Fikih Penghimpunan Dana Pada Lembaga Keuangan Syariah
Penghimpunan Dana
ABSTRACT
Fund is cash or other assets that can be cashed immediately
and which is available or set aside for a specific purpose. Funding is an
activity of planning, implementing and controlling funds obtained from the
public. Collecting funds in Islamic banking is different from the conventional
banking. If in conventional banking, there are only three types, namely demand
deposits, Savings and Time Deposits. Therefore, in Islamic banking, the product
of fund raising is divided into two, namely savings products and investment
products. The difference between the two lies in the basic motives of the
customer. The principle of funding, especially in Islamic financial
institutions, is form of contracts including the wadiah contract and mudharabah
contract.
Keywords : Funding, banking, principle
ABSTRAK
Dana adalah uang tunai atau aktiva lainnya yang segera dapat diuangkan dan yang
tersedia atau disisihkan untuk maksud tertentu. Penghimpunan dana adalah
sebagai aktivitas perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian terhadap dana yang
diperoleh dari masyarakat. Penghimpunan dana dibank syariah berbeda dengan yang
terdapat di perbankan konvensional. Jika diperbankan konvensioanl hanya dikenal
tiga jenis yakni giro, tabungan dan deposito, Maka dibank syariah produk
penghimpunan dana terbagi menjadi dua yaitu produk simpanan dan produk
investasi. Perbedaan keduanya terletak pada motif dasar nasabah. Prinsip dari
penghimpunan dana khususnya yang digunakan di lembaga keuangan syariah yaitu
berupa akad diantaranya adalah akad wadiah dan akad mudharabah.
Kata Kunci : Penghimpunan dana,
bank, prinsip
I.
Pendahuluan
Perbankan syariah pada dasarnya
merupakan pengembangan dari konsep ekonomi Islam, terutama dalam bidang
keuangan yang dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom dan
praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai
pihak yang menginginkan adanya jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan
sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam.
Jenis bank ini tidak menggunakan
prinsip bunga dalam menjalankan kegiatan usahanya, melainkan menggunakan
prinsip yang sesuai dengan syariah yang terbebas dari riba dan hal-hal yang
diharamkan. Konsep yang diterapkan pada jenis bank ini adalah profit and loss
sharing atau lebih dikenal dengan istilah bagi hasil dan bagi rugi.
Kegiatan utama dari usaha bank baik
bank umum konvensional dan unit usahanya maupun bank umum syariah dan unit
usaha syariah adalah menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (financing)
kepada masyarakat baik perorangan maupun institusi. Kegiatan menghimpun dana
(funding) ini dilakukan bank untuk memenuhi kegiatan operasionalnya. Salah satu
sumber dana yang dihimpun oleh bank adalah berasal dari masyarakat. Karena
sumber dana ini merupakan sumber dana yang paling mudah untuk memperolehnya.
Bank hanya memerlukan strategi yang jitu untuk mendapatkan sumber dana dari
pihak ketiga ini.
II.
Pembahasan
A.
Pengertian
Dana dan Penghimpunan Dana
Dana adalah uang yang
disediakan untuk suatu keperluan; biaya.[1]
Sedangkan menurut istilah, dana adalah uang tunai dan/atau aktiva
lainnya yang segera dapat diuangkan dan yang tersedia atau disisihkan untuk
maksud tertentu.
Sebagai lembaga finanacial
intermediary salah satu kegiatan bank adalah melakukan penghimpunan dana,
hal ini selaras dengan pengertian bank menurut pasal 1 undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
perubahan undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank didefinisikan
sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.[2]
Secara umum penghimpunan dana dapat diartikan sebagai
aktivitas perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian terhadap dana yang
diperoleh dari masyarakat.[3] Adapaun pengertian lain
mengenai penghimpunan dana, yaitu suatu kegiatan
usaha yang dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya
akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya
sebagai intermediasi antara pihak deposan dengan pihak kreditur.
Produk Penghimpunan Dana adalah suatu kegiatan usaha
yang dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan
disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai
intermediasi antara pihak deposan dengan pihak kreditur. Penghimpunan dana di
Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito.[4] Prinsip operasional
syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip
Wadiah dan Mudharabah.
B.
Manfaat
Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana mempunyai manfaat bagi berbagai
pihak, utamanya terhadap bank, terhadap pemilik dana, maupun terhadap
pemerintah.[5]
1. Bagi bank,
Bank dengan berhasilnya menghimpun dana dari masyarakat berarti memiliki/
menambah modal kerja untuk pemberian pinjaman/ pembiayaan/ kredit bagi
masyarakat yang membutuhkan dan layak diberi. Dari pemberian pinjaman/
pembiayaan (kredit) bank memperoleh pendapatan atau bagi hasil keuntungan.
2. Bagi pemilik,
uang Bagi pemilik uang berarti menjadikan uangnya produktif, uang yang biasanya
disipan di rumah, di celengan ayam, celengan bambo atau bawah bantal yang
menganggur (hoarding) dan penuh Manajemen Dana dan Kesehatan Bank, adanya usaha
penghimpunan dana, uang yang menganggur tadi menjadi produktif menghasilkan
keuntungan.
3. Bagi pemerintah,
Bagi pemerintah dengan berhasilnya bank menghimpun dana masyarakat, berarti
mengurangi volume uang yang beredar. Ini merupakan salah satu usaha dalam
rangka mengendalikan inflasi.
C. Maksud dan Tujuan
Penghimpunan Dana
Maksud dan tujuan bank dalam menghimpun dana
masyarakat adalah:
1. Sebagai Dana Operasional Bank Dana yang dihimpun
bank dari masyarakat dari jumlah yang sekecil-kecilnya sampai jumlah yang besar
selanjutnya dikelola dan disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan
dan layak untuk mendapat pinjaman dalam bentuk pembiayaan/kredit.
2. Sebagai Alat/ Cara Pemerintah dalam Melaksanakan
Kebijaksanaan Moneter. Menarik uang dari masyarakat berarti mengurangi jumlah
uang yang beredar, merupakan salah satu cara pemerintah dalam mengendalikan
inflasi.
3. Produktivitas Dana Menghimpun dana melalui lembaga
keuangan berarti menghimpun dana yang menganggur (idle funds) untuk dijadikan
dana yang produktif dengan jalan disalurkan kembali kepada masyarakat untuk
membiayai usaha-usaha yang produktif atau menghasilkan.
D. Dana Pihak Ketiga
1)
Pengertian Dana Pihak Ketiga
Pada
dasarnya, sumber dana lembaga keuangan dibedakan menjadi tiga yaitu dana pihak
pertama, dana pihak kedua dan dana pihak ketiga. Sumber dana yang berasal dari
modal pribadi disebut dengan dana pihak pertama, kemudian dana yang berasal
dari pinjaman pihak luar disebut dengan dana pihak kedua, sedangkan dana yang
berasal dari masyarakat luas berupa giro, tabungan dan deposito disebut dengan
dana pihak ketiga. Anggota menyimpan dananya dengan jumlah yang tidak
ditentukan dan dana tersebut bisa digunakan oleh lembaga untuk diputar kedalam
pemberian pembiayaan agar mendapatkan bagi hasil yang nantinya akan dibagi
kepada nasabah penyimpan. Dana pihak ketiga merupakan simpanan sukarela atau
tabungan dari para anggota koperasi. Jumlah dan sumber dana ini sangat luas dan
tidak terbatas. Dana yang dihimpun dari masyarakat akan didistribusian dalam
bentuk pembiayaan, tentunya lembaga keuangan syariah sangat mementingkan
pemerataan dan kesejahteraan masyarakat menengah kebawah.
Dana
Pihak Ketiga merupakan salah satu sumber dana yang dihimpun dari masyarakat
yang akan digunakan oleh bank sebagai modal dalam melakukan pendanaan atau
pembiayaan. Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kemampuannya menghimpun dana dari masyarakat, baik berskala kecil maupun besar,
dengan masa pengendapan yang memadai. Bank-bank umum lainnya, unsur-unsur yang
ada dalam dana pihak ketiga yakni tabungan, giro, dan deposito. Perbedaannya
adalah terdapat pada sistem yang digunakan.
2)
Produk Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Pada Lembaga
Keuangan
a.
Giro
Giro
adalah simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat,
artinya adalah bahwa uang yang disimpan di rekening giro dapat diambil setiap
waktu setelah memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan. Penarikan uang di
rekening giro dapat menggunakan sarana penarikan, yaitu cek dan bilyet giro.
Apabila penarikan dilakukan secara tunai, maka sarana penarikannya dengan
menggunakan cek. Sedangkan untuk penarikan nontunai adalah dengan menggunakan
bilyet giro.
b.
Tabungan
Jenis
simpanan yang kedua adalah tabungan (saving deposit). Tabungan merupakan
simpanan yang paling populer dikalangan masyarakat umum. Tabungan adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, atau dapat dilakukan sewaktu-waktu tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Koperasi tidak dapat menolak apabila anggotanya mengambil sewaktu-waktu
tabungan tersebut. Pengertian yang hampir sama pada Pasal 1 angka 21
Undangundang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah yang menyebutkan
bahwa tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadiah atau investasi dana
berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan
ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet giro, atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
c.
Deposito
Berdasarkan
ketentuan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Deposito didefinisikan sebagai
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan bank atau pada saat jatuh tempo.
Deposito dapat berupa deposito berjangka, sertifikat deposito dan depsito on
call yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut jangka waktu tertentu
sesuai dengan perjanjian antara pihak ketiga dengan bank. Deposito adalah
simpanan anggota kepada koperasi yang pengambilannya hanya dapat dilakukan pada
saat jatuh tempo.
Jangka waktu yang dimaksud meliputi: 1,3, 6
dan 12 bulan. Namun jangka waktu tersebut dapat dibuat sefleksibel mungkin,
misalnya 2, 4, 5 dan seterusnya sesuai dengan keinginan anggota. Untuk menarik
minat anggota dalam menabung, maka koperasi perlu mengemas produknya kedalam
nama yang manarik dan mudah diingat. Juga produk penghimpunan dana koperasi
harus mampu menampung keinginan anggota. Jenis produk tersebut dapat
dikembangkan menjadi:
1)
Tabungan Haji (Taji), yakni tabungan khusus menampung keinginan masyarakat yang
akan menunaikan ibadah haji dalam jangka panjang.
2)
Tabungan Qurban (Taqur), yakni tabungan untuk para shohibul qurban, yaitu
masyarakat disediakan produk yang dapat memantau merencanakan ibadah qurbannya.
3)
Tabungan Pendidikan (Tapen), yakni tabungan yang disediakan untuk membantu
masyarakat dalam menyediakan kebutuhan dana pendidikan di masa yang akan
dating.
4)
Tabungan berjangka mudhorobah (Tabah), yakni deposito dengan jangka waktu
tertentu.
Masing-masing
jenis tabungan memiliki jangka waktu yang berbeda. Sehingga nisbah bagi
hasilnya juga berbeda. Prinsipnya semakin panjang jangka waktunya, semakin luas
kesempatan yang dimiliki koperasi untuk memanfaatkan dana tersebut. Deposito
biasanya memiliki bagi hasil yang tinggi dibanding tabungan, karena deposito
meupakan sumber dana yang terkendali. Koperasi mengetahui secara pasti jangka
waktu mengendapnya dana. Koperasi tentu saja akan memanfaatkan dana tersebut
sesuai dengan jangka waktunya.
3)
Penggunaan Dana Pihak Ketiga
Dalam
menjalankan aktivitasnya berfungsi sebagai financial intermediary sehingga
setelah berhasil menghimpun dana dari pihak ketiga, lembaga berkewajiban untuk
menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan. Alokasi penggunaan dana pada
dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting, yaitu:
a.
Aktiva yang
menghasilkan (earning asset) adalah asset yang digunakan digunakan untuk
menghasilkan pendapatan. Asset ini disalurkan salam bentuk investasi yang
terdiri dari:
1.
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah).
2.
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah).
3.
Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (Al-Ba'i).
4.
Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah dan Ijarah wa Iqtina) 5.
Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya.
b.
Aktiva yang tidak
menghasilkan (nonearning asset)
1.
Aktiva dalam bentuk uang tunai (cash asset), terdiri dari uang tunai, cadangan
likuiditas (primary reserve) yang harus dipelihara pada bank sentral, giro pada
bank dan itemitem tunai lain yang masih dalam proses penagihan (collection).
2.
Pinjaman (qard), merupakan salah satu kegiatan bank syariah dalam mewujudkan
tanggung jawab sosialnya sesuai dengan ajaran Islam.
3.
Penanaman dana dalam aktiva tetap dan investaris (premisis dan equipment).[6]
E. Prinsip Penghimpunan Dana
Prinsip dari penghimpunan dana khususnya yang digunakan di lembaga keuangan
syariah yaitu berupa akad-akad. Akad-akad yang digunakan dalam penghimpunan
dana ialah:
1.
Akad wadiah
Asal kata dari wadiah adalah wada’a
asy syai-a yang artinya meninggalkan sesuatu, selain itu wadiah juga
dapat diartikan menjadi titipan. Ahmad Ifham mengartikan wadiah adalah
penempatan sesuatu untuk dipelihara pada tempat yang bukan pemiliknya.[7]
Dalam hal ini sesuatu yang
dititipkan yakni berupa barang (seperti uang, surat berharga, barang berharga
dan lainnya), yang mana barang atau uang tersebut harus dipelihara sampai pihak
pemilik mengambil kembali barang miliknya sewaktu-waktu. Akad wadiah
tercantum dalam al-Quran yakni dalam Surah An-Nisaa ayat 58, yakni:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟
ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن
تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ
ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا
Artinya:”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.”
Adapun dalam akad ini lembaga
keuangan syariah bertindak sebagai penerima titipan yang mana bertugas untuk
menjaga serta memelihara barang yang dititipkan. Lain halnya dengan nasabah,
nasabah bertindak sebagai penitip atau orang yang menitipkan barangnya.
Dalam pelaksanaannya, akad wadiah
ini perlu memenuhi rukun-rukun agar akad tersebut menjadi sah, rukun-rukun yang
perlu dipenuhi adalah:[8]
a.
Penitip.
b.
Penerima titipan.
c.
Barang yang dititipkan.
d.
Ijab Qabul.
Akad wadiah terbagi kedalam dua jenis akad, dimana keduanya
pun diterapkan di Lembaga Keuangan Syariah, kedua akad tersebut yaitu:[9]
a)
Wadiah yad
al-amanah
Akad titipan
ini merupakan akad titipan murni yang mana barang yang dititipkan tidak boleh
digunakan untuk diambil manfaatnya. Ketika barang titipan diambil, penerima
titipan harus mengembalikan barang dalam keadaan utuh. Apabila selama dalam
penitipan barang titipan terjadi kerusakan, penerima titipan tidak dibebani
tanggungjawab. Sebagai kompensasi atas pemeliharaan, maka dikenakan biaya
titipan.
b)
Wadiah yad
ad-dhamanah
Dalam akad ini
penerima titipan diberikan akses untuk menggunakan dan mengambil manfaat dari
barang titipan. Semua keuntungan yang didapat dari barang titipan tersebut
menjadi hak penerima titipan, adapun sebagai imbalan bagi pemilik barang
diberikan insentif yakni bonus.
2.
Akad mudharabah
Akad ini dikenal juga dengan prinsip
qiradh atau muqarabah. Mudharabah merupakan suatu jenis
akad perjanjian atas perkongsian. Dimana shahib al-mal sebagai pihak
pertama yaitu pihak yang menyediakan dana, kemudian dana dikelola oleh mudharib.
Dalam akad ini terdapat pembagian hasil usaha sesuai dengan nisbah yang
disepakati saat awal.
Landasan hukum yang digunakan dalam
akad ini terdapat dalam al-Quran salah satunya dalam QS. Al-Mujammil ayat 20
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ
مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ ...
Artinya:”…Dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah…”
Dalam praktiknya terdapat
rukun-rukun yang harus dipenuhi agar akad mudharabah menjadi sah.
Rukun-rukun tersebut diantaranya:[10]
1.
Shahibul maal atau pemilik dana dalam hal ini merupakan nasabah.
2.
Mudharib atau pengelola dana dalam hal ini merupakan lembaga keuangan
syariah.
3.
Amal atau usaha.
4.
Ijab qabul.
Sama halnya dengan wadiah, mudharabah
pun terbagi menjadi dua jenis akad diantaranya:
a)
Mudharabah
mutlaqah merupakan akad yang mana shahibul
mal menyerahkan modal kepada pengusaha tanpa memberikan batasan. Maknanya
pengusaha diberi kekuasaan penuh terhadap pengelolaan dana tersebut.
b)
Mudharabah
muqayyadah akad ini merupakan akad yang
memiliki makna sebaliknya dengan akad sebelumnya, dalam mudharabah
muqayyadah yang bertindak sebagai shahibul mal memberikan
batasan-batasan kepada pengelola dana.
F.
Implementasi
Prinsip Penghimpunan Dana di Lembaga Keuangan Syariah Khususnya Bank Syariah
Di dalam lembaga keuangan khususnya lembaga keuangan syariah
tentulah semua produk-produk yang ditawarkan berlandaskan prinsip-prinsip
syariat Islam. Sebagaimana yang dibahas sebelumnya, akad-akad atau prinsip yang
digunakan di lembaga keuangan syariah khususnya dari segi penghimpunan dana
adalah akad wadiah dan akad mudharabah.
1.
Implementasi akad wadiah dalam
penghimpunan dana di bank syariah
a.
Tabungan
Akad ini
biasanya dipakai dalam produk tabungan di lembaga keuangan syariah. Akad yang
dipakai merupakan jenis akad wadiah yad ad –dhamanah. Dimana dalam hal
ini nasabah menitipkan uangnya dalam bentuk simpanan tabungan, kemudian pihak
lembaga keuangan syariah bisa menggunakan uang dalam simpanan nasabah tersebut
untuk kegiatan lain dalam hal ini misalnya digunakan untuk penyaluran dana.
Namun, ketika nasabah ingin mengambil kembali uang simpanannya, pihak lembaga
keuangan syariah haruslah dapat mengembalikan uang simpanan tersebut secara
utuh kepada nasabah tersebut.
Fatwa DSN menetapkan
kententuan dari tabungan wadiah ini diantaranya:[11]
i)
Bersifat simpanan.
ii)
Simpanan dapat diambil kapan saja
dan atau/ berdasarkan kesepakatan.
iii)
Tidak ada imbalan yang disyaratkan,
kecuali pemberian sukarela dari pihak lembaga keuangan syariah.
b.
Giro
Giro merupakan
simpanan yang penarikannya dapat dilakukan kapanpun mengguanakan cek, bilyet
giro, atau surat perintah pembayaran lain yang dipersamakan ataupun dengan
pemindahbukuan. Giro wadiah memiliki karakteristik tersendiri
diantaranya:[12]
i)
Tidak boleh overdraft dan harus
dikembalikan dengan utuh.
ii)
Dapat diberikan syarat tertentu
untuk keselamatan barang titipan, seperti menetapkan saldo minimum.
iii)
Dana hanya dapat digunakan dengan
izin penitip.
iv)
Dapat pula dikenakan biaya titipan.
2.
Implementasi akad mudharabah dalam
penghimpunan dana di bank syariah
a.
Tabungan
Selain
menggunakan akad wadiah, tabungan dapat juga menggunakan akad mudharabah.
Dalam tabungan mudharabah nasabah-lah yang bertindak sebagai shahibul
mal sementara bank sebagai mudharib. Adapun pembagian keuntungan
atau bagi hasil didasarkan pada nisbah yang dilakukan di awal transaksi atau
awal akad.[13]
b.
Deposito
Sama halnya
dengan tabugan, deposito pun merupakan jenis simpanan, namun deposito tidak
dapat dilakukan penarikan setiap saat, penarikan hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu yakni pada waktu yang disepakati.
Deposito dalam
praktiknya terbagi menjadi dua bagian yaitu:
i)
Deposito berjangka biasa
Deposito ini
berakhir sesuai dengan jangka waktu yang disepakati, adapun dalam hal
perpanjangan jangka waktu harus ada permohonan baru.
ii)
Deposito berjangka otomatis
Berbeda dengan
deposito sebelumnya, deposito ini otomatis melakukan perpanjangan ketika telah
jatuh tempo.
Dalam praktiknya nasabah
bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib. Modal
atau harta yang diserahkan kepada mudharib haruslah berbentuk tunai dan
bukan merupakan piutang. Adapun dalam hal pembagian bagi hasil berdasarkan
dengan nisbah yang disepakati di awal.[14]
G. Bentuk–Bentuk Strategi Bank Syariah Dalam
Menghimpun Dana
1.
Strategi Pemasaran
Philip Kolter mendefinisikan pengertian pemasaran
adalah suatu proses sosial dan manajerial dengan mana individu dan kelompok
memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan serta
mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain.[15]
Pada
dasarnya pengertian konsep pemasaran mempunyai persaman dengan konsep pemasaran
bank. Konsep pemasaran (produksi) berorientasi pada kebutuhan konsumen, sedangkan
konsep pemasaran berorintasi pada konsumen (nasabah).
Dalam syariah marketing, perusahan tidak hanya
berorintasi pada keuntungan semata, namun turut pula berorientasi pada tujuan
lainnya yaitu keberkahan. Perpaduan konsep keuntungan dan keberkahan ini melahirkan
konsep masalah yaitu suatu suatu perusahan syariah akan berorientasi pada
masalah yang optimal. Konsep keberkahan bagi sebagian pihak merupakan konsep
yang abstrak karena secara keilmuan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, namun
inilah salah satu konsep inti pada syariah marketing yang menjadi landasan pada
suatu perusahaan berorientasi syariah.[16]
Konsep
pemasaran bank mengandung arti:
·
Mempunyai falsafah yang mantap dan
bertanggung jawab.
·
Berorientasi pada nasabah di suatu pihak.
·
Menguntungkan perusahan di lain pihak.
Secara
umum tujuan pemasaran bank adalah untuk:
·
Memaksimalkan konsumsi.
·
Memaksimalkan keputusan pelanggan melalui
berbagai pelayanan yang diinginkan nasabah.
·
Memaksimalkan pilihan (ragam produk).
·
Memaksimalkan mutu hidup dengan memberikan
berbagai kemudahan kepada nasabah dan menciptakan iklim yang efisien.
2.
Strategi Promosi
Strategi
promosi adalah rsuatu rencana untuk penggunaan yang optimal atau sejumlah elemen–elemen
promosi: periklanan, hubungan masyarakat, penjualan pribadi, dan promosi
penjualan. Para menager pemasaran menentukan tujuan dan strategi promosi
penjualan dari sudut tujuan keseluruhan perusahaan bagi bauran pemasaran:
produk, tempat (distribusi), promosi dan harga.
Adapun
promosi yang diselenggarakan oleh bank,bertujuan untuk:
a.
Menyampaikan informasi (Informing).
b.
Membujuk nasabah sasaran (Persuanding) .dan
c.
Mengingatkan (Reminding ).
Ada
empat macam–macam promosi yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut:
1. Promosi Penjualan (Sales Promotion).
Tujuan promosi penjualan adalah untuk meningkatkan jumlah nasabah. Promosi penjualan
dilakukan untuk menarik nasabah untuk segera membeli setiap produk atau jasa
yang ditawarkan.
2. Periklanan
(Advertising). Iklan adalah sarana promosi yang digunakan oleh bank guna
menginformasikan, menarik dan mempengaruhi calon nasabahnya.
3. Publisitas (Publicity). Publisitas
merupakan kegiatan promosi untuk memancing nasabah melalui kegiatan sponsorship
terhadap suatu kegiatan seperti pameran, bakti sosial, perlombaan cerdas
cermat, kuis serta kegiatan lainnya melalui berbagai media
4. Penjualan
pribadi (Personal Selling).Dalam dunia perbankan penjualan pribadi
secara umum dilakukan oleh seluruh pegawai bank.
[1] https://kbbi.web.id/dana
[2] UU No.
10 Tahun 1998 Pasal 1 Tentang Perbankan
[3] http://repository.uinsu.ac.id/4685/12/BAB%20II.pdf
[4] www.ojk.go.id/syariah/tentang-syariah
[5] http://repo.iain-tulungagung.ac.id/5060/5/BAB%20II.pdf
[6] DN Fitria. Penghimpunan Dana, http://repo.iain-tulungagung.ac.id/5060/5/BAB%20II.pdf
diakses pada tanggal 06 Oktober 2020
[7] Ahmad
Ifham, “Ini Lho Bank Syariah! Memahami Bank Syariah dengan Mudah”, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2015) h.65-66.
[8] Sofyan
Safri Harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf, “Akuntansi Perbankan Syariah”, (Jakarta:
LPFE Usakti, 2010) h.88.
[9] Ibid.
[10] Ibid.,
h.90.
[11] Ibid.
[12] Ibid.,
h.89.
[13] Ibid.,
h.92
[14] Ibid.
[15]
Philip Kotler dan Amstrong, Dasar–Dasar Pemasaran (Jakarta:
Intermedia, 1995),
penerjemah Wilhelmus W. Bakowantum, Editor Heru Sutojo, hal 6-.7.
[16] Murti
Sumarni, Manajemen Pemasaran Bank, Ed, ke-5, Cet, 1(Yogyakarta: Liberty,
2002), hal 45-56