Makalah Pendapatan Nasional Kotor
Table of Contents
2.1
Pengertian Produk Nasional Kotor
Produk
Nasional Kotor atau sering disebut Gross National Product (GNP) adalah nilai
(dalam uang) barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh satu negara
(perekonomian) selama satu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sehubungan
dengan pengertian tersebut, perlu diperhatikan empat hal. Pertama, perlakuan
terhadap produk yang dihasilkan oleh pemerintah. Biasanya produk tersebut tidak
dipasarkan. Oleh karena itu, penilaiannya didasarkan pada nilai atau harga
input yang dipergunakan untuk menghasilkannya. misalnpada nilai atau harga
input yang dipergunakan untuk menghasilkannya. Misalnya seorang petugas
perbaikan mobil di satu kantor pemerintah memperoleh hasil Rp.1000,00 per jam,
dan membutuhkan waktu jam untuk memperbaiki mobil, maka jasa yang
dihasilkan oleh pemerintah sebesar Rp.1500,00.
Kedua,
produk yang dihasilkan pada periode tersebut, tetapi tidak dipasarkan,
melainkan disimpan dalam persediaan (inventory), tetap dihitung dalam GNP
periode tersebut. Persediaan dianggap seolah-olah barang tersebut dibeli oleh
perusahaan yang menghasilkannya.
Ketiga,
barang-barang tertentu seperti mesin-mesin kadangkala tidak dijual untuk
konsumen akhir, tetapi dibeli oleh produsen lain untuk menghasilkan produk
lain. Kalau dikaitkan dengan definisi barang akhir, maka mesin tersebut tidak
termasuk. Akan tetapi, investasi diartikan sebagai barang akhir yang dibeli
oleh produsen untuk menghasilkan barang lain.
Keempat,
produk yang dimasukkan ke dalam GNP tahun tetrtentu adalah produk yang
dihasilkan pada tahun tersebut. Produk yang dihasilkan pada periode sebelumnya
tidak termasuk.
2.2 Pendekatan dalam Perhitungan GNP
Terdapat
tiga pendekatan dalam perhitungan GNP, yaitu :
1. Pendekatan
Pengeluaran
GNP dapat dihitung dengan cara
menjumlahkan pengeluaran untuk membeli barang dan jasa akhir oleh konsumen ( C
) , produsen (I) dan pemerintah (G); GNP=C+I+G. Pengertian I (investasi) adalah
pengeluaran investasi oleh swasta untuk membeli barang-barang (mesin, rumah dan
sebagainya) yang dihasilkan pada tahun tertentu, tidak termasuk pertukaran
barang-barang yang telah ada. Hal ini perlu dibedakan denganpengertian
investasi yang sering kita dengar, misalnya pembelian surat berharga di Bursa
Efek, atau pembelian permata oleh orang kaya. Transaksi-transaksi ini hanyalah
merupakan pertukaran dari satu bentuk kekayaan (uang) dengan bentuk kekayaan
lain (surat berharga atau permata). Keduanya tidak termasuk dalam GNP.
Pengeluaran
pemerintah (G) adalah pembelian barang dan jasa oleh pemerintah, baik pusat
maupun daerah. Pembayaran gaji pegawai negeri termasuk dalam G. Tetapi
pembayaran transafer, seperti pensiun, sumbangan social dan sebagainya yang
tidak merupakan pembelian barang dan jasa tidak termasuk dalam G. Pembayaran
transfer hanyalah redistribusi pendapatan saja dari seseorang (melalui pajak)
kepada orang lain (penerimaan transfer).
Komponen
pengeluaran terakhir adalah sektor luar negeri. Sektor luar negeri tercermin
pada ekspor (X) dan impor (M) atau ekspor Neto (F) yang terdiri (X - M). Di
dalam pengeluaran (konsumsi misalnya) kadangkala termasuk penggunaan/pembelian
barang dari luar negeri, demikian juga sebagian dari pengeluaran investasi
(mesin dari luar negeri). Produk-produk yang digunakan yang berasal dari
tersebut bukan produksi dalam negeri. Oleh karena itu produk impor tersebut (M)
haruslah dikurangkan dalam GNP. Sebaliknya produk yang dihasilkan di dalam
negeri kadangkala dibeli/digunakan oleh orang-orang asing (ekspor), sehingga
ekspor termasuk dalam GNP dan menambah. Dengan demikian GNP dengan pendekatan
pengeluaran dapat dirumuskan sebagai
GNP = C + I + G + ( X – M )
Satu
konsep produk domestik kotor yang lain yang perlu mendapat perhatian adalah
produk domestik kotor (gross domestic
product). Bedanya dengan produk nasional kotor
(GNP) adalah : GDP lebih menitikberatkan wilayah. Artinya, semua barang dan
jasa akhir yang dihasilkan di dalam wilayah Republik Indonesia (domestik) baik
oleh penduduk Indonesia maupun asing termasuk di dalam GDP Indonesia, sedangkan
barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk Indonesia di luar negeri tidak masuk dalam GDP tetapi masuk dalam
GNP. GNP meliputi semua barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk (warga
negara) Indonesia di mana pun berada, jadi lebih mementingkan kewarganegaraan
bukan wilayah. Penghasilan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri (apabila
dikirim balik) termasuk dalam GNP tetapi tidak termasuk ke dalam GDP. Oleh
karena itu, perbedaan GDP dan GNP terletak pada perbedaan nilai barang dan jasa
yang dihasilkan oleh penduduk Indonesia di luar negeri. Apabila keduanya sama
maka GDP sama dengan GNP. Dalam statistik produk domestik bruto (GDP) Indonesia
perbedaan ini ditulis sebagai pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor
produksi. Produk Domestik Bruto Indonesia menurut penggunaan (pengeluaran) adalah sebagai berikut :
Produk domestik bruto Indonesia menurut penggunaan
(pengeluaran)
Y
= C + I + G + X – M
Dari
tabel di atas terlihat bahwa produk domestic bruto (Y) = C + I + G + ( X – M).
GNP lebih kecil dari GDP dikarenakan produk orang asing di Indonesia nilainya
lebih besar daripada produk orang Indonesia di luar negeri, sehingga pendapatan
neto terhadap luar negeri dari faktur produksi negatif.
GNP atau GDP dapat dihitung atas
dasar harga konstan maupun harga yang berlaku. Atas dasar harga
konstan (sering disebut dengan GNP riil), artinya barang dan jasa yang
dihasilkan pada beberapa tahun dihargai (dikalikan) dengan harga pada tahun
tertentu. Misalnya, GNP dengan harga konstan tahun 1983 artinya barang yang
dihasilkan pada tahun 1989, 1990 dan 1991 dihargai dengan harga pada tahun
1983. Oleh karena itu, apabila terjadi perubahan nilai, mesti disebabkan oleh
perubahan jumlah yang dihasilkan (karena harganya konstan).
Teknik menghitungnya yaitu dengan
mengubah harga barang menjadi harga indeks. Beberapa angka indeks dapat
dipergunakan. Salah satu yang sering digunakan adalah apa yang disebut indeks biaya hidup. Secara sederhana
perhitungan indeks biaya hidup dapat dihitung sebagai berikut.
Jenis barang dan jasa
|
Jumlah
|
Harga per unit
|
pengeluaran untuk hidup
|
|||
1983
|
1990
|
1983
|
1990
|
|||
Beras
|
40kg
|
Rp. 300,00
|
Rp.500,00
|
Rp.12.000,00
|
Rp.20.000,00
|
|
Pakaian
|
2 potong
|
Rp.10.000,00
|
Rp.15.000,00
|
Rp.20.000,00
|
Rp.30.000,00
|
|
Bioskop
|
1 tiket
|
Rp.1000,00
|
Rp.1.500,00
|
Rp.1.000,00
|
Rp.1.500,00
|
|
|
|
|
|
Rp. 33.000,00
|
Rp. 51.500,00
|
Misalkan
satu tipikal rumah tangga untuk keperluan hidup per bulan membutuhkan :
Dengan
demikian indeks biaya hidup rumah tangga tersebut dengan harga pada tahun 1983
adalah :
Rp.51.500,00
—————— x 100 = 156
Rp.33.000,00
Artinya, biaya hidup tahun 1990 telah naik
56% di atas tahun 1983. Dengan cara yang sama dapat diperoleh pada tahun yang
lain (misalnya 1991 dan 1992). Angka indeks biaya hidup yang telah diperoleh
tersebut kemudian dapat dipakai untuk menghitung GNP dengan harga konstan tahun
1983 (GNP riil).
Caranya,
GNP pada harga berlaku (nominal) dibagi (dideflate) dengan indeks biaya hidup
tersebut. GNP pada harga berlaku artinya barang dan jasa yang dihasilkan pada
tahun tertentu, dihargai (dikalikan) dengan harga tahun di mana barang tersebut
dihasilkan. Misalnya, barang dan jasa yang dihasilkan tahun 1990 dihargai
dengan harga tahun 1990.
2. Pendekatan
Pendapatan
Cara
kedua di dalam menghitung GNP aadalah dengan menjumlahkan semua penerimaan yang
diterima oleh pemilik faktor produksi.
Dengan
membeli faktor-faktor produksi,produsen menghasilkan barang yang kemudian
dijual. Dari hasil penjualan barang tersebut kemudian dibagikan/ dibayarkan
untuk bahan, upah, sewa, bunga dan sisanya merupakan keuntungan. Secara
sederhana dapatlah diberikan contoh sebagai berikut: Satu perusahaan mebel
menghasilkan satu set kursi yang kemudian dijual dengan harga Rp1 juta kepada
satu rumah makan.
Cara
pertama menghitung GNP adalah dengan sederhana menghitung Rp1 juta sebagai
investasi (I) yakni pengeluaran oleh rumah makan untuk membeli satu set kursi.
Cara kedua dengan menanyakan penerimaan Rp1 juta oleh perusahaan mebel tersebut
didistribusikan ke mana? Misalkan perusahaan mebel tersebut mengalokasikan hasil penjualan kursi tersebut
sebagai berikut:
-
Upah tenaga kerja Rp.400.000,00
-
Bunga pinjaman Rp.50.000,00
-
Sewa tempat usaha Rp.50.000,00
-
Keuntungan Rp.100.000,00
-
Bahan (kayu, plitur dan sebagainya) Rp.400.000,00
————————
Rp.1.000.000,00
Kalau
ditelusur lebih lanjut pembelian kayu, plitur dan sebagainya itu juga akan
dialokasikan untuk upah, bunga, sewa, keuntungan dan bahan. Kenyataannya, di
dalam setiap produsen selalu terdapat persamaan akuntansi sebagai berikut:
Pendapatan
penjualan = Upah + bunga + sewa + keuntungan +
bahan yang dibeli produsen
lain.
Identitas
ini selalu benar karena keuntungan merupakan item penyeimbang yakni selisih/
sisa hasil penjualan setelah digunakan untuk membayar upah, bunga, sewa dan bahan yang dibeli.
Bahan
yang dibeli dari produsen lain adalah barang antara (intermediate goods) sehingga :
Pendapatan
penjualan dikurangi =
Upah + bunga + sewa +
dengan bahan yang
dibeli dari keuntungan
perusahaan lain
Di
sebelah kiri tanda sama dengan tidak lain adalah penjualan barang akhir (sering
disebut dengan nilai tambah) persis seperti dalam definisi GNP. Dengan demikian
dapat dituliskan
GNP
= Upah + Bunga + Sewa + Keuntungan
Sampai
pada definisi GNP ini ada beberapa hal yang disederhanakan. Definisi GNP di sini adalah pendapatan nasional
karena merupakan penjumlahan dari pembayaran penggunaan faktor produksi. Tetapi
dalam harga penjualan kenyataannya termasuk kategori penerimaan lain yang tidak
diperhitungkan hingga kini,yakni pajak penjualan atau pajak tidak langsung
lainnya. Apabila pajak tidak langsung itu ditambahkan ke dalam pendapatan
nasional akan diperoleh produk nasional bersih (netto).
Pajak tidak langsung
tersebut merupakan bagian atau termasuk di dalam harga barang, jadi merupakan
hasil penjualan (penerimaan produsen), tetapi diambil oleh pemerintah sehingga
tidak dialokasikan kepada pemilik faktor produksi. Oleh karena itu pajak tidak
langsung merupakan / termasuk dalam produk
nasional netto tetapi tidak termasuk dalam pendapatan nasional neto. Apabila penyusutan ditambahkan pada
produk nasional neto akan diperoleh produk nasional kotor (GNP).
3. Pendekatan produksi/ Nilai tambah
Cara ketiga dalam
menghitung GNP adalah dengan menjumlahkan nilai tambah (value added) dari
setiap kegiatan produksi. Yang dimaksud dengan nilai tambah kegiatan produksi
(produsen) adalah pendapatan penjualan dikurangi dengan pembayaran (nilai)
barang antara (barang yang dibeli dari perusahaan lain). Dari identitas
tersebut terlihat bahwa nilai tambah terdiri dari upah, bunga, sewa dan
keuntungan.
Pendapatan
penjualan
dikurangi dengan (atau disebut Upah + bunga
nilai barang
antara yang nilai
tambah) + sewa +
ke-
dibeli dari
perusahaan untungan
lain
Apabila seorang produsen membeli
bahan mentah dari produsen lain dan kemudian diproses lalu dijual dengan harga
yang lebih tinggi dari harga bahan yang dibeli dari produsen lain, maka
produsen tersebut telah menambahkan nilai
pada bahan tersebut. Jika nilai tambah dari semua produsen dalam satu
perekonomian dijumlahkan akan diperoleh GNP. Secara sederhana perhitungan GNP
dengan cara ini dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut.
Jenis bahan
|
Penjual
|
Pembeli
|
Harga
|
Nilai tambah
|
Beras (1kg)
Tepung beras
Kue
|
Petani
Pembuat tepung
Rumah makan
|
Pembuat tepung
Rumah makan
Konsumen akhir
|
Rp.1.000,00
Rp.1.500,00
Rp.1.750,00
|
Rp.1.000,00
Rp.500,00
Rp.250,00
|
|
|
|
Rp.4.250,00
|
Rp.1.750,00
|
Dengan menjumlah nilai tambah yang
diciptakan oleh masing-masing produsen diperoleh GNP, yakni sebesar
Rp.1.750,00, persis sama dengan nilai barang
akhir, berupa nilai kue sebesar
Rp.1.750,00. Cara perhitungan dengan menjumlahkan nilai tambah ini dapat menghindarkan
diri dari kesalahan perhitungan dua kali (double accounting), yaki nilai satu
barang dihitung dua kali. Contoh kesalahan perhitungan ini terjadi apabila kita
menghitung besarnya GNP adalah Rp.4.250,00 di sini beras maupun tepung nilainya
dihitung dua kali.
Data perhitungan GNP menurut
pendekatan produksi/ nilai tambah di Indonesia adalah GNP menurut lapangan usaha berikut :
Produk domestik bruto menurut lapangan usaha (miliar
rupiah)
2.3 Ukuran Lain untuk Pendapatan Nasional
Pendapatan
nasional dapat dihitung melalui GNP. Apabila GNP ini dikurangi penyusutan akan
diperoleh produk nasional netto (NNP) dan NNP dikurangi dengan pajak tidak
langsung akan diperoleh pendapatan nasional.
Namun
demikian masih ada dua ukuran lagi untuk mengukur pendapatan nasional. Pertama,
apa yang disebut dengan pendapatan perseorangan (personal income), yakni untuk
mengukur pendapatan yang memang diterima oleh individu. Pendapatan perseorangan
adalah pendapatan nasional dikurangi dengan pajak terhadap keuntungan, laba
ditahan dan ditambah dengan pembayaran transfer. Dan kedua, apabila pendapatan
perseorangan tersebut dikurangi dengan pajak penghasilan perseorangan akan
diperoleh pendapatan siap dibelanjakan (disposable income). Secara diagram
beberapa konsep pendapatan nasional tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Beberapa
alternatif ukuran pendapatan nasional
Pengeluaran Konsumen
|
Penyusutan
|
|
||||
Pajak perusahaan tidak langsung
|
||||||
Upah
|
|
Pajak perseorangan
|
||||
Dikurangi
|
||||||
|
||||||
Laba ditahan,pajak keuntungan
|
||||||
Investasi
|
Bunga
|
Bunga
|
||||
Ditambah
|
||||||
Pengluaran Pemerintah
|
Sewa
|
Sewa
|
||||
Keuntungan
|
Keuntungan
|
Pembayaran Transfer
|
||||
Produk Nasional Bruto
|
Produk Nasional Neto
|
Pendapatan Nasional
|
Pendapatan Perseorangan
|
Pendapatan siap dibelanjakan
|
||
2.4 Kelemahan GNP sebagai Ukuran Kesejahteraan
Ada
beberapa kelemahan penggunaan GNP untuk mengukur kesejahteraan suatu bangsa.
a) Hanya produk yang
masuk pasar yang dihitung di dalam GNP. Produk yang dihasilkan dan dikonsumsi
sendiri, seperti yang banyak terdapat di desa di negara berkembang tidak tercakup dalam GNP, padahal produk ini
mempengaruhi kesejahteraan mereka. Ibu-ibu rumah tangga yang mengerjakan
sendiri pekerjaannya, petani yang menghasilkan kelapa atau sayuran yang
dikonsumsi sendiri adalah beberapa
contoh barang dan jasa yang tidak masuk pasar sehingga tidak dihitung
dalam GNP.
b) GNP tidak
menghitung nilai waktu istirahat (leisure time) padahal ini sangat besar
pengaruhnya dalam kesejahteraan. Makin kaya seseorang akan semakin menginginkan
waktu istirahat. Beberapa negara maju mulai memikirkan waktu kerja yang lebih
pendek. Ini berarti akan terdapat perbedaan (gap) yang semakin besar antara
besarnya GNP dengan kesejahteraan , GNP cenderung nilainya lebih rendah dari
kesejahteraan.
c) Kejadian yang
jelek maupun baik dihitung dalam GNP. Seperti misalnya, bencana alam Flores,
jelas merupakan kejadian yang tidak diinginkan dan menurunkan kesejahteraan
karena banyak orang meninggal. Untuk mengatasi beban penderitaan, Pemerintah
membangun kembali rumah-rumah, jalan dan sekolahan. Beberapa pihak swasta ikut
membangun. Dilihat dari sisi GNP akan menaikkan karena jalan atau jembatan yang
oleh Pemerintah dihitung dalam G dan yang oleh swasta masuk I. Dengan demikian
pemakaian ukuran GNP untuk kesejahteraan kurang tepat.
d) Masalah polusi
sering tidak diperhitungkan dalam GNP. Banyak industri yang di dalam
produksinya menimbulkan polusi air atau udara yang ini tentu saja merusak
lingkungan (banyak warga masyarakat yang sakit karenanya). Mereka terpaksa
keluar biaya untuk berobat atau tidak pergi bekerja (merupakan social costs).
Polusi yang menimbulkan biaya social tersebut akan mengurangi kesejahteraan,
tetapi tidak diperhitunngkan dalam GNP. Yang diperhitungkan hanyalah kenaikan
produksi saja/
Oleh
karena itu, penggunaan GNP untuk mengukur kesejahteraan suatu bangsa kurang
tepat.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan tentang makalah GNP semoga bermanfaat.