Makalah Makkiyah dan Madaniyah
Table of Contents
sahabat sejuta warna kali ini admin postingkan materi ulumul quran tentang makkiyah dan madaniyah silahkan simak dibawah ini.
MAKKIYAH DAN MADANIYAH
2.1 Definisi Makkiyyah dan
Madaniyyah
Para sarjana muslim mengemukakan empat perspektif dalam mendefinisikan
terminologi makkiyyah dan
madaniyyah. Keempat perspektif itu adalah :
1.
Masa turun (zaman an-nuzul)
2.
Tempat turun (makan an-nuzul)
3.
Objek pembicaraan (mukhathab)
4.
Tema pembicaraan (maudu’)
Penjelasan masing-masing perspektif tersebut sebagai berikut:
1. Dari perspektif masa turun,
mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
اَلْمَكِيُ : مَا نَزَلَ قَبْلَ اْلهِجْرَةِ
وَاِنْ كَانَ بِغَيْرِ مَكَةَ.
وَ المدَنِيُ : مَا نَزَلَ بَعْدَ
الِهجْرَةِ وَاِنْ كَانَ بِغَيْرِ مَدِيْنَةَ.
فَمَا نَزَلَ بَعْدَ الهِجْرَةِ وَلَوْ
بِمَكَةَ أَوْ عَرَفَةَ مَدَنِيُ.
Artinya :“Makkiyyah
ialah ayat-ayat yang turun sebelum rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun
bukan turun di mekah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di madinah.
Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut madaniyyah walaupun turun
di mekah atau di arafah.”
Dengan demikian, surat an-nisa’ [4]: 58 termasuk kategori madaniyyah
kendatipun diturunkan di mekah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota mekah
(fath makkah). Begitu pula, surat al-maidah [5]: 3 termasuk kategori madaniyyah
kendatipun tidak diturunkan di madinah karena ayat itu diturunkan pada
peristiwa haji wada’.
2. Dari
perspektif tempat turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas
sebagai berikut :
مَا نَزَلَ : بِمَكَةَ وَمَا جَا
وَرَهَا كَمِنَى وَ عَرَفَةَ وَحُدَيْبِيَةَ.
وَالمدَنِيُ : مَا نَزَلَ بِالمدِيْنَةِ
وَمَا جَا وَرَهَا كَأُحُدٍ وَقُبَاءَ وَسُلْعَ.
Artinya :“Makkiyyah
adalah ayat-ayat yang turun di mekah dan sekitarnya seperti mina, arafah, dan
hudaibiyyah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di madinah dan
sekitarnya, seperti Uhud, Quba’ dan Sul’a”
Terdapat celah kelemahan dari pendefnisian di atas sebab terdapat
ayat-ayat tertentu, yang tidak di turunkan di Makkah dan di Madinah
dan sekitarnya.
Misalnya surat At-Taubah [9]: 42 diturunkan di Tabuk,
surat Az-Zukhruf [43]: 45 diturunkan di tengah perjalanan
antara Makkah dan Madinah. Kedua ayat tersebut, jika melihat definisi
kedua, tidak dapat dikategorikan ke dalam Makkiyyah dan Madaniyyah.
3. Dari
objek pembicaraan, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai
berikut :
اَلْمَكِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ
مَكَةَ . وَالمدَنِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ المدِيْنَةِ.
Artinya
:“Makkiyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi
orang-orang Makkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang
menjadi khitab bagi orang-orangMadinah”
Pendefinisian diatas dirumuskan para sarjana muslim berdasarkan asumsi
bahwa kebanyakan ayat al-qur’an dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhan naas”
yang menjadi kriteria Makkiyyah, dan ungkapan “ya ayyuha al-ladziina”
yang menjadi kriteria Madaniyyah. Namun, tidak selamanya asumsi ini benar.
Surat Al-Baqarah [2], misalnya, termasuk kategori Madaniyyah, padahal di
dalamnya terdapat salah satu ayat, yaitu ayat 21 dan ayat 168, yang dimulai
dengan ungkapan “ya ayyuhan naas”. Lagi pula, banyak ayat al-quran yang
tidak dimulai dengan 2 ungkapan di atas.
4. Dari
tema pembicaraan, mereka akan mendefinisikan kedua terminologi
lebih terinci.
Kendatipun mengunggulkan pendefinisian Makkiyyah dan Madaniyyah
dari perspektif masa turun, Subhi Shahih melihat komponen-komponen serupa dalam tiga
pendefinisian. Pada ketiga versi itu terkandung komponen masa tempat dan orang.
Bukti lebih lanjut dari tesis Shahih di atas
bisa dilihat dalam kasus surat Al-Mumtahanah [60]. Bila dilihat dari
perspektif tempat turun, surat ini termasuk Madaniyyah karena diturunkan
sesudah peristiwa hijrah. Akan tetapi, dalam perspektif objek pembicaraan,
surat itu termasuk Makkiyyah karena
menjadi khitab bagi orang-orang mekah. Oleh karena itu, para sarjana muslim
memasukkan surat itu kedalam “ma nuzila bi al Madinah wa hukmuhu Makki ”
(ayat-ayat yang di turunkan di Madinah, sedangkan hukumnya termasuk ayat-ayat
yang diturunkan di Mekah). [1]
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Makkiyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an
yang diturunkan kepada Rasulullah SWT sebelum hijrah ke Madinah, walaupun ayat
tersebut turun di sekitar / bukan di kota Makkah, yang pembicaraannya lebih
ditujukan untuk penduduk Makkah.
Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada
Rasulullah setelah hijrah ke Madinah dan sekitarnya walaupun turunnya di
Makkah, dan pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Madinah.
2.2 Metode
Membedakan Makkiyyah dan Madaniyyah
Dalam
menetapkan ayat-ayat yang termasuk kategori Makkiyyah dan Madaniyyah, para
ulama bersandar pada dua cara utama :
1.
Sima’i
naqli (pendengaran
seperti apa adanya)
Cara
pertama didasarkan pada riwayat sahih para sahabat yang hidup pada saat dan
menyaksikan turunnya wahyu, atau para generasi tabi’in yang saling berjumpa dan
mendengar langsung dari para sahabat tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan
proses kewahyuan Al-Quran, termasuk didalamnya adalah informasi kronologis
Al-Quran. Sebagian besar penentuan Makkiyyah dan Madaniyyah
didasarkan pada cara pertama ini. Qadi Abu Bakar Ibnu Tayyib al-Baqalani dalam al-Intisar
menegaskan : “Pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyah itu mengacu pada
hafalan para sahabat dan tabi’in”. tidak suatu keterangan pun yang datang dari
Rasulullah mengenai hal tersebut, sebab Rasulullah tidak diperintahkan untuk
itu, dan Allah tidak menjadikan ilmu pengetahuan mengenai hal itu sebagai
kewajiban umat. Bahkan sekalipun sebagian pengetahuannya dan pengetahuan
mengenai sejarah nasikh dan mansukh wajib bagi ahli ilmu, tetapi pengetahuan
tersebut tidak harus diperoleh melalui nas dari Rasulullah.
2.
Qiyasi
ijtihadi (kias hasil
ijtihad)
Ketika melakukan kategorisasi Makkiyyah dan Madaniyyah, para ulama
menggunakan cara qiyas atau analogi yang didasarkan pada ciri-ciri Makkiyyah
dan Madaniyyah. Apabila dalam surah Makkiyyah
terdapat suatu ayat yang mengandung peristiwa Madaniyyah,
maka dikatakan bahwa ayat itu Madaniyyah.
Dan
apabila dalam surah Madaniyyah terdapat
suatu ayat yang mengandung sifat Makkiyyah atau
mengandung peristiwa Makkiyyah , maka ayat
tersebut dikatakan Makkiyyah. Bila dalam
satu surah terdapat ciri-ciri Makkiyyah,
maka surah itu dinamakan Makkiyyah. Demikian
pula bila dalam satu surah terdapat ciri-ciri Madaniyyah,
maka surah itu dinamakan surah Madaniyyah.
Oleh karena itu, para ahli mengatakan: “Setiap surah yang didalamnya mengandung
kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai surah Makkiyyah. Dan setiap
surah yang didalamnya mengandung kewajiban dan ketentuan sebagai surah Madaniyyah.
Dan begitu seterusnya”
Jabari mengatakan, “untuk mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah ada
dua cara : sima’i (pendengaran) dan qiyasi (kias)”. Sima’ipegangannya
berita pendengaran sedangkan qiyasi berpegang pada penalaran. Baik
berita pendengaran maupun penalaran, keduanya merupakan metode pengetahuan yang
valid dan metode penelitian ilmiah.
2.3 Ciri
– Ciri SpesifikMakkiyyah dan Madaniyyah
Para sarjana muslim telah berusaha merumuskan ciri – ciri spesifik
makkiyah dan madaniyyah dalam menguraikan kronologis Al-quran.
Mereka mengajukan dua titik tekan dalam usahanya, yaitu titik tekan analogi dan
titik tekan tematis. Dari titik tekan pertama, mereka memformulasikan ciri-ciri
khusus makiyyah dan madaniyyah sebagai berikut:
1.
Makkiyyah:
a.
Di
dalamnya terdapat ayat sajdah.
b.
Ayat-ayatnya
dimulai dengan kata “kalla”
c.
Dimulai
dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas” dan tidak ada ayat yang dimulai
dengan ungkapan “ya ayyuha al ladzina”,kecuali dalam surat Al-Hajj
(22), karena di penghujung surat itu
terdapat sebuah ayatyang dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha al – ladzina”.
d.
Ayat
– ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan umat –umat terdahulu.
e.
Ayat-ayatnya
berbicara tentang kisah Nabi Adam
dan Iblis,
kecuali surat Al-Baqarah (2).
f.
Ayat-ayatnya
dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji)
seperti alif lam mim dan sebagainya, kecuali surat Al-Baqarah
(2) dan Ali ‘Imran
(3).
2.
Madaniyyah
a.
Mengandung
ketentuan-ketentuan faraid dan had.
b.
Mengandung
sindiran-sindiran terhadap kaum Munafik,
kecuali surat Al-Ankabut (29).
c.
Mengandung
uraian tentang perdebatan dengan ahli Kitabin.
Berdasarkan titik tekan tematis, para ulama merumuskan ciri-ciri
spesifik makkiyyah dan madaniyyah sebagai berikit:
1.
Makkiyyah
a.
Menjelaskan
ajakan monotheisme, ibadah kepada allah semata, penetapan risalah
kenabian,penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang hari kiamat
dan perihalnya, dan mendebat kelompok musyrikin dengan argumentasi-argumentasi
rasonal dan naqli.
b.
Menetapkan
fondasi-fondasi umum bagi pembentukan hukum syara’ dan keutamaan-keutamaan
akhlak yang harus dimiliki anggota masyarakat. Juga berisikan celaan-celaan
terhadap kriminalitas-kriminalitas yang dilakukan kelompok musyrikin, mengonsumsi
harta anak yatim secara zalim serta uraian
tentang hak-hak.
c.
Menuturkan
kisah para nabi dan umat-umat terdahulu serta perjuangan muhammad dalam
menghadapi tantangan-tantangan kelompok musyrikin.
d.
Ayat
dan suratnya pendek-pendek dan nada serta perkataannya
agak keras.
e.
Banyak
mengandung kata-kata sumpah.
2.
Madaniyyah
a.
Menjelaskan
permasalahan
ibadah, muamalah, hudud,
bangunan rumah tangga, warisan, keutamaan jihad, kehidupan sosial, atura-aturan
pemerintah menangani perdamaian dan peperangan, serta persoalan-persoalan
pembentukan hukum syara’.
b.
Mekhitabi
ahli kitab yahudi dan nashrani dan mengajaknya masuk islam, juga menguraikan
perbuatan mereka yang telah menyimpangkan kitab allah dan menjauhi kebenaran
serta perselisihannya setelah datang kebenaran.
c.
Mengungkap langkah-langkah orang-orang munafik.
d.
Surat
dan sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang serta menjelaskan hukum dengan terang
dan menggunakan ushlub yang terang pula.
Ciri-ciri
spesifik yang dimiliki madaniyyah, baik dilihat dari perspektif analogi ataupun
tematis, memperlihatkan langkah-langkah yang ditempuh islam dalam mensyariatkan
peraturan-peraturannya, yaitu dengan periodik (hierarkis/tadarruj)
Laporan-laporan
sejarah telah membuktikan adanya sistem sosial-kultural yang berbeda antara Mekkah
dan Madinah.
Mekkah dihuni komunitas atheis yang keras kepala dengan aksinya yang selalu
menghalangi dakwah nabi dan para sahabatnya, sedangkan di Madinah seteah nabi
hijrah disana, terdapat tiga komunitas: komunitas muslim yang terdiri dari
kelompok Muhajirin dan Anshar, komunitas munafik, dan komunitas Yahudi.
Al-quran menyadari benar perbedan sosial-kultural antara kedua tempat itu. Oleh
karena itu, alur pembicaraan ayat yang diturunkan bagi penghuni mekkah sangat
berbeda dengan alur yang diturunkan bagi penduduk Madinah.
2.4 Urgensi Pengetahuan Tentang Makkiyyah dan
Madaniyyah
An-Naisaburi, dalam kitabnya At-Tanbih
‘ala Fadhl ‘Ulum Al-Quran dalam buku Ulum Al-Quran oleh Rosihan Anwar,
memandang subjek Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai ilmu Al-Quran yang paling
utama. Sementara itu, Manna’ Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam
mendeskripsikan urgensi mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut :
1. Membantu dalam Menafsirkan Al-Quran
Pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa
diseputar turunnya Al-Quran tentu sangat membantu memahami dan menafsirkan
ayat-ayat Al-Quran, kendatipun ada teori yang mengatakan bahwa yang harus
menjadi patokan adalah keumuman redaksi ayat dan bukan kekhususan sebabnya.
Dengan mengetahui kronologis Al-Quran pula , seorang mufassir dapat memecahkan
makna kontradikti dalam dua ayat yang bebeda, yaitu dengan pemecahan konsep nasikh-mansukh
yang hanya dapat diketahui melalui kronologi Al-Quran.
2. Pedoman bagi Langkah-langkah Dakwah
Setiap kondisi tentu saja memerlukan
ungkapan-ungkapan yang relevan. Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang
digunakan ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah memberikan informasi metodologi
bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya.
Oleh karena itu, dakwah Islam berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan segala
penyakit rohani orang-orang yang diserunya. Disamping itu, setiap
langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode-metode tertentu,
seiring dengan perbedaan kondisi sosio-kultural manusia.
3. Memberi Informasi tentang Sirah Kenabian
Penahapan turunnya wahyu seiring dengan
perjalan dakwah Nabi, baik di Mekah dan Madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu pertama
sampai diturunkannya wahyu terakhir. Al-Quran adalah rujukan otentik bagi
perjalanan dakwah Nabi. Informasinya tidak diragukan.
2.5 Faedah Mempelajari Makkiyyah dan Madaniyyah
Pengetahuan
tentang Makki dan Madani banyak faedah diantaranya:
1. Mengetahui
mengenai tempat turun ayat dapat
membantu memahami ayat dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar.
2. Meresapi
gaya bahasa Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan
Allah.
3. Mengetahui
sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada
Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada
periode Mekah maupun periode Madinah, sejak permulaan turun wahtyu hingga ayat
terakhir diturunkan.
4. Mengetahui ayat ayat mana saja yang nasikh dan ayat
ayat mana saja yang mansukh bila terlihat adanya dua ayat yang berbeda pesan.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai makalah makkiyah dan madaniyah semoga bermanfaat.