Makalah Keseimbangan Pendapatan Nasional

Sahabat sejuta warna kali ini saya postingkan makalah tentang keseimbangan pendapatan nasional silahkan dibaca dibawah ini.

2.1  Keseimbangan Pendapatan Nasional
Dalam buku Pengantar Ilmu Ekonomi Makro karya Nopirin , Ph.D., menjelaskan bahwa faktor – faktor yang menentukan pendapatan nasional menurut Keynes dalam bukunya the General Theory, ialah kaum klasik. Menurut kaum klasik, pendapatan nasional akan selalu dalam keadaan full employment dimana keinginan masyarakat untuk menabung sama dengan keinginan perusahaan untuk melakukan investasi ( dalam arti ex ante ). Dalam kenyataannya ( ex post ) tabungan selalu sama dengan invstasi. Dalam ex post tabungan sama dengan investasi bukanlah merupakan syarat adanya keseimbangan dalam pendapatan nasional yang selalu dalam keadaan full employment. Keynes membantah keadaan ini dan menyatakan bahwa pendapatan nasional yang seimbang dapat terjadi pada keadaan kurang dari full employment.
Perbedaan pendapat ini secara sederhana dapat dijelaskan dengan contoh dengan contoh sebagai berikut. Misalnya, setor perusahaan menghasilkan output sebesar Rp. 1.000 juta (Y) dalam keadaan full employment dan mengharapkan dapat menjual Rp. 800 juta kepada sektor rumah tangga (C) dan ingin menggunakan sisanya yang sebesar Rp. 200 juta untuk investasi ( persediaan termasuk dalam pengertian investasi). Mereka akan tetap menghasilkan sejumlah itu sepanjang keinginan untuk menjual terealisir. Jika konumen ( rumah tangga ) merencanakan membeli sebesar Rp. 800 juta ( dengan demikian keinginan untuk menabung sebesar Rp. 200 juta ) maka apa yang diinginkan oleh sektor perusahaaan persis sama oleh yang diinginkan consume. Tetapi apabila konsumen memutuska hanya akan membelanjakan sebesar Rp. 700 juta (berarti keinginan menaung Rp. 300 juta) maka keinginan kdua pihak tidak sama.
Dalam kasus tersebut, sektor perusahaan akan mengalami tambahan perediaan yang tidk dikehendaki (unintended inventory) sebesar Rp. 100 juta.  Menurut teori klasik, akibat dari keadaan ini keinginan menabung akan lebih besar dibandingkn denga keinginan berinvestasi.

2.2  Konsumsi Dan Penentuan Pendapatan Nasional (Gnp)
            Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi (C) terutama tergantung dari pendapatan (Y), makin tinggi pendapatan makin tinggi konsumsi. Dalam gambar 8.1. pengeluaran konsumsi merupakan fungsi (linear) terhadap pendapatan
            C = a + bY
Pengeluaran (C+I) dan penentuan pendapatan nasional
Untuk sementara pengeluaran pemerintah ditiadakan. Pendapatan nasional dalam keseimbangan apabila pengeluaran total ( C + I ) sama dengan produksi total (Y). Keseimbangan ini ditunjukan dengan perpotongan garis E = C + I dengan garis pembantu E = Y, sehingga diperoleh Y ekulibrium. Pada Y ekuilibrium ini maka keinginan menabung (S) sama dengan keinginan Investasi (I), besarnya keinginan menabung ditunjukan dengan selisih antara pendapatan dan konsumsi (S = Y – C).

Tabungan (S) dan Investasi (I)
            Jadi, S = Y – C
                        = Y – a – bY
                        = -a + (1-b)Y;
2.3   Perubahan Pendapatan Nasional
            Y ekuilibrium bertahan lama dan baik apabila dalam keadaan full employment. Tetapi menurut  Keynes dalam buku Pengantar Ilmu Ekonomi karya Nopirin, Ph.D.,tidak memberikan jaminan bahwa Y ekuilibrium mesti dalam full employment. Keadaaan ini mungkin terjadi, tetapi hanya karena kebetulan saja, bukan secara otomatis. Alasannya, pengeluaran investasi sifatnya tidak stabil. Pengusaha akan memperkecil pengeluaran investasinya manakala harapannya untuk dapat menjual outpul kecil. Akibatnya, keinginan untuk melakukan investasi turun dan keadaan sendirinya pendapatan nasional juga turun. 
Penurunan pengeluaran investasi

Penurunan pengeluaran investasi


            Turunnya pengeluaran investasi akan menyebabkan turunnya pendapatan. Akibat turunnya pendapatan ini konsumsi juga turun (karena konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan) sebesar bY. Karena konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran, turunnya pengeluarana konsumsi akan menyebabkan pendapatan turun lagi dan seterusnya. Turunnya pendapatan akhirnya akan sebesar angka pengganda dikalikan besarnya penurunan investasi.
Sehubungan dengan ini, keynes membagi sifat pengeluaran ini ke dalam autonomous dan induced. Dia berkeyakinan bahwa pada dasarnya pengeluaran konsumsi itu sifatnya induced (tergantung dari pendapatan), sedang pengeluaran investasi itu sifatnya autonomous (tidak tergantung dari pendapatan, tetapi tergantung pada tingkat bunga dan keuntungan yang diharapkan).
Menurut Keynes, masalah utama dalam ekonomi makro adalah bahwa perubahan dalam pengeluaran yang sifatnya autonomous akan menyebabkan terjadinya fluktuasi dalam kegiatan ekonomi melalui proses multiplier. Perubahan GNP akan mengakibatkan terjadinya employment, apabila pengeluaran autonomous turun dibawah tingkat full employment GNP. Sebaliknya, akan terjadi inflasi apabila pengeluaran autonomous naik sedangkan GNP sudah ada pada keadaan full employment. Dalam hal ini resep yang diajukan kaum klasik adalah tidak terbuat apa – apa (do nothing – laisez faire), dalam jangka panjang akan tercapai full employment dan sekaigus ekuilibrium. Namun, Keynes resepnya do spomething (campur tangan pemerintah) dalam jangka pendek. Sebab, katanya : “dalam jangka panjang kita ini semua mati” (in the long run we are ali dead). Oleh karena itu, analisa ekonomi makro keynes lebih menitik beratkan pada analisa jangka pendek.
2.4  Peranan Pemerintah
Apabila pengeluaran investasi swasta tidak cukup mendorong kenaikan GNP (dengan sendirinya juga tidak cukup menciptakan kesempatan kerja), maka pengeluaran pemerintah dapat menggantikannya.
Menambahkan pengeluaran pemerintah serta pajak, ke dalam model di atas tidaklah sukar. Pengeluaran, sekarang meliputi pengeluaran konsumsi (C), Investasi (I) dan pemerintah.[2]
C + I + G = Y
Pengeluaran c + i + g dan pendapatan nasional

Pajak dan pendapatan nasional

Turunnya konsumsi sebagai akibat pajak, akan berakibatturunnya pendapayan nasional. (ingat C adalah bagian dari Y, sehingga apabila Y turun maka C juga turun).  Seperti terlihat pada gambar 8.6. tercermin pula efek perubahan pengeluaran pemerintah (G) dan pajak terhadap pendapatan nasional (Y) melalui proses multiplier. Secara matematik sederhana besarnya multiplier G dan T dapat ditujukan sebagai berikut :
a.       Keadaan keseimbangan :

Y = C + I + G

b.      fungsi komsumsi

c = a + byd; di mana Yd adalah disposable income yang besarnya = Y – T

parsamaan ( b ) di atas kemudian dapat dituliskan

c = a + b(Y – T)

c.       Fungsi Pajak

T = To + tY; di mana To adalah Pajak tetep, dan t Adalah terif Pajak

d.      Investasi (I) dan Pengeluaran Pemerintah(G) diuanggap teetap (Autonomus).

e.       Dengan Substitusi diperoleh:

C = a + bYd
C = a + b(Y – T)
C = a + b(Y –To – tY)
C = a – bTo + b(1 – t)Y

Perubahan To akan menggeser garis C, sedang perubahan t akan mengubah lereng garis C.

f.       Selanjutnya, masukan persamaan terakhir ini, ke dalam persamaan pertama (a), diperoleh:

Y = C + I + G
Y – a – bTo + b(1 – t)Y + I +G
{1 – b(1 – t)}Y = a – bTo +  I + G
Y = 

       Persamaan terakhir ini menunjukan bahwa G mempunyai multiplier seperti I dan a (konsumsi autonomous), yakni sebesar.

Multiplier G. I atau a = 

Demikian juga, dapat diketahui besarnya multiplier pajak (T), yakni sebesar:

Multiplier T = 
Pengeluaran Transfer mempengaruhi pendapatan yang siap dibelanjakan seperti hal nya pengaruh pajak pendapatan. Hanya saja arah pengareuhnya berbalikan. Untuk memperoleh pendapatan yang siap dibelanjakan maka pajak pendapatan di nkurangkan dari npendapatan nasional (yang terdiri dari upahj, sewa, bunga dan keuntungan). Hal ini dilakukan karena pajak pendapatan merupakan bagian dari pendapatan yang di peroleh tewtapi tidak diterima oleh konsumen. Tetapi kemudian harus ditambahkan pembayaran transfer (seperti misalnya pensiun atau nsumbangan sosial hari tua dan sebagainya) ke dalam pendapatan yang siap dibelanjakan karena merupakan sumber pendapatan yang diterima meskipun bukan penerimaan di dalam proses prodluksi. Dengan demikian pembayaran transfer mereupakan negatives taxes artinya pemberikan pembayaran  transfer kepada konsumen  sebesar Rp. 100.000,00 sama dengan mengurangi pajak pendapatan konsumen sebesar Rp. 100.000,00.
Penambahan Pembayaran transfer dapat diperlukan sama dengan penurunan pajak pendapatan, yang menggeser kurva permintaan agregat (C + I + G) ke atas.
Pergeseran kurva permintaan agregat ke atas tersebut dapat menghilangkan/mengurangi resesi: Gambar berikut menjelaskan hal ini.

Peranan pemerintah untuk mengurangi resesi

Resesi yang di tunjukan dengan celah resesi 9recessionari gap) dapat dihilangkan dengan campur tangan pemerintah recessionary gapo adalah kelebihan permintaan di atas permintaan agregat pada keadaan full-employment. Dari analisa multiplier ini jelas bahwa dalam dalam alam pikiran keynes, turunnya investasi  swasta (pengusaha) akan tidak mempunyai efek terhadap GNP manakala diimbangi dengan kenaikan pengeluaran pemerintah dalam jumlah yang sama atau penerimaan pajak (kebijaksaan fiskal pemerintah).
Pada intinya, fungsi utama pemerintah adalah menyediakan barang public. Untuk menjalankan fungsinya, pemerintah melakukan pengeluaran berupa pembelian barang dan jasa dari sektor perusahaan dan pengeluaran-pengeluaran untuk sektor rumah tangga. [3]
2.5  Pasar Uang Dan Tingkat Bunga
            Menurut kaum klasik tingkat bunga itu merupakan hasil interaksi antara tabungan (S) dan investasi (I). Keynes mempunyai pandangan yang berbeda. Tingkat bunga menurutnya merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP), sepanjang uang ini mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi dan dengan demikian akan mempengaruhi GNP. Sedangkan menurut kaum klasik uang hanyalh mempengaruhi harga barang (teori kuantitas uang).[4]
            Pasar uang adalah interaksi antara permitaan uang dengan penawaran uang. Yang diperjualbelikan di pasar uang bukan dalam bentuk fisik uang melainkan hak pengguna uang. Jika hak pengguna uang adalah setahun atau lebih, maka pasar tersebut dikategorikan sebagai pasar uang.[5]
            Untuk menyerderhanakan modelnya, Keynes hanya membagi susunan/komponen kekayaan dalam dua bentuk, yakni uang kas dan surat berharga (obligasi). Keuntungan apabila kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas adala kemudahan dalam melakukan transaksi sebab uang kas merupakan alat pembayaran yang paling likuid. Likuid diukur dengan kecepatan menukar kekayaan dalam bentuk alat pembayaran (untuk transaksi) tanpa adanya kerugian nilai. Jadi, uang tidak ada risiko capital gain atau loss seperti halnya pada bentuk kekayaan yang lain. Tetapi, bentuk kekayaan dalam uang kas tidak dapat memberikan penghasilan (misalnya berupa uang). Sebaliknya kekayaan dalam bentuk surat berharga, di mana harganya dapat naik turun tergantung dari tingkat bunga (apabila tingkat bunga naik haga surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau gain. Namun demikian, surat berharga mendatangkan pendapatan yang berupa bunga. Dengan anggapan bahwa masyarakat itu tidak suka risiko (risk averters) maka mereka akan mau memegang bentuk kekayaan yang risiko tinggi (surat berharga) apabila didorong dendgan tingkat bunga yang tinggi pula. Makin banyak surat berharga dalam susunan kekayaan, risikonya juga makin tinggi. Oleh karena itu harus didorong dengan tingkat bunga yang lebih tinggi pula. Tingkat bunga di sini adalah tingkat bunga “rata-rata” dari segala macam surat berharga yang beredar dalam masyarakat.[6]
            Permintaa akan uang, yang oleh Keynes disebut dengan “liquidity preference” (permintaan uang) tergantung daripada tingkat bunga.  Dalam gambar dibawah ini sumbu horizontal mengukur jumlah dan permintaan uang dengan sumbu vertikal untuk tingkat bunga.
Efek perubahan jumlah uang terhadap tingkat bunga
                                  
Permintaan akan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga. Hubungan negatif antara permintaan uang dnegan tingkat bunga dapatlah dijelaskan sebagai berikut:
1.      Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya suatu tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun di bawah tingkat normal, makin banyak orang yang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tngkat  (jadi mereka yakin bahwa tingkat bunga akan naik di waktu yang akan datang).
2.      Kedua,berkaitan dengan ongkos memegang uang kas (opportunity cost of holding money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula ongkos memegang uang kas (dalam bentuk tingkat bunga yang tidak diperoleh karena kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas) sehingga keinginan memegang uang kas juga turun. Sebaliknya, apabila tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang kas juga makin renda sehingga permintaan akan uang kas naik.
            Usaha menjual surat berharga ini akan mendorong harganya turun (tingkat bunga naik), sampai ke tingkat keseimbangan dimana masyarakat sudah puas dengan komposisi kekayaannya (permintaan sama dengan penawaran uang). Sebaliknya, apabila tingkat bunga berada di atas keseimbangan, masyarakat menginginkan uang kas lebih sedikit dengan cara membeli surat berharga. Pembelian ini akan mengakibatkan naiknya harga surat berhaga (tingkat bunga turun) sampai keseimbangan tercapai.
2.6  Kebijaksanaan Moneter
            Implikasi dari penambahan jumlah uang beredar terhadap GNP dapat dijelaskan melalui tingkat bunga. Turunnya tingkat bunga surat berharga (sebagai akibat tambahnya jumlah uang) berarti naiknya pengeluaran investasi, ceteris paribus (artinya, hal-hal lain tidak berubah).
            Implikasi kebijaksanaan penurunan jumlah uan beredar terhadap GNP merupakan kebalikan proses di atas, yakni, dengan naiknya tingkat bunga (akibat pengurangan jumlah uang), pengeluaran investasi turun sehingga GNP juga turun.
            Hubungan negatif antara tingkat bunga dengan permintaan akan uang meegang peranan penting dalam model Keynes tentang penetuan pendapatan nasional. Juga, merupakan jalur penghubung antara perubahan jumlah uang beredar dengan GNP. Penambahan jumlah uang akan efektif atau tidak dalam arti dapat menambah GNP atau tidak tergantung pada keadaan tertentu. Keynes menyatakan bahwa pada tingkat bunga yang sangat renda permintaan akan uang menjadi elastis tak terhingga (horizontal) seperti pada Gambar 8.9.
            Keynes menyatakan: bahwa pada tingkat bunga yang sangat rendah, setiap orang akan mengharap harga surat berharga akan turun di masa dayang sehingga tidak ada seorang pun yag akan mau membeli surat berharga sekarang, semuanya menghendaki kas (permintaan uang dengan demikian menjadi elastis tak terhingga). Setiap ada penambahan jumlah uang (oleh pemerintah) akan selalu disimpan dalam bentuk kas ole masyarakat, tidak digunakan untuk membeli surat berharga sekarang, karena harganya tinggi sekali. Mereka menanti karena harapannya di kemudian hari harga surat berharga akan turun (tingkat bunga akan naik). Inilah yang disebut “liquidity trap” bagian yang horizontal dari kurva permintaan akan uang.[7]

2.7  Permintaan Uang Untuk Transaksi
            Adanya motif menyimpan uang untuk spekulatif pertama-tama dikemukakan oleh Keynes. Sebelumnya itu kaum klasik lebih menekankan pada motif transaksi (dan berjaga-jaga) yang besarnya tergantung daripada GNP. Kenaikan GNP akan mendorong permintaan uang untuk transaksi naik, sebab masyarakat menginginkan uang kas yang lebih banyak untuk melakukan jumlah transaksi yang lebih besar. Keynes mengakui adanya motif transaksi ini tetapi tidak dipandangnya penting. Implikasi dari ketergantungan permintaan uang atas GNP ini adalah bahwa tingkat bunga akan berubah manakala terjadi perubahan GNP, sebab perubahan GNP akan mempengaruhi permintaan uang. Dengan jumlah uang yang tetap, berubahnya permintaan uang akan menyebabkan perubahan tingkat bunga.

2.8  Analisa Kebijaksanaan
Menurut Nopirin, Ph. D., dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, dengan permintaan uang tetap, kebijakan moneter, ekspansi misalnya penambahan jumlah uang yang beredar akan mendorong tingkat bunga turun ang pada gilirannya akan menaikkan investasi. Kenaikan investasi melalui  proses multiplier mendorong kenaikan output dan juga employment melalui kenaikan permintaan agrerat. Secara skematis proses pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap permintaan agrerat versi Keynes adalah


Kebijaksanan moneter ekspansif

Jumlah uang beredar naik

Tingkat bunga turun

Investasi naik

C+I+G naik
GNP
naik

            Gambar pengaruh kebijaksanaan moneter terhadap permintaan agrerat:


            Dengan demikian efek kebijaksanaan moneter terhadap permintaan agrerat tergantung pada elastisitas tingkat bunga terhadap  jumlah uang yang beredar, elastisitas investasi, terhadap bunga dan besarnya multiplier. Alat-alat analisa kebijaksanaan:
1.      Kurva IS
Alat ini merupakan berupa suatu keseimbangan dalam pasar barang. Y= C+I+G atau S+T=I+G. secara sistematis fungsi IS dapat dijelaskan dengan model berikut:
(1)   C= a + b (Y-T)                              ; fungsi konsumsi, tabunngan
(2)   I=d – n(r)                                      ; fungsi investasi
(3)   T= e +t (Y)                                    ; fungsi pajak
(4)   G = G                                            ; pengeluaran pemerintah
(5)   Y= C+I+G atau S+T=I+G            ; keadaan keseimbangan



Penurunan Kurva IS


2.      Kurva LM
Menggambarkan keseimbangan dalam pasar uang.


            MD = f – h( r) + k(Y)                         ; liquidity preference (Md).

2.9  Keseimbangan Dalam Pasar Barang dan Uang
Keseimbangan pendapatan (Y) dan tingkat bunga ( r) haruslah memenuhi pula adanya keseimbangan dalam pasar uang (Ms= Md) dang pasar barang ( S + T= I +G ). Pada titik E terjadi keseimbangan di kedua pasar. E titik koordinat dapat diperoleh
            Y =               1                               ( a – be + d +G – nf  +  NM   )
                        1 – b + nk                                            h          h
                             h
r =                 1                                [ ka – kbe + kd +kG + (1- b +be)-h (1-b +bt ) +nk M(1-b +bt)]


2.10        Efektivitas kebijaksanaan Moneter dan Fiskal
1.      Kebijaksanaan Moneter
a.       Kebijaksanaan moneter semakin efektif apabila lereng kurva IS semakin datar

b.      Kebijaksanaan moneter semakin kurang efektif apabila kurva LM semakin datar.

2.      Kebijaksanaan Fiskal
a.       Kebijaksanaaan fiscal semakin efektif apabila kurva IS semakin tegak.

b.      Semakin datar kurva LM, maka kebijaksanaan fiscal semakin tidak efektif.


2.11   Perbedaan Pandangan Keynes Dengan Klasik Tentang Efek Kebijaksanaan Moneter dan Fiskal
1.      Pendapat Keynes
Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiscal lebih besar pengaruhnya terhadap pendapatan dari pada kebjaksanaan moneter.
Gambar kurva terebut menunjukan bahwa permintaan uang terhadap tingkat bunga besar sekali sehingga kurva LM horizontal.
2.      Pendapat Klasik
Berpendapat bahwa kebijaksanaan moneter lebih berpengaruh daripada kebijaksanaan fiscal.

3. Skala Hasil Menurun (Decreasing Return to Scale)
jika penambahan 1 unit faktor produksi menyebabkan output bertambah kurang dari 1 unit, fungsi produksi memiliki  karakter Skala Hasil Menurun (decreasing return to scale) seperti ditunjukkan pada diagram 5.11. Penjelasannya adalah kebalikan penjelasan terjadinya Skala Hasil Menaik

C. Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi memungkinkan peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi. Tingkat produksi yang sama dapat dicapai dengan penggunaan faktor produksi yang lebih sedikit. Diagram 5.12 menggambarkan hal tersebut. Karena kemajuan teknologi, tingkat produksi 90 unit (Q90 periode pertama) dapat dicapai dengan penggunaan faktor produksi yang lebih sedikit (Q90 periode kedua).

Seorang ekonom bernama Hicks mengklarifikasikan kemajuan teknologi berdasarkan pengaruhnya terhadap kombinasi penggunaan faktor produksi. Bila kemajuan teknologi mengakibatkan porsi penggunaan barang modal menjadi lebih besar dibanding tenaga kerja, disebut dan teknologi padat modal (capital using atau capital intensive). Sebaliknya jika menyebabkan porsi penggunaan tenaga kerja menjadi lebih besar, disebut teknologi padat karya (labour using atau labour intensive). Jika tidak mengubah porsi (rasio faktor produksi tetap), disebut teknologi netral (neutral technology). Perubahan- perubahan itu dapat dilihat dari angka MRTS yang tercermin dari perubahan sudut kemiringan isokuan. Hal-hal itu digambarkan dalam diagram 5.13 berikut ini.

Teknologi harus melewati tiga tahap sebelum dapat memengaruhi efisiensi. Tahap pertama adalah penemuan (invention). Riset-riset ilmu pengetahuan bertujuan menemukan teknologi-teknologi baru untuk proses produksi. Tetapi hasil penemuan tidak ada artinya bila para produsen (pengusaha) tidak berani mengaplikasikannya dengan melakukan inovasi (inovation). Umumnya hanya sedikit pengusaha yang berani melakukan inovasi awal. Tetapi keberhasilan inovasi akan mengundang semakin banyak pengusaha yang mau melakukannya. Terjadilah penyebaran inovasi (spread of innovation) yang menyebabkan tingkat penerimaan terhadap inovasi (adopting innovation) mendekati angka 100%. Diagram 5.14 menggambarkan tingkat-tingkat perkembangan penerimaan inovasi berbentuk kurva S (S curve).

d. Kurva Anggaran Produksi (isocost)
Kurva anggaran produksi (isocost) adalah kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi penggunaan dua macam faktor produksi yang memerlukan biaya yang sama. Jika harga faktor produksi tenaga kerja adalah upah  ( w ) dan harga produksi barang modal adalah sewa ( r ), maka kurva isocost ( I) adalah:
I = rK + wL ...........................................(5.8)
Sudut kemiringan kurva isocost adalah rasio harga kedua faktor produksi. Jika terjadi perubahan harga faktor produksi, I kurva yg berotasi. Jika yang berubah adalah kemampuan anggaran, kurva isocost bergeser sejajar (Diagram 5.15.b.).

e. Keseimbangan Produsen
Keseimbangan produsen terjadi ketika kurva I bersinggungan dengan kurva Q. Di titik persinggungan itu kombinasi penggunaan kedua faktor produksi akan memberikan hasil output yang maksimum. Keseimbangan dapat berubah karena perubahan kemampuan anggaran maupun harga faktor produksi. Analisis perubahan Keseimbangan produsen analogis dengan analisis perilaku konsumen.
Perubahan jumlah faktor produksi yang digunakan merupakan interaksi kekuatan efek substitusi (substitution effect) dan efek skala produksi (output effect). Karena itu produsen juga mengenal faktor produksi inferior, yaitu faktor produksi yang penggunaannya justru menurun apabila kemampuan anggaran perusahaan meningkat (Kemampuan memproduksi meningkat). Misalnya, tenaga kerja adalah faktor produksi inferior, jika tingkat produksi ditingkatkan, jumlah penggunaannya ternyata berkurang. Perusahaan lebih menyukai menambah barang (mesin).
Dalam mencapai keseimbangannya produsen selalu berdasarkan prinsip efisiensi, yaitu maksimalisasi output (output maximalization) atau minimalisasi biaya (cost minimalization). Prinsip maksimalisasi output menyatakan bahwa dengan anggaran yang sudah ditentukan, dicapai output maksimum (Diagram 5.16.a). Prinsip minimalisasi biaya menyatakan target output yang sudah ditetapkan harus dicapai dengan biaya minimum (Diagram 5.16.b).
Keputusan maksimalisasi output atau minimalisasi faktor produksi sangat tergantung pada tujuan atau misi yang diemban perusahaan atau lembaga. Perusahaan umumnya memiliki tujuan maksimalisasi laba, sehingga biasanya prinsip efisiensi perusahaan adalah maksimalisasi output. Tetapi lembaga-lembaga yang tidak berorientasi laba maksimum (nir laba atau non profit) seperti lembaga-lembaga swadaya masyarakat, menggunakan prinsip minimal minimalisasi biaya. Pada kondisi-kondisi tertentu perusahaan pun dapat menggunakan prinsip-prinsip minimalisasi biaya. Misalnya badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang penyediaan jasa publik tertentu menggunakan prinsip minimalisasi biaya.

f. Pola Jalur Ekspansi (Expantion Path)
Tujuan perusahaan adalah maksimalisasi laba. Untuk mencapai tujuan itu, dalam jangka pendek maupun jangka panjang perusahaan harus tetap mempertahankan efisiensinya. Biasanya perusahaan menetapkan target yang akan dicapai setiap tahunnya, yang harus dicapai dengan biaya minimum. Dalam jangka panjang perusahaan memiliki tingkat fleksibilitas lebih tinggi dalam mengombinasikan faktor produksi.
Diagram 5.17.a menunjukkan keseimbangan awal di titik A, persinggungan garis anggaran I1 dengan isokuan Q1. Dalam jangka pendek jika perusahaan ingin mengubah kombinasi faktor produksi seperti di titik B atau C (tetap pada Q1), anggaran produksi harus ditingkatkan sampai ke I2. Padahal dalam jangka panjang dengan anggaran sebesar I2, output dapat dinaikkan ke Q2, dengan kombinasi penggunaan faktor produksi di titik D.
Titik titik keseimbangan tercapai pada tingkat MRTS yang konstan dan membentuk garis isoklin (isoclin). Diagram 5.17.a menunjukkan bahwa titik-titik keseimbangan produsen adalah di titik A, D, K, L, dan seterusnya. Jika titik-titik keseimbangan tersebut dihubungkan, akan terbentuk garis isoklin OS. garis isoklin OS tidak membentuk garis lurus, karena seperti telah dinyatakan, dalam jangka panjang perusahaan memiliki kemampuan mengubah kombinasi faktor produksi agar alokasi anggaran lebih efisien. Untuk fungsi produksi skala hasil konstan atau constant return to scale (CRS), isoklin berbentuk garis lurus OR.  Hal ini karena dalam fungsi produksi CRS, rasio faktor produksi tidak berubah (konstan) (Diagram 5.17.b)
Bila ekspansi produksi berdasarkan asumsi bahwa harga faktor produksi tidak berubah, isoklin merupakan garis jalur ekspansi (expansion path). Dari sini menunjukkan bagaimana proporsi penggunaan faktor produksi berubah karena perubahan (penambahan) tingkat produksi, bila harga faktor produksi dianggap tetap. Diagram 5.18.a menunjukkan jalur ekspansi pada umumnya, sedangkan Diagram 5.18.b menunjukkan kasus skala hasil konstan (CRS).
Demikianlah yang dapat saya sampaikan tentang makalah keseimbangan nasional semoga bermanfaat.