Makalah Terjemah, Tafsir dan Takwil Al Quran

Makalah Terjemah, Tafsir dan Takwil Al Quran -  sahabat sejuta warna kali ini admin postingkan materi ulumul quran tentang terjemah, tafsir dan ta'wil silahkan simak dibawah ini.

TERJEMAH, TAFSIR, DAN TA’WIL

2.1 Pengertian

      1. Terjemah                  
Dalam buku karya Prof. Dr. Rosihin Anwar, M.Ag. (2017 : 212-213),arti terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain. Atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari satu bahasa ke bahasa lain.
Sedangkan menurut Ali Ashobuni terjemah Al-Qur’an adalah ”Memindahkan Al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab sehingga ia bisa memahami kita Allah SWT dengan perantara” terjemah ini
Macam-Macam Terjemah
Dalam buku karya Siti Chodijah, M.Ag ( 2014:174-175 ), pada dasarnya ada tiga corak penerjemahan, yaitu:
a.       Terjemah Maknawiyah Tafsiriyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat dan mensyarahkannya, namun tidak terikat oleh leterleknya, melainkan oleh makna dan tujuan kalimat aslinya.
b.      Terjemah Harfiyah Bi Al-Mistli, yaitu menyalin atau mengganti atau mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan kata sinonimnya (Murafidnya) ke bahasa baru dan terikat oleh bahasa lainnya.
c.       Terjemah Harfiyah Bi Dzuni Al-Mistli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli ke dalam bahasa lain dengan memperhatikan
urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan bahasa baru serta kemampuan penerjemahnya.
Sebagaimana dalam al-quran yang terkait tentang terjemah harfiyah yakni QS. Al-isra ayat 29:

Artinya: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelnggu pada lehermu dan janganlah kamu mengulurkannya karna itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.
Syarat-syarat Terjemah
·         Penerjemah hendaknya mengetahui bahasa asli dan bahasa terjemah.
·         Penerjemah mampu mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewahan bahasa yang diterjemahkan.
·         Sighat (bentuk) terjemahnya benar dan apabila dituangkan kembali ke dalam bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.
·         Terjemahan itu harus mewakili arti dan maksud bahasa aslidengan lengkap dan sempurna.
Etika Terjemah
·         Tahap pertama menterjemahkan secara harfiyah dan menurut ragam susunan bahasa arabnya.
·         Tahap kedua baru mulai menterjemahkan Al-Qur’an dengan susunan bahasa indonesia yang baik.
·         Tahap ketiga yaitu membuang beberapa kata-kata yang ada dalam Al-Qur’an dalam terjemahannya.
·         Tahap keempat yaitu menggeser atau menyusun kalimat dalam terjemah.

2. Tafsir
Dalam buku karya Acep Hermawan, M.Ag ( 2011 : 113 ), secara etimologis kata “Tafsir” berasal dari kata “fassara” yang berarti “menjelaskan”, menyingkap”, menampakkan” atau “menerangkan” makna yang abstrak. Kata “Al-fasr” berarti menyingkapkan sesuatu yang tertutup (Al-Qaththan, Mabahits i ‘Ulum Al-Qur’an).
Secara terminologis, “tafsir” berarti ilmu untuk mengetahui kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Dan penjelasan maknanya serta pengambilan hukum dan makna-maknanya. Definisi lain tentang tafsir dikemukakan oleh Al-Shabuniy (1985 : 13), bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an dari segi pengertian terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia.
       Mekanisme penafsiran
·         Akidah yang benar.
·         Bersih dari hawa nafsu.
·         Menafsirkan lebih dahulu.
·         Mencari penafsiran dari sunah.
·         Apabila tidak ditemukan dalam sunah, hendaklah meninjau pendapat para sahabat.
·         Apabila tidak ditemukan pula penafsiran al-Qur’an, sunah maupun pendapat para sahabat, maka sebagian besar ulama dalam hal ini, memeriksa pendapat tabi’in.
·         Pengetahuan bahasa arab dengan seluruh cabangnya.
·         Pengetahuan yang berkaitan dengan pokok-pokok yang berkaitan dengan ilmu al-Qur’an.
·         Pemahaman  yang cermat sehingga mufassir dapat mengukuhkan suatu makna atas yang lain atau mengumpulkan makna yang sejalan dengan nash-nash syariat.
                                                                       


3. Takwil
Dalam buku karya Drs. Ahmad Izzan, M.Ag ( 2009 : 246 ), kata ta’wil secara lughawi (etimologis), berasal dari kata al-awl, artinya kembali (ar-ruju’) atau dari kata al-ma’al yang artinya tempat kembali, al-mashir, dan al-‘aqibah yang berarti kesudahan.
Sebagaimana dalam QS. Al-imran ayat 7 tentang takwil yakni :
Artinya: “ Dialah yang menurunkan Al-kitab (Al-Quran) kepada kamu. Diantara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk dicari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melaikan allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:”
Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi tuhan kami”.
Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.

Menurut pandangan sebagian besar ulama kontemporer  (khalaf) yang didukung oleh kalangan fuqaha (ahli hukum), mutakallimin (para teolog), ahli-ahli hadist (muhadditsin), dan kelompok sufistik (mutahawifah) adalah mengalihkan lafal dari makna (pengertiannya) yang kuat (rajah) kepada makna lain yang dikuatkan atau dianggap kuat (marjuh) karena ada dalil yang mendukung.
            Syarat-syarat menakwilkan
·         Adanya pertentangan antara dua dalil yang shahih.
·         Takwil tidak boleh menggugurkan nash syar’i lainnya.
·         Lafazh yang ingin di takwilkan adalah lafazh ambigu dan bisa ditakwil.
·         Takwil (mengalihkan lafazh dari makna zhahir kepada makna batin) harus berdasarkan pada dalil yang shahih dan dalil makna batin harus lebih kuat dari pada makna zhahir.
·         Orang yang hendak melakukan takwil, haruslah berkualifikasi mujtahid yang memiliki bekal ilmu-ilmu bahasa arab dan ilmu-ilmu syar’i.
·         Takwil yang dihasilkan harus sesuai dengan makna bahasa arab, makna syar’i atau makna urf (kebiasaan orang arab).
·         Jika takwil dengan qiyas maka hendaknya menggunakan qiyas jaliy menurut ulama Syafi’iyah.
Etika Pentakwilan
            Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa ta’wil harus berdasarkan dengan dalil (qarinah) yang kuat, karena merupakan syarat utama sebagai ta’wil yang shahih,
jika tidak berdasarkan pada dalil yang shahih maka ta’wil tersebut adalah ta’wil bathil dan mengikuti hawa nafsu. Selain itu, sebelum melakukan
ta’wil seorang muawwil juga harus memperhatikan makna zhahir lafazh terlebih dahulu atau tafsir terlebih dahulu.

2.2  Perbedaan Terjemah, Tafsir dan Takwil       

1.      Terjemah
·         Mengalihkan bahasa Al-Quran yang berasal dari bahasa arab ke dalam bahasa non arab
2.      Tafsir
·         Al-Raghif Al-Ashfahani : lebih umum dan lebih banyak digunakan untuk lafadz dan kosa kata dalam kitab-kitab yang diturunkan allah dan kitab-kitab lainnya.
·         Menerangkan makna lafadz yang tak menerima selain dari satu arti.
·         Al-Maturidi: menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan menetapkan demikianlah yang dikehendaki allah.
·         Abu Thalib Ats-Tsa’labi: menerangkan makna lafadz, berupa hakikat atau majaz.
3.      Takwil
·         Al-Raghif Al-Ashfahani: lebih banyak dipergunakan untuk makna dan kalimat dalam kitab-kitab yang diturunkan allah saja.
·         Menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafadz yang dapat menerima banyak makna karena ada dalil-dalil yang mendukungnya.
·         Menyeleksi salah satu makna yang mungkin diterima oleh suatu ayat dengan tidak meyakini bahwa itulah yang dikehendaki allah.
·         Abu thalib ats-tsa’labi: menafsirkan batin lafadz.

2.3  Urgensi    

1.  Terjemah

·         Al-quran merupakan wahyu allah yang diturunkan untuk segenap manusia.
·         Al-quran sebagai  pedoman kehidupan manusia baik yang berada dikalangan atas maupun yang ada dikalangan bawah.
·         Terjemah al-quran dilakukan juga untuk menjadikan sebagai sebuah motivasi mereka untuk mengkaji dan memahami al-quran.
·         Al-quran diterjemahkan untuk guna membantu umat islam yang sedikit sekali tentang maksud pemahamannya terhadap makna yang terkandung dalam al-quran sehingga mereka dapat mengerti maksud dari kalangan al-quran dan merekapun dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Tafsir

·         Setiap individu dan umat tidak dapat berkembang dan maju kecuali melalu bimbingan ajarann Al-Quran yang merupakan kunci kebahagiaan.
·          Ajaran ini tidak akan terwujud kecuali dengan mempelajari tafsirnya serta mengerti makna-maknanya.
·          Tanpa tafsir seseorang tidak mungkin sampai kepada pemahaman    terhadap jiwa Al-Quran dan maknya yang terdalam, yang akan menghantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia akhirat.
Rasulullah berkenan menafsirkan kalamullah untuk para sahabatnya untuk tidak lain adalah dengan firman Allah dan sekaligus merupakan realisasi dari kedudukan beliau sebagai rahmat bagi alam semesta untuk menghantarkan mereka kepada kesempurnaan dan membingbing mereka menuju keridoan Allah SWT.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa kesempurnaan agama dan duniawi, sekarang  maupun nanti tidak akan sempurna kecuali melalui


ilmu-ilmu syariah dan pengetahuan agama. Ilmu-ilmu ini hanya diperoleh melalui orang yang dipercaya dan melalui al-kitab yang diturunkan kepada orang yang terpercaya tersebut. Al-Kitab ini adalah Al-Quran dan orang yang terpercaya tersebut tidak lain adalah muhammad saw. Penafsiran al-kitab al-karim melalui nabi ini adalah jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan didunia dan di akhirat.
 3. Takwil
·         Menerangkan makna ayat-ayat al-Qur’an.

·         Sebagai sarana untuk memahami al-Qur’an.

Demikianlah yang saya bagikan mengenai terjemah, tarsir dan ta'wil quran semoga bermanfaat.