Makalah Kodifikasi Hadits secara Resmi
Table of Contents
2.1.Kodifikasi
Hadist Resmi
Secara etimologi,kodifkasi (tadwin) dapat diartikan
menulis,mencatat (pembukuan). Secara terminologi,kodifikasi diartikan sebagai
menghimpun syariat-syariat dalam undang undang dasar,atau dapat juga
mengumpulkan undang-undang dan merangkainya atau mengaturnya. Dalam KBBI
kodifikasi diartikan sebagai perhimpunan berbagai peraturan menjadi
undang-undang,klasifikasi hukum penggolongan hukum dan undang berdasarkan
asas-asas tertentu dibuku undang-undang yang baku,proses pencatatan norma yang telah
dihasilkan oleh pembukuan dalam bentuk buku tata bahasa,dan pemberian nomor
atau lamban.
Dari beberapa pengertian diatas, secara umum dapat disimpulkan
bahwa kodifikasi adalah suatu proses dimana dilakukannya upaya
penghimpunan,pembukuan,pengklasifikasian,pencatat dan pemberian tanda terhadap
suatu objek tertentu. Apabila menjadi objek penghimpunan,pengumpulan dan
pencatat itu adalah hadist-hadist,disebutlah kodifikasi hadist. Dengan
demikian,secara sederhana kodifikasi dapat diartikan sebagai usaha menghimpun,pengumpul
dan mencatat hadist-hadist rosul saw dalam buku. Dalam catatan sejarah, umumnya
dipercayai bahwa orang-orang yang pertama memikirkan dan melakukan pengumpulan
serta penulisan hadist secara resmi adalah ‘Umar ibn ‘ Abd al-‘Aziz.
Terdorong oleh rasa tanggung jawab untuk melestarikan hadist nabi
dan memelihara kemurniannya, Khalifah ‘Umar ibn ‘ Abd al-‘Aziz mengintruksikan
kepada gubernurnya dan para ulama terkemuka untuk mengumpulkan dan membukukan
hadist supaya disebarkan kepada masyarakat islam. Ia mengirim kepada Gubernur
Madinah Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm ( 117 H).
‘Umar ibn ‘ Abd al-‘Aziz adalah Khalifah pertama dalam sejarah
islam yang mengambil kebijaksanaan untuk mengkodifikasi hadist. Kodifikasi
secara resmi seperti ini belum pernah dilakukan penguasa-penguasa sebelumnya.
Muhammad Al Ajaj Al-Khatib menemukan adanya perintah dari gubernur mesir ‘ Abd al-‘Aziz bin Marwan ( 85 H), ayah dari
Khalifah ‘ Umar kepada katsir bin murrah (sekitar 70-80 H) agar menuliskan hadist
selain dari hadist Abu Hurairah, namun menurut para ulama hadist, kodifikasi
umarlah kodifikasi resmi pertama.
Berdasarkan keterangan diatas, maka berbicara masalah kodifikasi
hadist harus bisa membedakan antara kodifikasi hadist yang bersifat individual/pribadi
yang disebut juga dengan tadwin al-syakhshi yang dilakukan oleh para sahabat
dan tabiin dengan kodifikasi hadist yang bersifat resmi yang disebut juga
tadwin al-rasmi yang dilakukan oleh
‘Umar ibn ‘ Abd al-‘Aziz, para gubernur dan ulama.
2.2.Menjelang Penulisan Hadits Secara Resmi
Pada periode ini hadits-hadits Nabi SAW mulai ditulis dan dikumpulkan secara resmi. Umar ibnAbd
al-Aziz, salah seorang khalifah dari dinasti Umayyah yang mulai memerintah di penghujung abad pertama hijriah, merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah bagi penghimpunan dan penulisan Hadits Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan di dalam catatan dan hafalan para Sahabat danTabiin. Hal tersebut dirasakannya begitu mendesak, karena pada masa itu wilayah-wilayah kekuasaan Islam telah meluas sampai ke daerah-daerah di luar Jazirah Arabia, di samping para sahabat sendiri, yang
hafalan dan catatan-catatan pribadi mereka mengenai Hadits Nabi merupakan sumber rujukan bagi ahli Hadits ketika itu, sebagian besar telah meninggal dunia karena factor usia dan akibat banyaknya terjadi peperangan.
Ada beberapa faktor yang mendorong Umar
ibnAbd al-Aziz mengambil inisiatif untuk pengumpulan dan pengkodifikasian hadits dengan memerintahkan para gubernur dan pembantunya untuk mengumpulkan dan menuliskan Hadits, diantaranya :
1. Tidak ada lagi penghalang untuk menuliskan dan membukukan Hadits, yaitu kekhawatiran bercampurnya Hadits dengan Al-Qur’an karena
Al-Qur’an ketika itu telah dibukukan dan di sebarluaskan.
2. Munculnya kekhawatiran akan hilang dan lenyapnya Hadits karena banyaknya para Sahabat yang meninggal dunia akibat usia lanjut atau karena seringnya terjadipeperangan.
3. Semakin maraknya kegiatan pemalsuan Hadits yang dilatarbelakangi oleh perpecahan politik dan perbedaan mazhab di kalangan umat Islam. Keadaan ini apabila dibiarkan terus akan merusak kemurnian ajaran Islam, sehingga upaya untuk menyelamatkan Hadits dengan cara pembukuannya setelah melalui seleksi yang ketat harus segera dilakukan.
4. Karena telah semakin luasnya daerah kekuasaan Islam
disertai dengan semakin banyak kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam, maka hal tersebut menuntut mereka untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dari HaditsNabi SAW, selain petunjuk Al-Qur’an sendiri.
2.3.Tokoh
Tokoh-tokoh para pengumpul pertama hadist yang tercatat dalam
sejarah:
1. Ibnu
Juraij, di kota Mekkah (80 H/669 M-150 H/767 M)Di Kota Mekkah.
2. Ibnu Ishaq
(...H/ 151 M-...H/768M), Ibnu Abi Dzi’bin Dan Malik Ibn Anas (93
H/703 M-179 H/798 M) Di Kota Madinah.
3. Ar-Rabi’
Ibn Shabih (...H/...M-160 H/777 M), Hammad Ibn Salamah (176 H) dan Said Ibn Abi
Arubah (156 H/773 M) Di Kota Bashrah.
4. Sufyan
ats-Tsaury (161 H) Di Kufah.
5. Al-Auza’y
(196 H) Di Kota Syam.
6. Husyaim
al-Wasyithy (104 H/772 M-188 H/804 M) Di Kota Washith.
7. Ma’mar
al-Azdy (95 H/753 M-153 H/770 M) Di Yaman.
8. Jarir
adh-Dhabby (110 H/728 M-188 H/804 M) Di Rey.
9. Ibnu
al-Mubarak (118 H/735 M-181 H/797 M) Di Khurasan.
10. Al-Laits
Sa’ad (175 H) Di Mesir.
Demikianlah yang saya sampaikan makalah tentang kodifikasi hadits secara resmi semoga bermanfaat.