lainnya terutama jenis
binatang mamalia, yaitu dari nutfah, ‘alaqah kemudian mudhghah embrio) dan
akhirnya terbentuklah janin, yang strukturnya secara gradual lebih
sempurna dari binatang. (Q.S. at-: Tin 4 dan al-Mukminun: 13-14).
- Manusia makhluk yang suci ketika lahir
Kesucian
manusia biasanya dikaitkan dengan kata “fitrah”. Di tinjau dari segi
bahasa hal ini sesungguhnya kurang tepat karena pengertian fitrah,
sebagaimana telah dijelaskan, ialah asal kejadian atau pola dasar
penciptaan. Bila dikaitkan dengan asal kejadiannya, manusia ketika baru
lahir memang masih suci dari segala noda dan dosa, walaupun ia lahir
dari kedua orang tua yang bergelimang dosa.
- Manusia makhluk etis religious
Sebagai
rangkaian wujudnya yang suci di kala lahir, tuhan senantiasa akan
membimbingnya sengan agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Allah
berfirman:
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (allah) (tetaplah) atas
fitrah allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah allah, itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. ar-Rum: 30).
- Manusia makhluk individu dan sosial
Karena manusia makhluk individu dan social, maka pendidikan juga sering diartikan sebagai individualisasi dan sosialisasi.
Individualisasi:
Proses
pengembangan dan perkembangan individua menjadi pribadi disebut
individualisasi, yaitu proses perkembangan seseorang dengan seluruh
wujudnya sebagai manusia dengan fitrah dan sumber daya manusianya,
sehingga mencapai kualitas tertentu dan mampu bertanggung jawab secara
pribadi atas keberadaannya.
Indiviudalisasi memusatkan perhatian secara individual proses pemeliharaan fitrah dan pengembangan SDM.
Sosialisasi
Manusia
sebagai makhluk sosial juga berarti setiap individu tidak mungkin hidup
layak tanpa terkait dengan kelompok masyarakat manusia lainnya. Itulah
sebabnya dalam masyarakat demokratik, masyarakat dan individu saling
komplementer. Hal ini dapat diketahui pada:
a. Manusia dipengaruhi oleh masyarakat dalam pembentukan pribadinya.
b. Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan pengaruhnya bisa menimbulkan perubahan besar bagi tatanan masyarakat.
Mengakhiri
pembicaraan tentang hakikat wujud manusia menurut pandangan islam,
kesimpulan yang diberikan oleh “Abbas Mahmud al-Aqqad kiranya akan
memperkuat uraian di atas, yakni :
1. Manusia adalah makhluk mukallaf (makhluk yang diberi amanat/ memikul tanggung jawab).
2. Manusia adalah makhluk yang merupakan gambar tuhan (‘ala suratil-khaliq).
Implikasi pernyataan ini ialah manusia harus siap memikul tanggung jawab atas kekhalifahannya.
Dari
hakekat wujudnya sebagai makhluk individu dan sosial dapat disimpulkan
bahwa menurut pandangan islam keberadaan pribadi seseorang adalah:
1. Pribadi yang aktivistik karena tanpa aktivitas dalam masyarakat berarti adanya sama dengan tidak ada (wujuduhu ka ‘adamihi), artinya hanya dengan aktivitas, manusia baru diketahui bagaimana pribadinya.
2. Pribadi yang bertanggung jawab secara luas, baik terhadap dirinya, terhadap lingkungannya, maupun terhadap tuhan.
3.
Dengan kesimpulan di atas mengeinplisitkan adanya pandangan
rekonstruksionisme (rekonstruksi sosial) dalam pendidikan islam melalui
individualisasi dan sosialisasi.
2. Tujuan Penciptaan
a. Tujuan utama penciptaan manusia ialah agar manusia beribadah kepada Allah. (Q.S. Az-Zahriyah: 56).
b. Manusia dicipta untuk diperankan sebagai wakil tuhan di muka bumi. (Q.S. Al-Baqarah: 30, Yunus 14, Al-An’am: 165).
c.
Manusia dicipta untuk membentuk masyarakat manusia yang saling
kenal-mengenal, hormat menghormati dan tolong-menolong antara satu
dengan yang lain (Q.S. Al-Hujurat: 13), tujuan penciptaan yang ketiga
ini menegaskan perlunya tanggung jawab bersama dalam menciptakan tatanan
kehidupan dunia yang damai.
3. Sumber Daya Manusia
Esensi
SDM yang membedakan dengan potensi-potensi yang diberikan kepada
makhluk lainnya dan memang sangat tinggi nilainya ialah “kebebasan” dan
“hidayah Allah”, yang sesungguhnya inheren dalam fitrah manusia.
4. Citra manusia dalam islam.
Berdasarkan
uraian tentang fitrah manusia ditinjau dari hakekat wujudnya, tujuan
penciptaannya dan sumber daya insaninya, tergambar secara jelas
bagaimana citra manusia menurut pandangan islam:
a.
Islam berwawasan optimistik tentang manusia dan sama menolak sama
sekali anggapan pesimistik dari sementara filosof eksistensialis yang
menganggap manusia sebagai makhluk yang terdampar dan terlantar dalam
hidup dan harus bertanggung jawab sendiri sepenuhnya atas eksistensinya.
b. Perjuangan hidup manusia bukan sekedar trial and error belaka
tetapi sudah mempunyai arah dan tujuan hidup yang jelas dan yang telah
digariskan oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana. Untuk mencapainya manuia
telah diberi pedoman serta kemampuan, yakni akal dan agama.
c.
Manusia makhluk yang paling mampu bertanggung jawab karena dikaruniai
seperangkat alat untuk dapat bertanggung jawab yaitu kebebasan berpikir
berkehendak, dan berbuat.
C. Implikasi Fitrah Manusia Dalam Pendidikan
1. Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis
Manusia ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai, “Physically and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral memang belum selesai, “morally is unfinished”.
Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan responsif, sehingga ia menjadi makhluk yang responsible (bertanggung
jawab). Oleh karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan
yang memberikan stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.
2. Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris.
Dengan
bantuan kajian psikologik, implikasi fitrah manusia dalam pendidikan
islam dapat disimpulkan bahwa jasa pendidikan dapat diharapkan sejauh
menyangkutdevelopment dan becoming sesuai dengan citra manusia menurut pandangan islam
Demikianlah yang saya bagikan mengenai ideologi pendidikan islam semoga bermanfaat.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai ideologi pendidikan islam semoga bermanfaat.