Mentalitas Wirausahawan | Sikap Mental Wirausaha
Kali ini admin postingkan artikel bacan tentang mental seorang wirausaha silahklan simak di bawah ini.
"MentalitasWirausahawan "
Oleh Lilly
H. Setiono
kondisi negara
kita di berbagai bidang tidak menunjukkan perubahan berarti. Kebijakan pemerintah masih simpang siur,
hukum semakin tidak jelas, dan kondisi sosial kian tidak menentu. Di bidang ekonomi, tidak ada perubahan kearah
yang lebih baik. PHK tetap berlangsung karena banyak wirausahawan tidak lagi
berminat memulai atau mengembangkan usahanya dan para investor asing sudah
banyak yang memutuskan untuk memindahkan usahanya ke negara lain yang lebih
menjanjikan.
Di
sisi lain, jumlah populasi dengan usia produktif tidak bisa begitu saja
menganggur. Hidup tetap harus berjalan dan penghasilan tetap mesti dicari untuk
menutupi biaya hidup yang kian mahal. Berbagai ide bisnis bermunculan dan di diskusikan dalam berbagai pertemuan
baik formal maupun informal. Sebagian ide tersebut memang hanya merupakan
“mimpi yang indah” tetapi sebagian lagi ditanggapi dengan antusiasme yang
tinggi. Dari hal ini terlihat bahwa masyarakat kita justru merasa terpacu
ketika dihadapkan pada suatu krisis yang berkepanjangan. Hal ini senada dengan
pendapat yang dikemukakan Ralph Stacey (1997) dalam tulisannya
berjudul "Excitement and Tension at the Edge of Chaos" yang
mengatakan bahwa kreativitas cenderung meningkat pada saat situasi semakin
parah, atau sering disebut dengan istilah populernya "kreatif karena
kepepet". Jika asumsi Stacey ini benar, sangat mungkin “mimpi-mimpi indah”
itu sudah ada di benak banyak sekali penduduk Indonesia yang secara kreatif dan
positif menginginkan perubahan.
Masalahnya sekarang, bagaimanakah mewujudkan jutaan mimpi
indah itu menjadi kenyataan? Apa saja faktor-faktor psikologis yang harus
dimiliki sang wirausaha sehingga dapat mewujudkan mimpi indahnya tersebut?
Artikel ini ditulis dengan harapan dapat inspirasi bagi para pemilik
mimpi indah supaya mereka bisa mempersiapkan diri dalam usaha mereka membuat
mimpi itu menjadi kenyataan
Beberapa Alternatif
1. Menjadi wirausahawan mandiri
Untuk
menjadi seorang wirausahawan mandiri, berbagai jenis modal mesti dimiliki. Ada 3 jenis modal utama yang menjadi syarat: (1) sumber daya internal
yang merupakan bagian dari pribadi calon wirausahawan misalnya
kepintaran, ketrampilan, kemampuan menganalisa dan menghitung risiko, keberanian
atau visi jauh ke depan. (2) sumber daya
eksternal, misalnya uang yang cukup untuk membiayai modal usaha dan
modal kerja, social network dan jalur demand/supply, dan lain
sebagainya. (3) faktor X,
misalnya kesempatan dan keberuntungan. Seorang calon usahawan harus menghitung
dengan seksama apakah ke-3 sumber daya ini ia miliki sebagai modal. Jika
faktor-faktor itu dimilikinya, maka ia akan merasa optimis dan keputusan untuk
membuat mimpi itu menjadi tunas-tunas kenyataan sebagai wirausahawan mandiri
boleh mulai dipertimbangkan
2. Mencari mitra dengan “mimpi” serupa.
Jika 1 atau 2 jenis sumber
daya tidak dimiliki, seorang calon wirausahawan bisa mencari partner/rekanan
untuk membuat mimpi-mimpi itu jadi kenyataan.
Rekanan yang ideal adalah rekanan yang memiliki sumber daya yang tidak
dimilikinya sendiri sehingga ada keseimbangan “modal/sumber daya” di antara
mereka. Umumnya kerabat dan teman dekatlah yang dijadikan prospective
partner yang utama sebelum mempertimbangkan pihak lainnya, seperti beberapa
jenis institusi finansial diantaranya bank.
Pilihan jenis mitra memiliki resiko tersendiri. Resiko terbesar yang harus
dihadapi ketika berpartner dengan teman dekat adalah dipertaruhkannya
persahabatan demi bisnis. Tidak sedikit keputusan bisnis mesti dibuat dengan
profesionalisme tinggi dan menyebabkan persahabatan menjadi retak atau bahkan
rusak. Jenis mitra bisnis lainnya adalah anggota keluarga; risiko yang dihadapi
tidak banyak berbeda dengan teman dekat.
Namun, bukan berarti bermitra dengan mereka tidak dapat dilakukan. Satu
hal yang penting adalah memperhitungkan dan membicarakan semua risiko secara
terbuka sebelum kerjasama bisnis dimulai sehingga jika konflik tidak dapat
dihindarkan, maka sudah terbayang bagaimana cara menyelesaikannya sejak dini
sebelum merusak bisnis itu sendiri.
Mitra bisnis lain yang lebih
netral adalah bank atau institusi keuangan lainnya terutama jika modal menjadi
masalah utama. Pinjaman pada bank dinilai lebih aman karena bank bisa membantu
kita melihat secara makro apakah bisnis kita itu akan mengalami hambatan. Bank
yang baik wajib melakukan inspeksi dan memeriksa studi kelayakan (feasibility
study) yang kita ajukan. Penolakan
dari bank dengan alasan “tidak feasible” bisa merupakan feedback
yang baik, apalagi jika kita bisa mendiskusikan dengan bagian kredit bank
mengenai elemen apa saja yang dinilai “tidak feasible”. Bank juga bisa membantu kita untuk memantau
kegiatan usaha setiap tahun dan jika memang ada kesulitan di dalam perusahaan,
bank akan mempertimbangkan untuk tidak meneruskan pinjamannya. Ini merupakan “warning”
dan kontrol yang bisa menyadarkan kita untuk segera berbenah. Wirausahawan yang “memaksakan” bank untuk
memberi pinjaman tanpa studi kelayakan yang obyektif dan benar akhirnya sering
mengalami masalah yang lebih parah.
Agunan (jaminan) disita, perusahaan tidak jalan, dan hilanglah harapan
untuk membuat mimpi indah menjadi kenyataan.
Kejadian seperti ini sudah sangat sering terjadi, dalam skala kecil
maupun skala nasional. Pinjaman seringkali melanggar perhitungan normal yang
semestinya diterapkan oleh bank sehingga ketika situasi ekonomi tidak
mendukung, sendi perekonomian mikro dan makro pun turut terbawa jatuh.
3. Menjual mimpi itu kepada
wirausawahan lain (pemilik modal)
Jika teman atau kerabat yang
bisa diajak bekerjasama tidak tersedia (entah karena kita lebih menghargai
hubungan kekerabatan atau persahabatan atau karena memang mereka tidak dalam
posisi untuk membantu) dan tidak ada agunan yang bisa dijadikan jaminan untuk
memulai usaha anda, ada cara lain yang lebih drastis, yaitu menjual ide atau
mimpi indah itu kepada pemilik modal.
Kesepakatan mengenai bagaimana bentuk kerjasama bisa di lakukan antara
si pemilik modal dan penjual ide. Bisa
saja pemilik modal yang memodali dan penjual ide yang menjalankan usaha itu,
bisa juga penjual ide hanya menjual idenya dan tidak lagi terlibat dalam usaha
itu. Jalan ini biasanya diambil sesudah
cara lainnya tidak lagi memungkinkan sedangkan ide yang kita miliki memang
sangat layak diperhitungkan.
Ketiga cara di atas selayaknya
dipikirkan sebelum seseorang mengambil keputusan untuk menjadi
wirausahawan. Tanpa pemikiran mendalam,
pengalaman pahit akan menjadi makanan kita.
Banyak usaha yang akhirnya gulung tikar sebelum berkembang. Contohnya,
pada tahun 1998, penduduk Jakarta tentu masih ingat akan trend “kafe tenda”
sebagai reaksi atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang saat itu banyak
terjadi. Tiba-tiba saja banyak mantan
karyawan perusahaan beralih profesi menjadi wirausahawan. Bahkan usaha tersebut
ramai-ramai diikuti oleh pula oleh para selebritis. Trend ini tidak mampu bertahan lama. Banyak “usaha dadakan” ini terpaksa gulung
tikar. Entah kemana para wirausahawan baru kita ini akhirnya menggantungkan
nasibnya sekarang.
Mentalitas Wirausahawan: Mitos atau Realita?
Untuk mewujudkan mimpi menjadi seorang wirausahawan yang
sukses memang diperlukan berbagai faktor pendukung. Selain modal (sumber daya seperti tersebut
di atas), masih ada faktor lain yang merupakan syarat untuk keberhasilan seorang
wirausahawan. Banyak yang mengatakan “mental” atau “bakat”; dalam bahasa umum
“bakat dagang”, merupakan salah satu diantara faktor tersebut. Meskipun belum
banyak penelitian ilmiah mengenai mental atau kepribadian wirausahawan,
namun ada beberapa fakta maupun asumsi yang bisa menerangkan bahwa memang
ada perbedaan karakter antara wirausahawan dengan non-wirausahawan. Bisa saja
perbedaan itu tumbuh karena kebiasaan atau pengaruh lingkungan sehingga menjadi
karakter yang menetap dalam kepribadian seseorang
Bagi pengikut aliran non-deterministic,
bakat dagang mungkin lebih bisa diterima sebagai sebuah mitos, sebab sulit
untuk mengatakan bahwa seorang bayi memiliki “in-born entrepreneurship
trait”. Lebih logis bila mengasumsikan
bahwa “bakat dagang” yang dimitoskan mungkin merupakan kumpulan dari
kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dimiliki oleh wirausahawan lewat proses
pembelajaran sejak dini. Kebiasaan ini disosialisasikan
dan dikondisikan secara konstan kepada individu atau kelompok tertentu sehingga
menjadi ciri karakter yang kuat dan mengakar di dalam mereka. Sebagian dari
kebiasaan itu adalah:
·
menghitung untung rugi setiap tindakan/keputusan yang diambil
·
melihat peluang dan menganalisis kebutuhan pasar
·
mengelola sumber daya (planning, organizing, directing, controlling)
·
bekerja keras secara konstan dan mencari solusi bagi masalahnya
·
kebiasaan “jatuh-bangun” sehingga tidak lagi takut membuat keputusan
Selain faktor kebiasaan di atas, masih banyak faktor lain yang turut
menentukan apakah seseorang bisa menjadi seorang wirausahawan yang sukses.
Beberapa di antaranya adalah:
1. Kreatif dan Inovatif
Seorang wirausahawan umumnya memiliki daya kreasi dan inovasi yang lebih
dari non-wirausahawan. Hal-hal yang belum terpikirkan
oleh orang lain sudah terpikirkan olehnya dan dia mampu membuat hasil
inovasinya itu menjadi “demand”. Contohnya: Menjelang tahun 2000, ada
sekelompok orang yang menjadi “kaya raya” karena mereka berhasil menjual ide “the
millenium bug”. Puluhan juta dollar bergulir
di industri komputer dan teknologi hanya karena ide ini. Software baru, jasa konsultasi teknologi komputer bahkan Hollywood pun berhasil
membuat ide ini menjadi industri hiburan yang menghasilkan puluhan juta dollar.
Film “The Entrapment” adalah salah satu hasilnya. Contoh lainnya yang sederhana adalah pengemasan air minum steril kedalam
botol sehingga air bisa diminum langsung tanpa dimasak. Banyak sekali contoh lain yang menunjukkan bahwa kreatifitas dan inovasi
adalah salah satu faktor yang bisa membawa seseorang menjadi wirausahawan
sukses. Perlu diingat bahwa kreatifitas dan inovasi bukan merupakan
satu-satunya faktor penentu karena artispun harus memiliki kedua faktor ini
sebagai penentu kesuksesannya.
2. Confident, Tegar dan Ulet
Wirausahawan yang berhasil umumnya memiliki rasa percaya diri yang tinggi,
tegar dan sangat ulet. Ia tidak mudah putus asa,
bahkan mungkin tidak pernah putus asa. Masalah akan dihadapinya dan bukan dihindari. Jika ia membuat salah perhitungan, saat ia sadar akan kesalahannya, ia
secara otomatis juga memikirkan cara untuk membayar kesalahan itu atau
membuatnya menjadi keuntungan. Ia tidak akan berhenti
memikirkan jalan keluar walaupun bagi orang lain, jalan keluar sudah buntu.
Kegagalan akan dibuatnya menjadi pelajaran dan pengalaman yang mahal. Semangatnya tidak pernah luntur; ada saja yang membuatnya bisa berpikir
positif demi keuntungan yang dikejarnya. Kualitas kepribadian seperti ini tidak mungkin tumbuh secara mendadak.
Keuletan, ketegaran dan rasa percaya diri tumbuh sejak dini (usia balita) dan
sudah menjadi karakter atau dasar kepribadiannya. Sulit (bukan tidak mungkin) bagi seorang dewasa membentuk kualitas-kualitas
ini jika tidak dimulai sejak masa balita.
3. Pekerja Keras
Waktu kerja bagi seorang wirausahawan tidak ditentukan oleh jam kerja. Saat
ia sadar dari bangun tidurnya, pikirannya sudah bekerja membuat rencana,
menyusun strategi atau memecahkan masalah. Kadang dalam tidurnyapun ia tetap berpikir. Membiarkan waktu berlalu tanpa
ada yang dipikirkan atau dikerjakan kadang membuatnya merasa “tidak produktif”
atau merasa kehilangan kesempatan.
4. Pola Pikir Multi-tasking
Seorang wirausahawan sejati mampu melihat sesuatu dalam perspektif/dimensi
yang berlainan pada satu waktu (multi-dimensional information processing
capacity). Bahkan ia juga mampu melakukan “multi-tasking” (melakukan
beberapa hal sekaligus). Kemampuan inilah yang membuatnya piawai dalam
menangani berbagai persoalan yang dihadapi oleh perusahaan. Semakin
tinggi kemampuan seorang wirausahawan dalam multi-tasking, semakin besar pula
kemungkinan untuk mengolah peluang menjadi sumber daya produktif
5. Mampu Menahan
Nafsu untuk Cepat Menjadi Kaya
Wirausahawan yang
bijak biasanya hemat dan sangat berhati-hati dalam menggunakan uangnya terutama
jika ia dalam tahap awal usahanya.
Setiap pengeluaran untuk keperluan pribadi dipikirkannya secara serius
sebab ia sadar bahwa sewaktu-waktu uang yang ada akan diperlukan untuk modal
usaha atau modal kerja. Keuntungan tidak selalu menetap, kadang ia harus merugi
dan perusahaan harus tetap dipertahankan. Oleh sebab itu, jika ia memiliki
keuntungan 10, hanya sepersekian yang digunakan untuk keperluan pribadinya.
Sebagian besar disimpannya untuk digunakan bagi kemajuan usahanya atau untuk
tabungan jika ia terpaksa mengalami kerugian
Wirausahawan yang
bijak juga mengerti bahwa membangun sebuah perusahaan yang kokoh dan mapan
memerlukan waktu bertahun-tahun bahkan tidak jarang belasan atau puluhan
tahun. Seorang wirausahawan yang memulai
usahanya dari skala yang kecil hingga menjadi besar akan mampu menahan nafsu
konsumtifnya. Baginya, pengeluaran yang tidak menghasilkan akan dianggap
sebagai sebuah kemewahan. Jika
tabungannya tidak cukup untuk membeli kemewahan itu, dia akan menahan diri
sampai tabungannya jauh berlebih. Ia
juga menghargai keuntungan yang sedikit demi sedikit dikumpulkannya. Keuntungan
itu diinvestasikannya ke dalam usaha lainnya sehingga lama-kelamaan hartanya
bertambah banyak. Dalam hal ini memang ada benarnya pepatah yang mengatakan: “hemat
pangkal kaya”.
Sebaliknya,
wirausahawan yang tidak bijak seringkali tidak dapat menahan nafsu
konsumtif. Keuntungan dihabiskan untuk
berbagai jenis kemewahan dan hal yang tidak produktif sehingga tidak ada lagi
tabungan untuk perluasan perusahaan atau untuk bertahan pada masa sulit.
Perusahaanpun tidak lama bertahan
6. Berani
Mengambil Resiko
Seorang
wirausahawan berani mengambil risiko. Semakin besar risiko yang diambilnya,
semakin besar pula kesempatan untuk meraih keuntungan karena jumlah pemain
semakin sedikit. Tentunya, risiko-risiko
ini sudah harus diperhitungkan terlebih dahulu.
Masih banyak lagi faktor yang belum terungkap dalam artikel ini. Saya berharap para pembaca yang memiliki
pengalaman lain mau membagikan pengalamannya agar dapat menjadi inspirasi bagi
calon-calon wirausahawan baru. Negara
kita memang sedang membutuhkan wirausahawan baru untuk membangun kembali ekonomi
yang morat-marit ini.
Bagi
mereka yang sudah memiliki ide dan mimpi indah, cobalah mulai berhitung. Siapa
tahu anda sudah memiliki banyak faktor yang disebutkan di atas dan anda tinggal
mengatakan pada diri anda:”Just try it”. Bagi anda yang merasa bahwa dunia wirausaha
bukan dunia anda, jangan kecil hati….sebab anda masih bebas bermimpi. Selain mimpi itu gratis, segala sesuatu yang
baru selalu dimulai dari mimpi indah. “Selamat
bermimpi”.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai sikap mental wirausaha semoga bermanfaat.