ANALISIS PRODUK PENGHIMPUN, PENYALUR DAN JASA PADA BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT)

 Analisa Produk BMT

A. Prosedur Pembiayaan BBA pada BMT Mitra Usaha 

Pembiayaan adalah fasilitas lembaga keuangan syariah atau BMT kepada masyarakat yang membutuhkan dana yang telah terkumpul di BMT dari masyarakat yang kelebihan dana, denga bagi hasil sesuai kesepakatan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Kredit adalah penyediaan uang berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 1 Proses penerimaan anggota pembiayaan merupakan langkah awal dalam memberian pembiayaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan prosedur penerimaan pembiayaan dengan benar. Diantara prosedur pengajuan pembiayaan di BMT, nasabah harus menyerahkan identitas suami istri untuk yang belum menikah menyerahkan identitas sendiri disertai identitas kedua orang tua beserta kartu keluarga (yang masih berlaku), Slip gaji, alamat lengkap, rekening listrik dan daftar ahli waris. Bagi pengajuan dana usaha yang besar harus menyerahkan NPWP. Berdasarkan pengamatan ternyata pemberian pembiayaan tetap berlangsung meskipun terdapat kekurangan pada persyaratan daftar ahli waris karena tidak disebutkan ahli warisnya. Adapun pelaksanaan akad BBA sendiri telah mengalami perkembangan arti. Jika secara teori BBA adalah jual beli dimana pihak BMT yang membelikan barang sedangkan pada BMT Mitra usaha untuk akad BBA nasabah melakukan kegiatan jual beli sendiri (membeli barang sendiri) dan disini BMT sebagai penyedia dana. Sebelum akad ditandatangani terlebih dahulu persaratan pengajuan pembiayaan harus sudah diselesaiakan. Dalam pengajuan pembiayan orang yang mengajukan harus tercatat sebagai anggota BMT Mitra Usaha dan tidak mengalami atau mempunyai pembiayaan macet di BMT Mitra Usaha khususnya. Didalam pengajuan pembiayaan BBA nasabah harus menyertakan jaminan sebagai agunan apabila dikemudian hari ada pembiayaan macet atau tidak bisa melunasinya. Saat pencairan pembiayaan BBA, BMT Mitra Usaha mengharuskan anggota datang dengan istri/ suami/ orang tua/ saudara untuk ikut menandatangani akad pembiayaan. Dengan diketahuinya proses pembiayaan oleh keluarga atau orang terdekat, kecil kemungkinan anggota tersebut untuk berikhtikad tidak baik. Secara tidak langsung, pembiayaan tersebut juga ikut ditanggung oleh keluarga atau orang yang ikut menandatangani akad. Sebelum pengajuan di setujui, BMT melakukan surve terlebih dahulu. Pengajuan dibawah Rp 1.000.000 cukup dari yang bertugas pemasara atau petugas lapangan, bila pengajuan diatas Rp 2.000.000 maka manejer sendiri yang akan melakukan survey. Hasil wawancara dengan manajer BMT Mitra Usaha Bp fahrudin pada tanggal 25 juli 2010. Terdapat tiga metode survey yangberlaku di BMT Mitra Usaha: a. Surfe tempat Yaitu BMT melakukan survey kerumah calon pembiayaan atau tempat usaha yang bertujuan untuk mengetahui usaha calon nasabah bagus atau tidak. Menyocokkan alamat rumah apakah sesua dengan alamat yang dilampirkan. b. Surfe sekitar Yaitu melakukan pengujian informasi tetapi secara tersamar. Tindakan ini misalnya dengan bertanya dengan tetangga calon anggota. Kegiatan ini biasanya dilakukan saat proses survei tempat dan jemput bola. c. Surfe jaminan Bertujuan untuk mengetahui apakah jaminan layak atau tidak untuk mengajukan pembiayaan. Setelah akad pembiayaan selesai, pihak BMT tidak langsung melepas anggota begitu saja dan hanya menunggu anggota membayar angsuran setiap bulan, BMT Mitra Usaha juga masih akan melakukan pengawasan selama masa pembiayaan. Selain mendekatkan diri dengan anggota, tindakan tersebut dapat membantu untuk dasar penerimaan apabila nasabah melakukan pembiayaan kembali di BMT Mitra Usaha. Prosedur pembiayaan yang dilakukan BMT MItra Usaha hampir sesuai dengan prosedur yang diterangkan peneliti didepan. Prosedur penilaian dengan analisa 5C yaitu character, capacity, capital, condition dan collateral. Tetapi pada penilaian capital BMT Mitra Usaha tidak menerapkan karena nasabah BMT Mitra Usaha umumnya adalah pengusaha kecil (mikro) jadi BMT Mitra Usaha merasa tidak perlu mengunakan analisa capital . Sedangkan untuk penilaiaan dengan analisa 7P yaitu personality, party, perpose, prospect, payment, profitability dan protection. Untuk analisa ini BMT Mitra Usaha tidak menjalankan analisa party, prospect dan profitability. Analisa party tidak digunakan oleh BMT Mitra Usaha karena BMT tidak menggolong-golongkan nasabah semua masyarakat bisa mengajukan pembiayaan ke BMT Mitra Usaha. Analisa prospect tidak digunakan kerena usaha atau perdagangan tidak selamanya mendapat ke untungan. Sedangkan profitability tidak digunakan karena masyarakat berdagang pasti untuk mencari laba atau keuntungan. Jadi analisa tersebut tidak dibutuhkan oleh BMT Mitra Usaha. Peneliti menyimpulkan prosedur pembiayaan yang di gunakan BMT Mitra Usaha sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, karena menjalankan 4 analisa dari analisa 5C untuk analisa 7P sudah dijalankan 4 analisa dan prosedurnya tidak memberatkan calon nasabah pembiayaan.

B. Pola Nasabah dalam Mengangsur Pembiayaan BBA

Menurut pengamatan peneliti Pembiayaan yang sudah berjalan di BMT Mitra Usaha kebanyakan menggunakan akad BBA, karena sistem yang mudah dipahami oleh pengurus BMT dan nasabah. Pengangsuran BBA yang dilakukan setiap bulan sehingga tidak menyulitkan pedagang rumahan untuk menyisihkan hasil dari usahanya. Dalam pembiayaan BBA yang telah berjalan di BMT Mitra Usaha nasabah boleh memilih pengangsurannya yang disepakati diawal perjanjian. Nasabah yang mengajukan pembiayaan terdiri bermacam-macam tipe, kebutuhan dan tempat atau daerah tinggal. Menurut manajer Nasabah pembiayaan terdiri dari tiga jenis dalam pengasurannya:

1. Pertama adalah nasabah yang melakukan pembiayaan disertai penabungan, jadi nasabah ini menabung diBMT setiap hari setelah uang yang ditabung nasabah dirasa cukup untuk membayar pengasuran perbulan maka BMT dengan segera mengambil tabungan tersebut dan langsung dimasukan ke pengasuran pembiayaan. Nasabah pengajuan pembiayaan ini biasanya melalui petugas lapangan yang setiap hari melakukan penjemputan tabungan pada nasabah, jadi nasabah tidak usah datang langsung keBMT.

2. Kedua adalah nasabah yang hanya melakukan pembiayaan, jadi nasabah ini melakukan pengangsuran disetiap ahir jatuh tempo pembiayaan. Tapi kebanyakan nasabah mengangsur disetiap jatuh tempo atau diahir bulan karena diBMT tidak ada denda yang harus dibayar. Nasabah ini datang langsung keBMT untuk melakukan pengajuan pembiayaan, biasanya nasabah ini jauh dari BMT atau pengajuannya besar.

3. Ketiga adalah nasabah yang melakukan pembiayaan, pengasurannya dilakukan disetiap jatuh tempo dan pengasurannya tidak mengambil ditabungan nasabah. Nasabah ini tergolong nasabah yang baik karena bisa melunasi tepat waktu dan juga masih menabung di BMT Mitra Usaha.

Disilah keunggulan BMT dibanding dengan lembaga keuangan lainnya, di BMT tidak ada denda yang harus dibayar nasabah kepada BMT jika nasabah telat membayar angsuran. Jika nasabah terlambat mengangsur atau tidak bisa membayar angsuran bulan ini maka nasabah cukup membayar bagi hasilnya saja.

C. Penanganan Pembiayaan Bermasalah di BMT

Pembiayaan bermasalah merupakan kondisi yang umum terjadi disetiap Lembaga keuangan. Berbagai cara dan strategi diterapkan untuk mengatasi atau mencegah agar kondisi tersebut tida terjadi.  Ada 2 faktor mengaa pembiayaan di BMT dapat bermasalah, fator tersebut ialah:



1. Faktor internal

faktor internal disebabkan oleh BMt yang kurang berhati hati dalam menganalisis calon nasabah.

2. Faktor eksternal

faktor eksternal datang dari luar BMT yaitu

a. adanya itikad tidak baik dari nasabah

b. masalah ekonomi dan bencana alam

c. penyakit

Untuk mengatasi pembiayaan BMT yang bermasalah adalah dengan menganalisa sebab emacetan dan menggali potensi peminjam:

1. Analisa sebab kemacetan

a. Aspek internal

1) Peminjam kurang cakap dalam usaha tersebut

2) Manajemen kurang baik atau kurang rapi

3) Laporan keuangan tidak lengkap

4) Penggunaan dana yang tidak sesuai dengan perencanaan

5) Perencanaan yang kurang matang

6) Dana yang diberikan tidak cukup untuk menjalankan usaha tersebut.

b. Aspek eksternal

1) Aspek pasar kurang mendukung

2) Kemampuan daya beli masyarakat kurang

3) Kebijakan pemerintah

4) Pengaruh lain di luar usaha

5) Kenakalan peminjam.



2. Menggali potensi peminjam

Nasabah yang mengalami kemacetan dalam memenuhi pembiayaan harus dimotivasi untuk memulai kembali atau membenahi dan mengantisipasi penyebabnya. 

Cara lain untuk penanganan atas pembiayaan yang bermasalah, yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Dilakukan dengan upaya damai

Langkah awal yang dapat ditempuh adalah dengan jalan damai antara pihak BMT dan nasabah.

2. Memberikan kelonggran waktu kepada nasabah

Selanjutnya adalah dengan memberikan kelonggran waktu kepada nasabah untuk melunasi pembiayaan BMTnya.

3. Bertindak tegas terhadap nasabah yang tidak menjalankan kewajibannya.

Sikap tegas tersebut dapat dalam bentuk penyitaan jaminan yang tekah disepakati di awal

4. Mensedekahkan

Dalam Islam jika pembiayaan bermasalah disebabkan  karena di luar kemampuan nasabah sehingga nasabah tidak mampu membayar hutangnya meskipun nasabah telah berusaha untuk membayar maka Islam menganjurkan kepada pemberi hutang atau BMT untuk mensedekahkannya. 

d. Mekanisme Bagi Hasil Pembiayaan BBA

Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan anggotanya, dimana BMT menyediakan dana investasi atau berupa pembelian barang modal dan usaha anggota - anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang modal yang telah disepakati bersama (Ridwan, 2004:126). 

 Sedangkan menurut Syukri, 2005 ;42 ) Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) adalah pembiayaan untuk pembelian barang dengan cicilan. Syarat-syarat dasar dari produk ini hampir sama dengan pembiayaan murabahah. Perbedaan diantara keduanya terletak pada cara pembayaran, di mana pada pembiayaan murabahah pembayaran ditunaikan setelah berlangsungnya akad pembiayaan, sedangkan pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) cicilan baru dilakukan setelah nasabah penerima barang mampu memperlihatkan hasil usahanya  

Adapun mekanisme dalam pembagian marjin keuntungan pada pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) sebagai berikut :

Pembagian margin keuntungan di BMT Mitra Usaha khususnya pembiayaan BBA menggunakan sistem keuntungan antara 1,7 – 2,5 % perbulan dari jumlah pembiayaan yang diberikan oleh BMT Mitra Usaha. BMT Mitra Usaha menggunakan sistem ini karena BBA menggunakan akat jual beli dimana lebih mudah penghitungannya bagi nasabah dan juga BMT Mitra Usaha sendiri. Dalam pengasurannya nasabah bisa memilih jangka waktu perminggu, perbulan atau permusim sesuai keinginan nasabah.



Besarnya keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada BMT disepakati atau diajukan BMT Mitra Usaha diawal akad dengan pengajuan margin keuntungan pembiayaan BBA yang disepakati bersama diawal, dimana nasabah bisa mengetahui berapa keuntungan yang diberikan kepada BMT setiap bulannya.

Menurut Menejer BMT Mitra Usaha, BMT menggunakan marjin keuntungan antara 1,7 – 2,5 % karena sistem itu sudah biasa digunakan oleh semua BMT. Selain itu untuk mempermudah pembagian keuntungan dari nasabah. 

Dalam menentukan margin keuntungan pada pembiayaan BBA antara nasabah dan BMT saling sepakat. Dalam hal ini pembayaran pembiayaan BBA dengan menggunakan sistem angsuran sesuai keinginan nasabah yang akan mengangsur dan disampaikan pada awal perjanjian serta adanya kesepakatan mengenai margin atau tambahan keuntungan yang dipungut oleh BMT.

Teknik penentuan margin keuntungan pada pembiayaan BBA di BMT  ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal yang menjadi tolak ukur penentuan margin tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Karakter nasabah

Karakter nasabah merupakan salah satu aspek yang paling diperhatikan dalam menentukan kebijakan dalam pembiayaan. Hal ini tentu juga akan berpengaruh pada penentuan margin pembiayaan yang akan dipungut dari nasabah pembiayaan murabahah dan BBA. Karena dengan penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan tersebut, BMT dapat memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya yaitu membayar angsuran atau tidak. 

2. Obyek pembiayaan

Obyek pembiayaan menjadi penentu besar kecilnya margin atau mark up, karena menyangkut dengan jenis barang yang akan dibeli oleh calon nasabah. Harga dari jenis barang yang satu dengan jenis barang yang lain tentu berbeda. Semakin tinggi harga barang yang akan dibeli oleh calon nasabah, maka akan semakin tinggi pula margin yang akan dipungut oleh pihak BMT. Jenis barang yang biasa diperjual belikan melalui  BBA oleh BMT biasanya berupa jual beli sepeda motor, jual beli mobil, jual beliataupun pembangunan rumah, jual beli kebutuhan barang dagangan, dan lain sebagainya. 

3. Lama waktu pembiayaan

Lamanya waktu pembiayaan juga sangat mempengaruhi besar kecilnya margin. Karena semakin  lama jangka waktu pembiayaan, semakin tinggi pula margin yang akan ditetapkan oleh BMT. Hal ini terjadi karena semakin lama jangka waktu pembiayaan oleh satu nasabah, resiko bagi BMT bahwa kemungkinan dana kembali sepenuhnya semakin rendah, maka BMT dalam hal ini akan mengambil kebijakan untuk memungut margin keuntungan yang lebih tinggi

4. Nilai agunan 

Agunan merupakan barang yang digunakan sebagai jaminan atas pembiayaan yang dilakukan oleh nasabah. Pengambilan agunan ini pada dasarnya diperbolehkan oleh syariah. Di dalam fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000, juga telah dijelaskan bahwa jaminan dalam murabahah itu diperbolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya atau dalam hal ini dengan pembiayaannnya. 

  Nilai agunan akan menentukan berapa besar margin yang akan diambil oleh BMT. Hal ini didapatkan dari teori tentang salah satu aspek pembiayaan yaitu barang jaminan (collateral). Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi , maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban. BMT dalam merealisasikan pembiayaan berdasarkan taksiran agunan maksimal 70% dari nilai agunan. Proses taksasi jaminan di BMT Bina Insani dilakukan oleh Kepala Bagian  Pembiayaan sesuai data yuridis jaminan berdasarkan harga yang berlaku saat itu dan didukung informasi yang dihimpun dari Rekomendator pengajuan (bila lewat Rekomendator) .

Penentuan margin keuntungan pada pembiayaan merupakan hal yang sangat penting, karena hal ini akan menjadi salah satu sumber  pendapatan bagi lembaga. Secara umum, tekhnik penentuan margin keuntungan pada lembaga-lembaga keuangan baik BMT maupun lembaga keuangan yang lain, dapat dirumuskan sebagai berikut:

           

Contoh kasus:

Tuan ahmad mengajukan pembiayaan kepada BMT Bina Insani sebesar Rp. 12.000.000,- untuk pembelian satu unit sepeda motor Honda Beat  yang akan digunakan sebagai kendaraan pribadi. Jangka waktu pembiayaan satu tahun.

Angsuran pokok = Rp. 12.000.000 = Rp. 1.000.000,-

Total Margin = Rp. 12.000.000 x 1,1% x jangka waktu = Rp. 1.584.000,-

margin perbulan = Rp. 12.000.000,- x 1,1% = Rp. 132.000,-

Total angsuran = Rp. 1.000.000,- + Rp. 132.000,- = Rp. 1.132.000,-

Keterangan :

1,1% = persentase margin untuk jangka waktu pembiayaan satu tahun. 


PENUTUP

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti: zakat, infaq, dan shodaqoh. Sedangkan Baitul Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah. Disamping itu BMT juga memiliki produk penghimpunan dana oleh BMT sendiri diperoleh melalui simpanan, seperti tabungan wadi’ah dan simpanan mudharabah.  Kemudian ada produk penyaluran dana dengan menjual kembali dana yang diperoleh dari penghimpunan dana dalam bentuk simpanan, seperti pembiayaan mdharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna dan ijarah. Dan yang terakhir terdapat produk pemberian jasa yang mana merupakan penerapan dari akad-akad syaria, seperti wakalah, kafalah, hawalah, qardh, rahn dan sharf.