MAKALAH OTONOMI DAERAH
Table of Contents
Kali ini admin postingkan makalah otonomi daerah silahkan simak di bawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Negara Indonesia adalah negara yang
menganut bentuk Negara Kesatuan (unitary) namun hal ini akan berbeda
ketika kita lihat dalam sistem pemerintahan daerah dalam negara Indonesia telah
mengadopsi prinsip-prinsip federalisme seperti otonomi daerah. Hal ini dapat
dilihat utamanya sesudah reformasi. Bentuk otonomi daerah sebenarnya lebih
mirip sistem dalam negara Federal, dimana pada umumnya dipahami bahwa dalam
sistem federalisme, konsep kekuasaan asli atau kekuasaan sisa (residual power) berada di daerah atau
bagian, sedangkan dalam sistem negara kesatuan (unitary), kekuasaan asli atau kekuasaan sisa itu berada di pusat
sehingga terdapat pengalihan kekuasaan pemerintah dari pusat ke daerah padahal
dalam negara kesatuan idealnya semua kebijakan terdapat ditangan pemerintahan.
Dari hal tersebut utamanya setelah
reformasi dan awal dibentuknya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 bahkan sampai
munculnya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 memunculkan banyak asumsi oleh
beberapa kalangan bahwa otonomi daerah dirasa sangat “rawan” untuk diterapkan
dimana celah untuk munculnya raja-raja baru yang korup di daerah akan semakin
luas bahkan kemungkinan munculnya disintegrasi akan semakin luas. Banyak
pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan di daerah semakin
besar sehingga sangat mungkin untuk lahirnya praktik-pratik korupsi ataupun penyelewengan
terhadap wewenang di daerah tanpa adanya pengawasan dari pusat karena rumah
tangga daerah telah diatur secara otonom oleh daerah.
Namun
sebenarnya asumsi tersebut sungguh telah gugur untuk dipermasalahkan karena
walaupun dalam negara Indonesia, jika dilihat dari bentuknya yang menganut
negara kesatuan mengindikasikan bahwa kekuasaan asli atau kekuasaan sisa itu
berada di pusat (sentralistik), namun pada taraf berjalannya pemerintahan
diperlukan sebuah sistem yang dapat mengakomodir pemerintahan di daerah yang
mengatur hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah dan azas yang paling
tepat dan memang telah berkembang di Indonesia sampai saat ini adalah
desentralisasi yang di artikan dalam bahasa lain yaitu “otonomi daerah”, dan
azas-azas lain yang mendukung seperti dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
Selain itu pada hakikatnya kecenderungan bangsa Indonesia memilih bentuk negara
kesatuan pada saat awal berdirinya negara Indonesia adalah didorong oleh
kekhawatiran politik pecah belah yang selalu dipergunakan oleh kolonial Belanda
untuk memecah belah negara Indonesia.
Kebijakan
otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh sebelum terjadinya
krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di tanah
air. Namun, perumusan kebijakan otonomi daerah itu masih bersifat
setengah-setengah dan dilakukan tahap demi tahap yang sangat lamban. Setelah
terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang tuntutan ketidakpuasan
masyarakat di berbagai daerah mengenai pola hubungan antara pusat dan daerah
yang dirasakan tidak adil, maka tidak ada jalan lian bagi kita kecuali
mempercepat pelaksanaan kebijakan otonomi daerah itu, dan bahkan dengan skala
yang sangat luas yang diletakkan diatas landasan konstitusional dan operasional
yang lebih radikal.
B. PERUMUSAN MASALAH
- Apa pengertian Otonomi Daerah?
- Apa tujuan dari Otonomi Daerah tersebut?
- Bagaimana Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah?
- Bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia?
- Apa permasalahan atau kendala dalam penerapan Otonomi Daerah di Indonesia?
C. TUJUAN
POKOK
1. Untuk menjelaskan pengertian otonomi
daerah
2. Untuk mengetahui dasar hukum
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
3. Untuk mengetahui tujuan pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia
4. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia
D. RUANG
LINGKUP
1. Pengertian otonomi daerah
2. Hakikat otonomi daerah
3. Prinsip otonomi daerah
4. Dasar hukum pelaksanaan otonomi
daerah
5. Tujuan pelaksanaan otonomi daerah
6. Dampak pelaksanaan otonomi daerah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari 2
kata yaitu , auto berarti sendiri,nomosberarti
rumah tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus
rumah tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka
istilah “mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan
dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah
sendiri.
Ada juga berbagai
pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh Pemerintahan
Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang
terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:
-
Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu
daerah.
-
Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut
asas otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang
dimaksudkan di dalam UUD 1945.
-
Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat
daerah seperti Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah
tertinggi.
-
DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD
duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD
adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
-
Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah
otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus
berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-
Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di
dalam batas-batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana
prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem
NKRI.
-
Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat
adalah Presiden Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B.
Sejarah
Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
a) Warisan
Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan
staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang
mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad
No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan
sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah
provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya
menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang
merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh
pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun
kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga
masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
b) Masa
Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke
seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan
Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma
dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda.
Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil
melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan
penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda.
Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No.
27/1942 yang mengatur penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki
kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa
tersebut bersifat misleading.
c) Masa
Kemerdekaan
1. Periode
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi, mengatur
pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota
berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian
daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan
yakni:
1) Provinsi
2)
Kabupaten/kota besar
3)
Desa/kota kecil.
UU
No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.
Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki
penjelasan.
2. Periode
Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan
kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22
tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam
UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a) Propinsi
b) Kabupaten/kota
besar
c) Desa/kota
kecil
d)
Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
3. Periode
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut
UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra.
Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah
tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja
Jakarta Raya
2) Daerah
swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU
No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya
sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4. Periode
Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres
No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada
kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen
baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal
dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat
menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat
oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.
5. Periode
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara
dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
(tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala
daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di
daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah,
melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan
kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah
mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah,
menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili
daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
6. Periode
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU
ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya
berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu
daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut
tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik
berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi
aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.
7. Periode
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pada
prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22
tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Sistem
ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2) Daerah
yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah
provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah
daerah kabupaten dan daerah kota.
3) Daerah
di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan
merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara
umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat
daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan
kesejahteraan bagi masyarakat.
8. Periode
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada
tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah
yang dalam pasal 239 dengan tegas
menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan
mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi
dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan
wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi
terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap
kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala
daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.
C.
Dasar
Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah
1. Dasar
Hukum
Tidak
hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada
dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan
otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1)
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2)
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang
pemerintahan daerah.
3)
Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber
keuangan negara.
Selain
berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis apa
saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di
wilayah otonomi tersebut serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki
oleh daerah agar dapat bersain dengan daerah otonom lainnya.
2. Landasan
Teori
Berikut
ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
a. Asas
Otonomi
Berikut ini ada
beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas tersebut
sebagai berikut:
·
Asas tertib penyelenggara negara
·
Asas Kepentingan umum
·
Asas Kepastian Hukum
·
Asas keterbukaan
·
Asas Profesionalitas
·
Asas efisiensi
·
Asas proporsionalitas
·
Asas efektifitas
·
Asas akuntabilitas
b. Desentralisasi
Desentralisasi
adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan
aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan
daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang
secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya
dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali
dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab,
kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan
untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang
merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap
mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan
nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin
digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.
c. Sentralisasi
Sentralisasi dan
desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian
sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas
pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat
dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah
pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru
ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa
desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah.
Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana
sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini
mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana
sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di
Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung
jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan
desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan
tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan.
Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua
hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik
yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana
yang terbaik bagi masyarakat.
D.
Pemeran
Penting Dalam Otonomi Daerah
APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah)
Di dalam Otonomi daerah
selalu identik dengan yang namanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau
yang sering disebut APBd.Di sini saya akan membahas sedikit mengenai APBD.
Keberhasilan
otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan yang merupakan salah
satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Kedudukan faktor
keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting, karena
pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan efektif dan
efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan
keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria untukmengetahui secara
nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan
pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat
mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi
bagian yang terbesar dalammemobilisasi
dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu,sudah sewajarnya
apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi
mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.
Mardiasmo mendefinisikan anggaran
sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode
waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial,sedangkan penganggaran
adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.Mardiasmo
mendefinisikan nya sebagai berikut ,anggaran publik merupakan suatu dokumen
yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi
informasi mengenai pendapatan belanja dan aktifitasSecara singkat dapat
dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang
menyatakan :
1) Berapa
biaya atas rencana yang di buat(pengeluaran/belanja),dan
2) Berapa
banyak dan bagaimana cara uang untuk mendanai rencana tersebut(pendapatan)
Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003
tentang keuangan Negara disebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih
lanjut dijelaskan dalam PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolahan Keuangan
Daerah disebutkan bahwa APBD adlah rencana keuangan tahunan Pemerintah daerah
yang di bahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
ekonomi. Inisiatif
peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi
diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara
efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
E.
Dampak
Otonomi Daerah
a. Dampak
Positif
Dampak
positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah
akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan
respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di
daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada
yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosikebudayaan dan juga pariwisata.
b. Dampak
Negatif
Dampak
negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di
pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang
adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang
dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya,
atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti
Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi
daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di
daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah
pusat tidak begitu berarti.
Beberapa
modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1) Korupsi
Pengadaan Barang Modus :
a. Penggelembungan
(mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b. Kolusi
dengan kontraktor dalam proses tender.
2) Penghapusan
barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :
-
Memboyong inventaris kantor untuk
kepentingan pribadi.
-
Menjual inventaris kantor
untuk
kepentingan pribadi.
3) Pungli
penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya
tambahan di luar ketentuan resmi.
4) Pemotongan
uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus :
- Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya
dilakukan secara bertingkat (setiap
meja).
5) Bantuan
fiktif
Modus : Membuat surat permohonan
fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap
daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada
pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan
daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik
dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa
saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang
baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau
kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta
analisis dampak yang akan terjadi.
B.
Saran
Analisis
Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol Otonomi Daerah:
1. Merumuskan
kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat propinsi dan sejalan
dengan strategi desentralisasi secara bertahap.
2. Menyusun
sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan memperhatikan faktor-faktor
yang menyangkut penjaminan kesinambungan pelayanan pada masyarakat,perlakuan
perimbangan antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan fiskal yang
berkelanjutan.
3. Untuk
mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu menjalankan
segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor yang
jelas merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.
4. Proses
otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung jawab dari
menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi menuntut
koordinasi dan kerjasama dari seluruh bidang dalam kabinet (Ekuin,Kesra &
Taskin, dan Polkam).
Upaya Yang Menurut Saya
harus Dilakukan Pejabat Daerah Untuk
Mengatasi Ketimpangan Yang Terjadi :
1. Pejabat
harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang berada di pusat
dapat terdistribusi ke daerah.
2. Pejabat
harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat dilakukan melalui
pendidikan politik dan keberadaan organisasi swadaya masyarakat, media massa
dan lainnya.
3. Pejabat
daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.
4. Adanya
kerjasama antara pejabat dan masyarakat.
5. Dan
yang paling penting pejabat harus tahu prinsip-prinsip otonomi.
BAB III
PENUTUPAN
3.1. KesimpulanOtonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal. Dimana untuk mewujudkan keadaan tersebut,berlaku proposisi bahwa pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk mengidentifikasikan,merumuskan,dan memecahkannya, kecuali untuk persoalan-persoalan yang memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif keutuhan negara- bangsa. Dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2000 telah pula ditetapkan Ketetapan MPR No.IV/MPR/2000 tentang Kebijakan dalam Penyelenggaran Otonomi Daerah yang antara lain merekomendasikan bahwa prinsip otonomi daerah itu harus dilaksanakan dengan menekankan pentingnya kemandirian dan keprakarsaan dari daerah-daerah otonom untuk menyelenggarakan otonomi daerah tanpa harus terlebih dulu menunggu petunjuk dan pengaturan dari pemerintahan pusat. Bahkan,kebijakan nasional otonomi daerah ini telah dikukuhkan pula dalam materi perubahan Pasal 18UUD 1945.
Adapun dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang.Bisa dilihat bahwa masih banyak permasalahan yang mengiringi berjalannya otonomi daerah di Indonesia. Permasalahan-permasalahan itu tentu harus dicari penyelesaiannya agar tujuan awal dari otonomi daerah dapat tercapai.
3.2. Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:
- Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
- Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat.
- Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Diklat Teknis Penganggaran di Era Desentralisasi, kerjasama LAN – Depdagri.Seminar Desentralisasi Pemerintahan “Inventarisasi Penyerahan Urusan Pemerintahan” Refleksi 10 tahun Otonomi Daerah, Ditjen Otda – Depdagri.
Marzuki, M. Laica, 2007. “Hakikat Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI – Jurnal Konstitusi Vol. 4 Nomor 1 Maret 2007″, Jakarta : Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.
Siregar, Faris. 2011. Hambatan Pelaksanaan Otonomi Daerah. Dari http://catatankuliahpraja.blogspot.com/2011/09/hambatan-pelaksanaan-otonomi-daerah.html, dikutip pada 27 Maret 2012
Arthur, Muhammad. 2012. Menggugah Peran Aktif Masyarakat dalam Otonomi Daerah. Dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=4437, dikutip pada 27 Maret 2012
Lubis, Rusdi. 2011.PEMBINAAN SDM UNTUK PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH. D http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2474:pembinaan-sdm-untuk-pelaksanaan-otonomi-daerah&catid=11:opini&Itemid=83, dikutip pada 27 Maret 2012
Demikianlah yang saya bagikan mengenai otonomi daerah semoga bermanfaat.