Makalah Mewujudkan Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umum
Table of Contents
Kali ini admin postingkan makalah masyarakat madani dan kesejahteraan umum silahkan simak dibawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
Perujukan
terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada
peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi
masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan
dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan dan kesatuan. Adapun cara pelaksanaan
amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan hikmah, nasehat, dan
tutur kata yang baik. Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”,
meneladani Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau
peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain,
seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok
lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan
sifat-sifat luhur lainnya.
Kita
juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak mendikotomikan antara
kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan dunia untuk akhiratnya
dan tidak meninggalkan akhirat untuk dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth)
dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada
masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam
hanya menunggu waktu saja.
Berangkat
dari hal di atas, maka penulis memutuskan untuk menyusun karya ilmiah yang
berjudul “Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat.”
1.2 Tujuan
Makalah ini didedikasikan sebagai upaya dalam mewujudkan masyarakat madani, baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Tujuan lainnya adalah dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berwawasan dan berperilaku madani melalui perspektif pendidikan.
Adapun
rumusan masalah yang diangkat oleh penyusun adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
konsep masyarakat madani?
2.
Bagaimanakah peran
umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
3.
Bagaimanakah sistem
ekonomi islam dan kesejahteraan umat?
4. Bagaimanakah
konsep zakat dan wakaf menurut ekonomi islam?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat
madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15 yang Artinya : Sesungguhnya
bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka
yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada
mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan)
Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang
baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".
Dalam mendefinisikan tema masyarakat madani sangat bergantung pada kondisi sosial kultural
suatu bangsa, karena bagaimana pun konsep masyarakat madani merupakan
bangunan tema terakhir dari sejarah bangsa Eropa Barat. Sebagai titik tolak, di sisi lain dikemukakan beberapa definisi masyarakat madani:
Pertama, definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rew dangan latar belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Soviet.
Ia mengatakan bahwa yang di maksud masyarakat madani merupakan suatu
yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu
dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain guna
mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Maka yang dimaksud dengan
masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh keluarga
dan kekuasaan Negara.
Kedua, oleh
Han-Sung-Joo ia mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah
kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu.
Perkumpulan suka rela yang terbatas dari Negara suatu ruang publik yang
mampu mengartikulasi isu-isu politik. Gerakan warga Negara yang mampu
mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui
norma-norma dan budaya yang menjadi indentitas dan solidaritas yang
terbentuk pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society.
Ketiga, oleh
Kim Sun Hyuk ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani
adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara
mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang
secara relative. Secara global dari ketiga batasan di atas dapat ditarik
benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyrakat madani adalah sebuah
kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan
penguasa dan Negara, yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan
pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat mengeluarkan
aspirasi dan kepentingan publik.
Berdasarkan
kajian di atas masyarakat madani pada dasarnya adalah sebuah komunitas
sosial dimana keadilan dan kesetaraan menjadi fundamennya. Muara dari
pada itu adalah pada demokratisasi, yang dibentuk sebagai akibat adanya
partisipasi nyata anggota kelompok masyarakat. Sementara hukum
diposisikan sebagai satu-satunya alat pengendalian dan pengawasan
perilaku masyarakat.
2.2 Konsep Masyarakat Madani
Konsep
“masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep
“civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini
adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurkholish
Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada
konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad.
Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis
ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim
modern.
Makna
Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society.
Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah perkumpulan
masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan
kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society
pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah
civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke,
dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat
sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarki-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Antara
Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan
di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk
menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi
civil society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah
yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat
Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara
keduanya.
Perbedaan
lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society
merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan
Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga
civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena
meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian
dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Ma’arif mendefinisikan
masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan
toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang
bersumber dari wahyu Allah (A. Syafi’i Ma’arif, 2004: 84).
Masyarakat
madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau
sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa
Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil,
sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan
Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan
“the sphere of voluntary activity which takes place outside of
government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997).
2.3 Karakteristik Masyarakat Madani
Karaketeristik
masyarakat madani dimaksudkan untuk menjelaskan dalam merealisasikan
wacana masyarakat madani diperlukan persyaratan-persyaratan yang menjadi
nilai universal dalam penegakan masyarakat madani, karateristik
tersebut antara lain:
1. Free public sphere (ruang
publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap
setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka
dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta
mempublikasikan informasikan kepada publik.
2. Demokratisasi,
yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga
muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi
dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi,
kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis
kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi
yang meliputi :
(1) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
(2) Pers yang bebas
(3) Supremasi hukum
(4) Perguruan Tinggi
(5) Partai politik
3. Toleransi,
yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan
sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan
menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok
lain.
4. Pluralisme,
yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk
disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan
merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5. Keadilan sosial (social justice),
yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan
kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6. Partisipasi sosial,
yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa,
intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat
memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7. Supremasi hukum,
yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan
harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan
dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
(1) Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
(2) Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
(3) Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
(4) Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
(5) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
(6) Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.
Dalam Al-Qur’an Surat An-Nissa’ ayat 59 dijelaskan Artinya : Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.(QS. An-Nissa’:59)
2.4 Prasyarat Menuju Masyarakat Madani
Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep
yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan
yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju
yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa
prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni
adanya democratic governmance
(pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis
dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung
nilai-nilai civil security, civil responsibility dan civil resilience).
Apabila diurai, kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani sebagai berikut:
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
2. Berkembangnya
modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang
kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan
dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3. Tidak
adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain
terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya
hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga
swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan
bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5. Adanya
kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap
saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6. Terselenggaranya
sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum,
dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya
jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan
kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi
antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa
prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada
jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme”
yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti
demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada
beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan
masyarakat madani (lihat DuBois dan Milley, 1992).
2.5 Islam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam
sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam
terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan
kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi,
militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam
menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar
dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam
al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.
Dalam Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 110 dijelaskan Artinya : Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.(QS.Ali-Imran:110)
Dari
ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam
adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah
ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan
kualitas SDM-nya dibanding
umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam
Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
SDM
umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul.
Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi,
militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan
perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam lebih dari
85%, tetapi karena kualitas SDM-nya
masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional.
Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum Islam. Sistem
sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam,
bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.
Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yakni pertama, tidak seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain; dan kedua,
tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain
dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka
saja. Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap
manusia adalah sama derajatnya di mata Allah dan di depan hukum yang
diwahyukannya. Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap
seluruh anggota masyarakat di muka hukum tidaklah ada artinya kalau
tidak disertai dengan keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang
memperoleh hak atas sumbangan terhadap masyarakat.
Allah melarang merugikan hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Asy-Syu’araa’ ayat 183 yang Artinya Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan. (QS. Asy-Syu’araa’:183)
Dalam
komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan
ekonomi dan sosial, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan
bertentangan dengan Islam. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi
pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial
tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa
memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi
ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat.
Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 yang artinya "Dan
Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal
rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau
memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar
mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari
nikmat Allah".
Dalam
ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan
kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan
sebagai sedekah karena Alah.
Banyak ayat-ayat Allah yang mendorong manusia untuk mengamalkan sedekah, antara lain Q.S. An-nisa ayat 114 yang artinya "Tidak
ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau
berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan
barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka
kelak kami memberi kepadanya pahala yang besa".
Dalam
ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara,
yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia
dalam masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan dengan serentak.
Dengan melaksanakan kedua hubungan itu hidup manusia akan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat kelak.
BAB
III
PENUTUP
Dalam
mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu pada
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan
masyarakat madani itu dan cara menciptakan suasana pada masyarakat madani
tersebut yang terdapat pada pada zaman Rasullullah.
Selain
memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada potensi manusia
yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada di dalam diri
manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani. Karena
semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama Islam
maka akan semakin baik pula hasilnya.
Di
dalam Islam mengenal yang namanya zakat, dengan zakat ini kita dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat hingga mencapai derajat yang disebut
masyarakat madani. Selain itu, ada pula wakaf, wakaf selain untuk beribadah
kepada Allah juga dapat berfungsi sebagai pengikat jalinan antara seorang
muslim dengan sesama. Jadi wakaf mempunyai tiga fungsi yakni fungsi ibadah,
fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam
dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara
perlahan.
Demikian karya ilmiah yang dapat penyusun
sajikan. Kritik dan saran yang konstruktif sangat penyusun harapkan demi
perbaikan selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Amiiinn..
3.3 Saran-saran
Maka
diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu
Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia,
potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak,
dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik
dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.
Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan
pada kesempatan kali ini semoga di dalam penulisan ini dapat dimengerti
kata-katanya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan
datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Google.com
wikipedia.com
Sudarsono, Pokok-pokok
Hukum Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
Demikianlah yang saya sampaikan mengenai masyarakat madani dan kesejahteraan umum semoga bermanfaat.