MAKALAH DAMPAK KESALAHAN AKUNTANSI PERSEDIAAN TERHADAP LAPORAN KEUANGAN
Table of Contents
Sahabat sejuta warna kali ini saya postingkan makalah dampak kesalahan akuntansi terhadap laporan keuangan silahkan simak di bawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman modern ini sejalan dengan perkembangan teknologi,
banyak
perusahaan-perusahaan yang melaksanakan strategi-strategi tertentu agar
kegiatan produksi tetap berjalan dan bertahan dalam persaingan pangsa pasar.
Bahkan kalau perlu produk yang dihasilkan menjadi produk utama dan produk
unggulan yang mampu memaksimalkan nilai perusahaan.[1] Untuk itu, dalam menjalankan kegiatan
bisnis agar mencapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan, perusahaan harus
berupaya memanfaatkan seluruh sumber daya atau aset yang dimilikinya dengan
sebaik mungkin agar mendapatkan laba yang maksimal.[2]
Salah
satu sumber daya perusahaan yang dapat memegang peranan penting dalam
tercapainya tujuan perusahaan adalah persediaan. Hal ini dikarenakan sebagian
besar aktivitas dari seluruh kegiatan perusahaan berhubungan dengan persediaan.[3] Bagian yang paling penting
pada persuahaan dagang dalam menjalankan operasi perdagangan seharihari adalah
bagaimana perusahaan mengelola persediaannya. Kesalahan dalam pencatatan barang
masuk atau barang keluar pada perusahaan dagang akan berpengaruh pada laporan
keuangan perusahaan tersebut sehingga dapat menyebabkan kerugian pada
perusahaan tersebut, karena persediaan merupakan aset terbesar dari setiap
perusahaan dagang persediaan juga merupakan bagian dimana kesalahan sering
terjadi pada perusahaan dagang entah dilakukan dengan sengaja maupun tidak
sengaja dari karyawan perusahaan.[4]
Persediaan
adalah barang-barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual kembali atau
diproses lebih lanjut menjadi barang untuk dijual. Perusahaan dagang maupun
perusahaan industry pada umumnya mempunyai persediaan yang jumlah, jenis serta
masalahnya tidaklah selalu sama antara perusahaan yang satu dengan perusahaan
yang lainnya. Bagi perusahaan industri persediaan barang dapat berupa
persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam
proses dan persediaan barang jadi. Sedangkan pada perusahaan dagang persediaan
yang ada adalah persediaan barang yang siap dijual tanpa ada pengolahan lebih
lanjut. Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa hampir pada semua perusahaan,
persediaan merupakan harta milik perusahaan yang cukup besar atau bahkan
terbesar jika dibandingkan dengan harta lancar lainnya. Persediaan juga
merupakan elemen yang paling banyak menggunakan sumber keuangan perusahaan yang
perlu disediakan agar perusahaan dapat beroperasi secara layak sebagaimana
mestinya. Persediaan barang baik dalam usaha dagang maupun dalam perusahaan
manufaktur merupakan jumlah yang akan mempengaruhi neraca maupun laporan rugi
laba, oleh karena itu persediaan barang yang dimiliki selama satu periode harus
dapat dipisahkan mana yang sudah dapat dibebankan sebagai biaya (HPP) yang akan
dilaporkan dalam laporan rugi laba dan mana yang masih belum terjual yang akan
menjadi persediaan dalam neraca.[5]
Adanya
persediaan yang cukup untuk melayani permintaan pelanggan atau untuk keperluan
produksi, merupakan faktor yang sangat penting untuk mempertahankan
kelangsungan usaha perusahaan. Pada perusahaan dagang, jika kekurangan
persediaan barang dagang akan mengakibatkan kegiatan utama perusahaan yang
merupakan penjualan barang dagang menjadi terhambat. Sebaliknya, jika kelebihan
persediaan akan menyebabkan penumpukan persediaan akan menyebabkan kerugian
pada persediaan sehingga berisiko terjadinya persediaan yang rusak, usang, dan
peluang penyimpangan serta pencurian barang dagang semakin besar. Akuntansi
mempunyai peranan yang penting dalam pencatatan dan penilaian persediaan. Pada
umumnya, tidak semua barang yang dibeli atau di produksi dalam suatu periode akuntansi
dapat dijual dalam periode yang sama. Hal inilah yang menjadi penyebab faktor
utama penyebab timbulnya masalah masalah dalam akuntansi yang berkaitan dengan
persediaan. Persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan harus dapat
dipisahkan mana yang sudah dibebabankan sebagai biaya harga pokok penjualan
yang dapat dilaporkan dalam laporan laba rugi dan mana yang masih belum terjual
yang akan menjadi nilai persediaan akhir dalam laporan posisi keuangan. Hal ini
di karenakan pencatatan penilaian persediaan akan mempengaruhi laporan keuangan
yang berupa laporan laba rugi dan laporan posisi keuangan untuk tahun berjalan
maupun tahun berikutnya. Hal ini akan mencerminkan nilai yang sebenarnya pada
harga pokok penjualan pada laporan laba rugi dan nilai persediaan akhir pada
laporan posisi keuangan dan dapat mencerminkan nilai yang sebenarnya pada
laporan keuangan.[6]
Berdasarkan uraian
latar belakang masalah di atas, maka penyusun tertarik untuk mengambil judul “Dampak Kesalahan Akuntansi Persediaan Terhadap Laporan
Keuangan”
1.2 Permasalahan
1.2.1 Rumusan Masalah
Masalah
berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, adalah sebagai
berikut.
1.
Bagaimana
biaya perolehan perusahaan?
2.
Bagaimana
keterhubungan neraca dan laporan operasional?
3.
Bagaimana
kesalahan akuntansi persediaan terhadap laporan keuangan?
1.2.2 Batasan Masalah
Penyusun dalam karya ilmiah ini hanya akan membahas
tentang biaya perolehan, keterhubungan neraca dan laporan operasional, dan
kesalahan akuntansi persediaan terhadap laporan keuangan.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan laporan akhir ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
biaya perolehan perusahaan?
2.
Bagaimana
keterhubungan neraca dan laporan operasional?
3.
Bagaimana
kesalahan akuntansi persediaan terhadap laporan keuangan?
1.4. Manfaat
Penulisan
Manfaat
dari penulisan laporan akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah
wawasan mengenai keadaan perusahaan sebagai tempat penerapan ilmu pengetahuan
yang diberikan kepada mahasiswa, tentang pencatatan persediaan barang pada
perusahaan
2. Sebagai
saran untuk perusahaan dalam menerapkan metode penilaian persediaan barang
dagang, serta sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan dan kebijakan
perusahaan dimasa yang akan datang.
3. Laporan
ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan literature dalam penyusunan
laporan akhir dalam bidang perusahaan dan mata kuliah yang sama bagi mahasiswa
Jurusan Akuntansi yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Akuntansi Persediaan dan Jenis Persediaan
2.1.1 Pengertian
Akuntansi
Menurut
Mursyidi (2011:17) akuntansi adalah proses pengidentifikasian data keuangan,
memproses pengolahan dan penganalisisan data yang relevan untuk diubah menjadi
informasi yang digunakan untuk pembuatan keputusan.[7] Menurut
L.M. Samryn (2012:3) secara umum akuntansi merupakan suatu system informasi
yang digunakan untuk mengubah data dari transaksi menjadi informasi keuangan.[8] Menurut
Simamora (2000:4) akuntansi adalah proses pengidentifikasian pencatatan dan pengkemunikasian kejadian-kejadian
ekonomi suatu organisasi perusahaan ataupun bukan perusahaan kepada para pemakai informasi yang
berkepentingan. Demikian
juga Mulyadi (2001:2) mengemukakan bahwa akuntansi adalah proses pengelolaan
data keuangan untuk menghasilkan informasi
keuangan yang digunakan untuk memungkinkan pengambilan keputusan melakukan pertimbangan
berdasarkan Informasi dalam pengambilan keputusan. Rosjidi (1999:7) mengemukakan bahwa
akuntansi adalah aktivitas jasa (service activity) yang fungsinya menyediaakan Informasi terutama
yang bersifat kuantitatif, dari suatu entitas ekonomi yang berguna sebagai dasar pengambilan
keputusan-keputusan ekonomi (Accounting Principles Board/APB statemen No.4, ICPA,1970).[9]
Berdasarkan pengertian di atas maka
penulis berpendapat bahwa akuntansi merupakan proses, pencatatan penggolongan, dan
pengidentifikasian data yang bersifat keuangan yang diolah dan disajikan dalam bentuk laporan keuangan untuk
memperoleh Informasi yang dibutuhkan bagi manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan.
2.1.2 Persediaan Barang
Pengertian persediaan menurut Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 (revisi 2015) yang dimaksud dengan
persediaan adalah aset: (a) yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bahan
baku atau perlengkapan (suplies) untuk digunakan dalam proses atau pemberian
jasa. Persediaan adalah barang-barang yang dibeli perusahaan dengan maksud
untuk dijual lagi (barang dagangan), atau masih dalam proses produksi yang akan
diolah lebih lanjut menjadi barang jadi yang kemudian dijual (barang
baku/pembantu).[10] Menurut Baridwan
(2000:149) “pengertian persediaan (inventory) adalah: “pos-pos aktiva yang
dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan
digunakan atau dikonsumksi dalam memproduksi barang yang akan dijual”. Menurut
Sofyan Assauri dalam buku Marihot Manullang dan Dearlina Sinaga (2005:50)
persediaan adalah: “sebagai suatu aktiva lancar yang meliputi barang-barang
milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha normal
atau persediaan barang-barang yang masih dalam pekerjaan proses produksi
ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses
produksi”. Menurut R. Agus Sartono (2010:443) adalah: “salah satu jenis aktiva
lancar yang jumlahnya cukup besar dalam suatu perusahaan hal ini mudah dipahami
karena persediaan merupakan factor penting dalam menentukan kelancaran operasi
perusahaan ditinjau dari segi neraca persediaan adalah barang-barang atau bahan
yang masih tersisa pada tanggal neraca, atau barang-barang yang akan segera
dijual, digunakan atau diproses dalam periode normal perusahaan”. Menurut
Kasmir (2008:41) adalah :“Persediaan merupakan sejumlah barang yang disimpan
oleh perusahaan dalam suatu tempat (gudang). Persediaan merupakan cadangan
perusahaan untuk proses produksi atau penjualan pada saat dibutuhkan” Menurut
Alexandri (2009:135) adalah: “Suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik
perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu atau
persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi
ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam proses
produksi”[11] Persediaan
merupakan barang yang disimpan untuk digunakan nanti atau dijual pada masa masa
tertentu tergantung pada permintaan yang ada atau akan dijual pada periode yang
akan datang. Persediaan terdiri dari persediaan barang baku, persediaan barang
setengah proses produksi, sedangkan persediaan jadi atau barang dagangan
disimpan sebelum dijual atau dipasarkan.[12]
Kesimpulan dari definisi-definisi diatas,
pengertian persediaan adalah Suatu jenis aktiva yang dimiliki perusahaan sampai
tanggal neraca dan digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan.
2.1.3 Jenis-Jenis Persediaan
a. Bahan Baku, Barang
persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses produksi,
sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sesuai dengan
kegiatan perusahaan. Besarnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh perkiraan
produksi, sifat musiman produksi, dapat diandalkannya pihak Pemasok serta
tingkat efisiensi penjadualan pembelian dan kegiatan produksi.
b. Barang Dalam Proses, Adalah
barang yang masih memerlukan proses produksi untuk menjadi barang jadi,
sehingga persediaan barang dalam proses sangat dipengaruhi oleh lamanya
produksi, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk keproses
produksi sampai dengan saat penyelesaian barang jadi. Perputaran persediaan
bisa ditingkatkan dengan jalan memperpendek lamanya produksi. Dalam rangka
memperpendek waktu produksi salah satu cara adalah dengan menyempurnakan
tekhnik-tekhnik rekayasa, sehingga dengan demikian proses pengolahan bisa
dipercepat. Cara laian adalah dengan membeli bahan-bahan dan bukan membuatnya
sendiri.
c. Barang Jadi, Adalah barang
hasil proses produksi dalam bentuk final sehingga dapat segera dijual, pada
persediaan ini besar kecilnya persediaan barang jadi sebenarnya merupakan
masalah koordinasi produksi dan penjualan. Manajer keuangan dapat merangsang
peningkatan penjualan dengan cara mengubah persyaratan kredit atau dengan
memberikan kredit untuk resiko yang kecil (marginal risk). Tetapi tidak peduli
apakah barang-barang tercatat sebagai persediaan atau sebagai piutang dagang,
manajer keuangan harus tetap membiayainya. Sebenarnya perusahaan lebih suka
menjualnya (dan tercatat sebagai piutang dagang), karena dengan demikian untuk
menuju realisasi kas tinggal satu langkah saja. Dan laba potensial dapat
menutup tambahan resiko penagihan piutang.
Dari uraian
tersebut dapat kita artikan bahwa dalam proses akuntansi persediaan, persediaan
memerlukan adanya penilaian (valuation), karena persediaan merupakan bagian
dari cost yang akan dimatch dengan revenue, dan akan menghasilkan income dan
penyajian laporan arus kas.[13]
2.2 Metode Pencatatan
Persediaan
Menurut Tjahjono (2009:59) bahwa sistem
akuntansi dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Sistem
Fisik (Periodik) danMetode Buku (Perpetual). Sistem fisik (periodik) adalah
metode pencatatan persediaan yang tidak mengikuti mutasi persediaan sehingga untuk
megetahui jumlah persediaan saat tertentu harus diadakan perhitungan fisik atas
persediaan barang (stock opname)
2. Sistem
buku (perpetual) adalah system pencatatan persediaan yang mengikuti mutasi
persediaan barang setiap saat diketahui dari rekening perusahaan.[14]
Menurut kieso et al (2002:550) ada dua
sistem pencatatan persediaan adalah sebagai berikut:
1.
Sistem Periodik (periodic system)
Metode
pencatatan periodik adalah metode pencatatan persediaan yang ditetapkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap
pembelian persediaan barang dagang akan dicatat di sebelah debet pada rekening
pembelian.
b. Pada
setiap dilakukannya penjualan tidak diikuti dengan harga pokok sehingga laba
kotor pada tanggal penjualan tidak diketahui.
c. Dilakukan
perhitungan atas nilai persediaan akhir pada akhir periode.
d. Dilakukan
perhitungan harga pokok persediaan.
Perlu
diketahui, bahwa metode ini sangat sederhana karena dalam hal ini tidak ada
catatan mutasi atas persediaan barang, tetapi ada masalah yang timbul jika
menggunakan metode ini apabila diinginkan menyusun laporan keuangan jangka
pendek misalnya bulanan, maka harus mengadakan perhitungan fisik atas
persediaan barang. Apabila barang yang dimiliki jenis dan jumlahnya banyak,
maka perhitungan fisik akan memakan waktu yang cukup lama dan mengakibatkan
laporan keuangan juga akan terhambat.
Adapun
jurnal untuk mencatat persediaan dengan sistem persediaan fisik/periodik adalah
sebagai berikut:
a. Ayat jurnal untuk mencatat pembelian
Pembelian xxx Hutang dagang xxx
b. Ayat jurnal untuk mencatat penjualan
Piutang dagang xxx Penjualan xxx
c. Ayat jurnal untuk mencatat persediaan
akhir periode Ikhtisar laba rugi xxx Persediaan (saldo awal) xxx Persediaan
(saldo akhir) xxx Ikhtisar laba rugi xxx
d. Ayat jurnal penutup Persediaan xxx Harga
pokok penjualan xxx Pembelian xxx Persediaan (awal) xxx
2.
Sistem Persediaan Perpetual (perpetual system) Sistem perpetual memberikan
tingkat kontrol persediaan yang lebih akurat dibandingkan dengan sistem
periodik karena informasi mengenai persediaan dalam sistem perpetual selalu
mencerminkan keadaan persediaan sekarang. Metode pencatatan perpetual adalah
metode pencatatan persediaan yang di tetapkan dengan kententuan sebagai
berikut:
a. Setiap
pembelian persediaan barang dagang akan dicatat di sebelah debet, dalam setiap
perkiraan persediaan barang dagang.
b. Pada
saat dilakukan penjualan akan diikuti dengan perhitungan atas harga pokok
penjualan.
c. Perkiraan
dari persediaan digunakan juga untuk mencatat persediaan yang ada pada awal
periode, persediaan pada saat dijual dan persediaan pada akhir periode.
d. Tidak
perlu dilakukan perhitungan fisik atas barang-barang yang masih ada di gudang
pada akhir periode.
Jika
dibandingkan dengan metode periodik/fisik, maka metode perpetual merupak cara
yang lebih baik untuk pencatatan persediaan barang, karena dapat membantu
memudahkan dalam penyusunan laporan keuangan pada waktu-waktu yang diinginkan
dengan harga pokok dari persediaan barang dapat dengan segera diketahui tanpa
harus menunggu perhitungan fisik terlebih dahulu terhadap jumlah persediaan
barang yang ada dan juga membantu dalam mengawasi keluar dan masuknya
barang-barang yang ada dalam gudang. Adapun jurnal untuk mencatat persediaan
dengan sistem persediaan Perpetual adalah sebagai berikut:
a. Ayat
jurnal untuk mencatat pembelian Persediaan xxx Hutang dagang xxx 12
b. Ayat
jurnal untuk mencatat penjualan Piutang dagang xxx Penjualan xxx Harga pokok
penjualan xxx Persediaan (harga pokok) xxx
c. Ayat
jurnal untuk retur penjualan dan harga pokok Retur penjualan xxx Piutang dagang
xxx Persediaan xxx Harga pokok penjualan xxx
Menurut
kieso et al (2002:550) ciri-ciri yang membedakan antara sistem pencatatan
perpetual dengan sistem periodic dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Rekening
persediaan digunakan untuk mencatat mutasi atau perubahan yang terjadi terhadap
persediaan.
2. Pembelian
barang dagangan dicatat dengan mendebet rekening persediaan. Jadi dalam metode
ini tidak digunakan rekening pembelian.
3. Untuk
memudahkan pengawasan, setiap jenis persediaan disediakan kartu tersendiri.
Kartu persediaan ini berfungsi sebagai buku pembantu persediaan.
2.3 Metode Penilaian
Persediaan
Penilaian
persediaan merupakan salah satu bagian dalam akuntansi persediaan. Untuk
menentukan nilai dari persediaan
pada neraca maupun laporan laba rugi, metode yang digunakan akan sangat
berpengaruh. Hal ini sesuai
dengan kebijakan perusahaan dalam menentukan penilaian mana yang akan
digunakan.Menurut Warren, dkk.
(2017:346) Ada beberapa metode dalam menghitung harga pokok yang umumnya
digunakan antara lain :
1. Metode
FIFO (First In First Out), Metode yang dikenal dengan singkatan MPKP atau FIFO
ini adalah metode
dimana biaya yang dibebankan dalam perhitungan laba rugi adalah biaya yang
paling dahulu dikeluarkan. Metode
ini mengasumsikan barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau
digunakan terlebih dahulu
sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi
kemudian.
2. Metode LIFO (Last In First Out)Metode yang
dikenal dengan singkatan MTKP atau LIFO (Last In First Out) adalah metode dimana biaya yang dibebankan
dalam perhitungan laba rugi adalah biaya yang paling terakhir dikeluarkan. Metode ini mengasumsikan
barang yang dibeli atau di produksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu, sehingga yang
termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi terlebih dahulu.
3. Metode
Rata-rata Dalam metode ini barang-barang yang dipakai untuk diproduksi atau
dijual akan dibebani
harga pokok rata-rata. Perhitungan harga pokok rata-rata dilakukan dengan cara
membagi jumlah harga perolehan
dengan kuantitasnya
Penilaian
persediaan terutama pada perusahaan dagang sangat erat kaitannya dengan biaya.
Pengertian biaya
disini mencakup seluruh pengeluaran atau beban yang timbul secara langsung atau
tidak langsung untuk mempersiapkan
suatu barang dalam kondisi dan lokasi siap jual.Tujuan dilakukan penilaian
persediaan adalah sebagai
berikut :
1. Untuk
menyajikan informasi yang bisa membantu para investor dan pemakai lainnya untuk memprediksi arus kas dimasa yang akan
datang bagi perusahaan.
2. Untuk
menyajikan secara wajar posisi keuangan perusahaan sebagai going concern dan
bukannya sebagai perusahaan
yang sedang menuju pembubaran atau likuidasi.
3. Untuk
menetapkan penghasilan secara wajar dengan
membebankan biaya terhadap penghasilan perusahaan.[15]
2.4 Langkah-Langkah
Menilai Persediaan
Menurut
Marihot Manullang dan Dearlina Sinaga (2005:72), menerangkan bahwa ada dua
tahap dalam menilai persediaan (inventory) sebagai berikut:
a.
Menetapkan Jumlah Persediaan (Quantity of Inventory) Quantity of inventory
selalu dinyatakan dengan ukuran, secara fisik misalnya ton, kg, potong, lusinh,
lembar, unit atau berbagai ukuran fisik lainnya.
1.
Sistem Periodik (periodical system) Untuk mengetahui jumlah inventory pada
suatu waktu atau periode tertentu, diadakan perhitungan ditempat atau digudang
penyimpanan inventory.
2.
Sistem Perpetual (perpectual system) Setiap terjadi transaksi jual beli atau
pemakaian barang, langsung diadakan pencatatan, sehingga kita dapat mengetahui
jumlah inventory setiap saat melalui stock yang biasanya memiliki kom tanggal,
pembelian, penjualan, pemakaian dan sisa.
b.
Menetapkan Nilai Persediaan
1.
First In First Out (FIFO) Barang yang mulanya dibeli akan digunakan terlebih
dahulu, baik dalam proses produksi atau akan dijual kembali.
2.
Last In First Out (LIFO) Metode ini menggunakan barang yang paling akhir dibeli
untuk dijual atau digunakan dalam proses produksi.
3.
Weight Average (WA) Metode rata-rata yang digunakan dalam menghitung persediaan
dalam sistem periodik.[16]
2.5 Metode penilaian
persediaan dan Harga pokok penjualan
Menurut
Stice (2011:667) metode penilaian yang umum digunakan ada 3 yaitu:
1. First
In First Out (FIFO) / masuk pertama keluar pertama Metode FIFO atau Masuk
Pertama Keluar Pertama mendasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual lebih
dulu adalah barang yang dibeli lebih awal. Ketika kecenderungan harga adalah
naik seiring berjalannya waktu, maka metode FIFO menghasilkan nilai persediaan
yang lebih besar dan nilai HPP yang lebih kecil. Dan sebaliknya.
2. Last
In First Out (LIFO) / masuk terakhir keluar pertama Metode LIFO atau Masuk
Pertama Keluar Terakhir adalah kebalikan dari metode FIFO; yaitu bahwa barang
yang terjual lebih dulu adalah barang yang terakhir masuk dalam persediaan
barang dagang. Ketika kecenderungan harga adalah naik seiring berjalannya
waktu, maka metode LIFO menghasilkan nilai persediaan yang lebih kecil dan
nilai HPP yang lebih besar; dan sebaliknya. Dalam hal ini metode LIFO lebih
konservatif daripada FIFO.
3. Moving
average / rata-rata bergerak Metode moving average atau rata-rata bergerak
adalah metode tengah-tengah antara FIFO dan LIFO. Harga pokok per unit barang
dihitung dengan rumus: (nilai persediaan awal + nilai pembelian) / (jumlah
persediaan awal + jumlah pembelian). Harga pokok per unit ini akan berubah
setiap kali terjadi pembelian dengan harga yang berbeda.Nilai HPP dari barang
yang terjual dihitung sebesar jumlah unit terjual dikalikan harga pokok
rata-rata pada saat terjadi penjualan. Nilai persediaan sebesar jumlah
persediaan akhir dikalikan harga pokok rata-rata yang terakhir. Perusahaan
boleh memilih salah satunya, asal diterapkan secara konsisten dari tahun ke
tahun jika semua barang terjual habis maka akan menghasilkan nilai biaya pokok
penjualan (HPP) yang sama.[17]
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Biaya Perolehan Persediaan
Menurut
PSAK No.
14, Persediaan harus diukur pada harga terendah antara biaya perolehan dan
nilai relasi bersih(the lower of cost and net realizable value). Pada awal perolehannya, persediaan
diakui sebesar harga perolehannya. Yang dimaksud dengan biaya perolehan adalah
penjumlahan seluruh biaya yang erjadi yang diperlukan untuk membawa persediaan
dalam kondisi dan ke lokasi siap untuk dijual atau digunakan. Sangat penting untuk dipahami
pembedaan biaya perolehan persediaan (inventory cost) dengan beban periodic
(period expenses). Biaya perolehan persediaan sesuai pembatasan tersebut diatas
adalah unsure biaya yang seharusnya dikapitalisasikan(dibukukan sebagai asset)
sebagai persediaan. Kamudian setelah terjual baru dibukukan sebagai beban,
yaitu harga pokok penjualan. Sedangkan beban periodic adalah biaya yang tidak
berhubungan langsung dengan perolehan(pembelian atau produksi) dan harus
diperhitungkan, dibebankan dan dilaporkan sebagai beban pada saat timbul.
Seperti
halnya komposisi persediaan, unsure biaya perolehan persediaan tentunya juga
tergantung pada jenis usaha yang bersangkutan. Bagi suatu perusahaan dagang,
biaya perolehan barang dagangan jelas adalah semata-mata biaya pembelian atau
harga pokok pembelian barang tersebut. Bagi suatu perusahaan manufaktur, biaya perolehan
bahan baku atau barang mentah dan bahan pelengkap produksi adalah biaya
pembelian. Sedangkan untuk barang dalam
prosesdan barang jadi selain biaya bahan baku dan bahan pelengkap produksi juga
diperlukan biaya konversi, yaitu biaya proses produksi untuk mengolah bahan
baku menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Selain biaya pembelian dan
biaya konversi, kadang diperlukan juga biaya lainnya. Penjelasan lebih lanjut dari ketiga
komponen biaya perolehan adalah sebagai berikut:
1. Biaya
Pembelian
Biaya pembelian persediaan terdiri dari
harga pembelian, bea masuk, dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat
ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), biaya pengangkutan,
penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat didistribusikan pada
perolehan barang dagangan, bahan baku, dan bahan pelengkap produksi. Apabila
terdapat diskon dagang, rabat dan pos lain yang serupa maka akan mengurangi
biaya pembelian.
2. Biaya
Konversi
Biaya konversi berlaku di perusahaan
manufaktur di mana bahan baku dan pelengkap lainnya dibeli dan kemudian melalui
proses produksi dikonversi menjadi barang jadi untuk dijual. Biaya konversi adalah biaya yang
secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi, misalnya biaya tenaga
kerja langsung, termasuk biaya overhead tetap dan variable yang dialokasikan
secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi barang
jadi.
Biaya overhead tetap adalah biaya produksi
tidak langsung yang relative konstan, tanpa memperhatikan volume produksi yang
dihasilkan. Contoh biaya overhead tetap adalah penyusutan dan pemeliharaan
bangunan dan peralatan pabrik. Biaya overhead tetap dialokasikan ke unit – unit
produksi rata – rata yang diharapkan akan tercapai selama satu periode atau
musim dalam keadaaan normal, dengan memperhitungkan hilangnya kapasitas selama
pemeliharaan terencana. Selisih antara kapasitas fasilitas produksi normal
dengan aktualnya diakui pada saat terjadinya sebagai pendapatan atau beban
periode berjalan. Sedangkan
biaya overhead variable adalah produksi tidak langsung yang jumlahnya berubah
secara langsung, mengikuti perubahan volume produksi. Contohnya adalah bahan
tak langsung dan upah tak langsung. Biaya overhead variable dialokasikan ke
unit – unit produksi berdasarkan kapasitas fasilitas produksi actual.
Sesuai dengan karakteristik proses
produksi jenis usaha kehutanan, pertanian dan pertambangan, komposisi biaya
perolehan persediaan pada masing – masing jenis industri tersebut meskipun pada
dasarnya mirip dengan industry manufaktur, tapi pengertian konversi dalam
industry manufaktur adalah berbeda dengan pengertian konversi dalam ketiga
industry lainnya tersebut. Industry manufaktur mengubah bahan baku menjadi
barang jadi, misalnya kehutanan, proses produksi adalah menebang pohon dihutan
sehingga menjadi kayu bundar (logs) yang siap untuk dijual, dalam usaha
perkebunan adalah menanam tanaman untuk menghasilkan hasil panen yang akan
dijual, dan industry pertambangan kegiatan produksinya adalah menggali barang
tambang dari bumi atau laut.
3. Biaya
Lain – Lain
Biaya lain – lain hanya dimasukkan sebagai
komponen persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan berada
dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai. Contoh dari biaya
lain – lain tersebut adalah biaya overhead non produksi atau biaya perancangan
produk pelanggan khusus. Tetapi biaya – biaya berikut tidak dapat
diperhitungkan sebagai persediaan dan harus langsung diperhitungkan sebagai
beban (expense) pada saat terjadi :
a. Pemborosan
bahan, upah, atau biaya produksi lainnya yang tidak normal,
b. Biaya
penyimpanan, kecuali biaya tersebut perlu dikeluarkan dalam proses produksi
sebelum dilanjutkan ke tahap produksi berikutnya,
c. Biaya
administrasi dan umum yang tidak mempunyai kontribusi untuk membuat persediaan
dalam lokasi dan kondisi siap untuk dijual,
d. Biaya
penjualan.
Apabila persediaan dibeli dengan
perjanjian persyaratan penyelesaian tangguhan (deferred settlement term),
selisih jumlah yang dibayar dengan harga normal pembelian kredit yang berlaku
harus dibebankan sebagai beban bunga selama waktu pembelajaran.
3.2 Keterhubungan Neraca Dan Laporan Operasional
Nilai persediaan sangat terkait dengan validitas laporan keuangan,
yaitu neraca dan laporan operasional (laporan laba/rugi untuk RS swasta).
Kesalahan dalam penilaian persediaan dapat memungkinkan dua hal,
1)
nilai persediaan lebih besar
dan beban pokok persediaan lebih kecil.
2)
nilai persediaan lebih kecil
dan beban pokok persediaan lebih besar.
Karena itu, aturan
akuntansi mengatur cukup ketat apabila dilakukan perpindahan metode akuntansi
(misalnya perpindahan dari metode FIFO ke rata-rata atau sebaliknya).
Perpindahan metode akuntansi harus juga dilakukan perubahan atas laporan
keuangan beberapa tahun ke belakang.
Berikut adalah gambaran hubungan antara persediaan dengan beban
pokok penjualan.
Gambar 1. Hubungan antara nilai
persediaan akhir dengan beban pokok penjualan
Pada gambar di atas menjelaskan
bahwa terdapat keterkaitan antara nilai persediaan di neraca, dengan nilai
beban pokok penjualan di laporan operasional. Artinya, kesalahan dalam
memperhitungkan nilai persediaan akhir dapat mempengaruhi dua hal sekaligus.
Yaitu persediaan akhir dalam laporan necara dan beban pokok penjualan dalam
laporan operasional.
3.3 Dampak Kesalahan Akuntansi Persediaan Terhadap
Laporan Keuangan
Kesalahan dalam penilaian persediaan tentu saja tidak hanya
berkaitan dengan nilai angka pada laporan keuangan, namun juga berpengaruh pada
dalam pengambilan keputusan manajemen. Berikut adalah dampak dari kesalahan
dalam penilaian persediaan;
- Validitas nilai persediaan dalam laporan neraca
Nilai persediaan pada laporan keuangan
neraca merupakan nilai atas persediaan akhir. Namun apabila terdapat kesalahan
metode persediaan, maka penilaian persediaan akhir menjadi tidak sesuai. Hal
ini tentunya dapat menimbulkan informasi yang bias.
- Validitas nilai beban pokok penjualan dalam laporan
operasional
Beban pokok penjualan yang
tidak sesuai nilai asli dapat mengakibatkan nilai surplus dan defisit laporan
keuangan menjadi bias.
- Kesalahan dalam perhitungan rasio keuangan
Perhitungan rasio keuangan
sering dilakukan untuk mengukur kinerja keuangan. Namun apabila nilai dalam
laporan keuangan sudah tidak valid, maka hasil perhitungan rasio tidak dapat
digunakan dalam pengambilan keputusan. Rasio keuangan yang salah dapat
menimbulkan penilaian kinerja keuangan yang berbeda dari seharusnya.
Rasio-rasio yang akan terpengaruh atas “kesalahan nilai persediaan akhir dan beban pokok penjualan” adalah
1.
Rasio likuiditas seperti current ratio (aktiva lancar/hutang
lancar),
2.
Rasio total aktiva dengan total hutang (rasio solvabilitas),
3.
Rasio profitabilitas (laba/total aktiva).
3.3.1 Dampak Pencatatan Kesalahan
Persediaan Akhir Terlalu Rendah
Bila
terjadi kesalahan persediaan akhir dihitung terlalu rendah, akan berdampak
dalam laporan posisi keuangan (neraca) yaitu jumlah persediaan, aset lancar,
total aset, saldo laba akan menjadi dinyatakan terlalu rendah, dan modal kerja
bersih serta saldo lancar akan menjadi lebih rendah pula dari seharusnya. Dalam
laporan laba-rugi hasil perhitungan harga pokok penjualan, laba kotor, dan laba
bersih bisnis menjadi dinyatakan terlalu tinggi.
Laporan Neraca
|
Laporan Laba Rugi
|
||
Persediaan akhir
|
rendah
|
HPP
|
Tinggi
|
Aset lancar
|
rendah
|
Laba kotor
|
Tinggi
|
Total aset
|
rendah
|
Laba bersih usaha
|
Tinggi
|
Saldo laba
|
rendah
|
Presentase laba
|
Tinggi
|
Modal kerja bersih
|
rendah
|
||
Rasio lancar
|
rendah
|
3.3.2 Dampak Kesalahan Perhitungan
Persediaan Akhir Terlalu Tinggi
Laporan Neraca
|
Laporan laba rugi
|
||
Persediaan akhir
|
tinggi
|
HPP
|
Rendah
|
Aset lancar
|
tinggi
|
Laba kotor
|
Rendah
|
Total aset
|
tinggi
|
Laba bersih
|
Rendah
|
Saldo laba
|
tinggi
|
Presentase laba
|
Rendah
|
Modal kerja bersih
|
tinggi
|
||
Rasio lancar
|
tinggi
|
Karena
persediaan awal suatu periode akan terbawa menjadi persediaan akhir pada
periode berikutnya, maka kesalahan perhitungan persediaan akhir juga akan
berdampak pada periode berikutnya. Untuk menghindari kesalahan tersebut, maka
perlu langkah langkah mengantisipasinya seperti.
a.
Jadilah tenaga profesional dengan selalu teliti dalam
menghitung persediaan.
b.
Tentukan mana sistem persediaan yang cocok digunakan
dalam perusahaan. Ada dua sistem yakni perpetual dan periodik. Tentukan juga metode HPP seperti FIFO, LIFO, dan Average.
c.
Buatlah proyeksi persediaan. Dengan adanya proyeksi
ini kita bisa mengestimasikan jumlah minimum stok di gudang menjadi tolok ukur
saat yang tepat untuk memesan barang.
d.
Gunakan software yang mengakomodasi semua kebutuhan pengendalian persediaan baik
dari proyeksi, manajemen persediaan, penghitungan HPP, sampai dengan kontrol
stok dalam bentuk laporan dan grafik analisis.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Umumnya kesalahan pencatatan
persediaan pada neraca dan laba / rugi menyangkut masalah pemisahan Harga Pokok
Penjualan dan Harga Pokok Barang yang tidak dijual. Seharusnya kedua hal
tersebut harus dipisahkan secara benar. Kesalahan persediaan akan berpengaruh
pada :
a.
Likuiditas
perusahaan (neraca)
b.
Laba
periodik
Kesimpulan pengaruh kesalahan adalah :
1.
Apabila
persediaan awal kurang dari yang seharusnya, maka laba bersih akan menjadi
rendah.
2.
Apabila
persediaan awal lebih dari yang seharusnya, maka laba bersih akan menjadi
tinggi.
3.
Apabila
persediaan akhir kurang dari yang seharusnya, maka laba bersih akan menjadi
tinggi.
4.
Apabila
persediaan akhir lebih dari yang seharusnya, maka laba bersih akan menjadi
rendah.
Setiap kesalahan persediaan yang terjadi akan
berpengaruh pada Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi. Beberapa alasan bahwa kesalahan persediaan
dapat terjadi termasuk sebagai berikut.
- Persediaan fisik yang ada di tangan salah hitung.
- Biaya‐biaya dialokasikan tidak benar ke dalam
persediaan persediaan. Contoh: Metode FIFO, LIFO, rata‐rata yang diaplikasikan secara tidak benar.
- Persediaan yang ada di pengiriman dimasukkan atau
tidak secara benar dari persediaan.
- Persediaan konsinyasi termasuk atau tidak secara
benar dari persediaan.
4.2 Saran
Setelah disusunnya makalah mengenai Dampak Kesalahan Akuntansi Persediaan
Terhadap Laporan Keuangan diharapkan dapat menambah wawasan pembaca khususnya
dimata kuliah Pengantar Akuntansi II, Begitu juga alangkah baiknya apabila
mencari sumber referensi lebih banyak dari berbagai sumber sehingga ilmu dan
wawasan yang kita dapatkan semakin luas.
GLOSARIUM
A
Akun
(account) : Disebut juga rekening atau
perkiraan adalah formulir untuk mencatat secara indivual tentang penambahan atau pengurangan tiap jenis harta, kewajiban, dan ekuitas.
Akuntansi :
suatu proses yang meliputi kegiatan pengindentifikasi pencatatan,pengikhtisaran
dan pelaporan data keuangan
Asset :
asset atau aktiva , yaitu seluruh kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan.
Average :
Metode perhitungan persediaan dengan rata-rata.
B
Balance
sheet : neraca, yaitu merupakan salah satu laporan keuangan yang memberikan
informasi mengenai asset, kwajiban , dan ekuitas
C
Cash flow
statement : laporan arus kas , yaitu slah satu laporan yang memberikan
informasi tentang aliran kas masuk dan kas keluar dari kegiatan operasi ,
investasi dan pendanaan
Current
assets : aktiva lancar , yaitu kelompok asset yang perputarannya dalam jangka pendek
(kurang dari satu tahun)
D
Debit : sisi
sebelah kiri suatu akun
E
Equity :
ekuitas atau modal
F
Fixed assets
: aktiva tetap , yaitua asset yang umur pemakainnya lebih dari satu tahun
FIFO :
Metode dimana barang yang masuk pertama ialah yang keluar pertama.
I
Inventory :
Persediaan barang perusahaan.
K
Kredit (credit)
: Sisi kanan suatu akun.
L
Laporan
Keuangan : Merupakan ringkasan dari
suatu transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama satu periode akuntanssi
tertentu
Liability:
Kewajiban yaitu yang harus ditunaikan perusahaan perusahaan.
LIFO :
Metode dimana barang yang masuk terakhir ialah yang keluar pertama.
Likuiditas :
Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya.
P
Periode
Akuntansi : Rentangan waktu akuntansi yang dimulai pada saat pembuatan neraca
awal sampai dengan saat pembuatan laporan keuangan, biasanya selama satu tahun
T
Transaksi
Keuangan : Kegiatan ekonomis yang dilakukan
oleh perusahaan yang secara financial berdampak pada perubahaan posisi
keuangannya
DAFTAR PUSTAKA
Al.Haryono Jusup,
2005, Dasar – Dasar Akuntansi, Yogyakarta: STIE YKPN
Mulyadi,
2001, Sistem Akuntansi, Jakarta:
Salemba Empat
Mursyidi, 2010,
Akuntansi Dasar, Bogor: Ghalia
Indonesia
L.M Samryn, 2012, Pengantar Akuntansi
Mudah Membuat Jurnal dengan Pendekatan Siklus Transaksi, Jakarta:
Rajagrafindo Persada
Soemarso
S.R., 2001, Akuntansi Suatu Pengantar,
Jakarta: Salemba Empat,
Irawati dan Sudrajat M. dan M. Nurjihadi, Evaluasi Penerapan Akuntansi Persediaan
Pada Pt Xyz Cabang Sumbawa Besar. Universitas Teknologi Sumbawa. Vol. 02. 2017.
Kenny, dkk, penerapan akuntansi persediaan barang dagang pada ud. Muda-mudi
tolitoli, Universitas Sam Ratulangi, 2018
Nailul R, Anik M, Junaidi, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengarui
Pemilihan Metode Akuntansi Persedian (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa), Universitas Malang. Vol. 07. 2018.
Popon dan Ayu dan Anjar, Akuntansi Persediaan Dan Pengaruhnya Terhadap Laba
Perusahaan Pada PT. Indo-Sino Agrochemical, Bina Sarana Informatika, Vol. 16,
2018.
Reinhard S. Sambuaga, Evaluasi
Akuntansi Persediaan Pada PT. Sukses Era Niaga Manado, Universitas Sam
Ratulangi, Vol. 1, 2013
Sri Isnawati Pakaya, Penerapan Pencatatan Akuntansi Persediaan Barang
(Universitas Negeri Gorontalo)
Suharti dan Ricky Fong, Accounting Analysis
Of Merchandise Inventory At Cerose Home Pekanbaru Store, STIE Pelita Indonesia.
Fadhlan, Akuntansi Persediaan (https://fadhlanaccounting.wordpress.com/akuntansi-persediaan/
diakses 19 Desember 2019)
Fafa, Dampak Kesalahan Akuntansi Persediaan (http://fafaladyrose.blogspot.com/2013/03/dampak-kesalahan-akuntansi-persediaan.html
diakses 19 Desember 2019)
Jurnal Internet POLSRI (http://eprints.polsri.ac.id/3725/2/BAB%20I.pdf
diakses 17 Desember 2019)
Titi, Efek Kesalahan Pencatatan Persediaan (http://titikdl203.blogspot.com/2012/11/efek-kesalahan-pencatatan-persediaan.html diakses 19 Desember 2019)
Dampak Pencatatan Akuntansi Persediaan Terhadap Laporan Keuangan (https://www.jurnal.id/id/blog/2018-dampak-kesalahan-pencatatan-akuntansi-persediaan-terhadap-laporan-keuangan/
diakses 19 Desember 2019)
Dampak Pencatatan Akuntansi Persediaan Terhadap Laporan Keuangan (http://mvpjogja.com/dampak-kesalahan-akuntansi-persediaan-terhadap-laporan-keuangan/ diakses 19 Desember 2019)