Fikih Produk Penghimpunan, Penyaluran Dana, dan Jasa BMT

 fikih Produk Penghimpunan,  Penyaluran Dana, dan Jasa BMT

ABSTRACT

               BMT is an institution that supports the economic activities of small and small communities based on sharia principles, which have the aim of increasing economic activities for the welfare of the people and having businesses that are self-reliant and professionally managed. Islamic financial institutions bridge between parties who need funds and parties who have excess funds through financial products and services that are in accordance with sharia principles which have different characteristics from conventional financial institutions. Products in Islamic financial institutions can be divided into three major parts, namely: products for raising funds, channeling funds and providing services. The product of collecting funds by BMT itself is obtained through deposits, namely funds entrusted by customers to BMT to be distributed to the productive sector. Meanwhile, the product for channeling funds is the reselling of funds obtained from raising funds in the form of deposits. In addition, the product of service provision is the implementation of sharia contracts.

Keywords : BMT, compiler, distributor, services

ABSTRAK

BMT merupakan suatu lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil bawah dan kecil yang berdasarkan pada prinsip syariah, yang mempunyai tujuan meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan umat dan mempunyai usaha yang ditumbuh kembangkan dengan swadaya dan dikelola secara profesional.  Lembaga keuangan syariah menjembatani antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana melalui produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang memilki ciri yang berbeda dengan Lembaga keuangan konvensional. Produk dalam Lembaga keuangan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: Produk Penghimpunan dana, Penyaluran dana dan pemberian jasa. Produk penghimpun dana oleh BMT sendiri diperoleh melalui simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan ke sector produktif. Sedangkan produk penyaluran dana adalah menjual kembali dana yang diperoleh dari penghimpunan dana dalam bentuk simpanan. Di samping itu produk pemberian jasa merupakan penerapan dari akad-akad syariah

Kata Kunci : BMT, Penghimpun, Penyalur, Jasa

 

PENDAHULUAN

                   Saat ini semakin marak Lembaga keuangan baik bank ataupun non bank yang berbasis Syariah, salah satu Lembaga keuangan berbasis Syariah yaitu Baitul mall Wat Tamwil (BMT). Baitul Maal Wat Tamwil adalah Lembaga keuangan dengan konsep Syariah yang lahir sebagai pilihan yang menggabungkan konsep maal dan tamwil dalam satu kegiatan Lembaga. Konsep maal hadir di tengah masyarakat yang memudahkannya dalam menghimpun dan menyalurkan dana untuk zakat, infak, dan shadaqah (ZIS). Sedangkan konsep tamwil lahir untuk kegiatan bisnis produktif yang murni untuk mendapatkan keuntungan dengan sector masyarakat menengah ke bawah (mikro).

                   Kehadiran BMT menjadi jawaban atas kegelisahan masyarakat terhadap riba. Kehadiran BMT di satu sisi menjalankan misi ekonomi Syariah, dan di sisi lain mengemban tugas ekonomi kerakyatan dengan meningkatkan ekonomi mikro, itulah mengapa perkembangan BMT sangat pesat di tengah perkembangan Lembaga keuangan konvensional. BMT juga memiliki misi social. BMT memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan  Lembaga keuangan Syariah lainnya. Maka dari itu, penulis akan memaparkan terkait karakteristik dan hal lainnya yang berhubungan dengan BMT

 

PEMBAHASAN

1.      Gambaran Umum BMT (Baitul Maal wat Tamwil)

a.      Pengertian

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Secara harfiah atau lughowi baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti berari rumah usaha. Bait yang artinya rumah dan tamwil (pengembangan harta kekayaan) yang asal katanya malal atau harta. Jadi baitul tamwil dapat dimaknai sebagai tempat pengembangan usaha atau tempat pengembangan harta kekayaan.

Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti: zakat, infaq, dan shodaqoh. Sedangkan Baitul Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.

Dari definisi diatas mengandung pengertian bahwa BMT merupakan suatu lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil bawah dan kecil yang berdasarkan prinsip syariah, yang mempunyai tujuan meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan umat dan mempunyai usaha yang ditumbuh kembangkan dengan swadaya dan dikelola secara profesional. Sedangkan dari aspek Baitul Maal dikembangkan untuk kesejahteraan sosial, terutama dengan menggalakkan zakat, infaq, shodaqah, dan wakaf (ZISWA) seiring dengan penguatan kelembagaan BMT.

Dengan demikian, keberadaan BMT dapat dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, infaq, sedekah dan wakaf, serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak di bidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya bank.[1]

b.      Sejarah BMT

Dalam sejarahnya eksistensi BMT sebagai salah satu perintis lembaga keuangan dengan prinsip syariah di Indonesia dimulai dari ide para aktivis Masjid Salman Institut Teknologi Bandung yang mendirikan Koperasi Jasa Keahlian Teknosa pada tahun 1980. Koperasi inilah yang menjadi cikal bakal BMT yang berdiri tahun 1984. Lembaga keuangan semacam BMT sangat diperlukan untuk menjangkau dan mendukung para pengusaha mikro dan kecil di seluruh pelosok Indonesia yang belum dilayani oleh perbankan yang ada pada saat itu.

Pada tahun 1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) didirikan. Sejak berdirinya, dalam kegiatan operasionalnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) berpijak pada nilai-nilai syariah. Setelah BMI berdiri, muncullah bank-bank syariah yang lain. Dalam perkembangannya, operasional BMI ternyata kurang menjangkau sektor usaha masyarakat kecil dan menengah. Maka muncullah usaha untuk mengakomodir kebutuhan itu dengan mendirikan lembaga keuangan mikro seperti Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan BMT, agar hambatan operasional di daerah dapat diatasi (Sudarsono, 2012:108).

Pengembangan BMT sendiri merupakan hasil prakarsa dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK), yang merupakan badan pekerja yang dibentuk oleh Yayasan Inkubasi Usaha Kecil dan Menengah (YINBUK). YINBUK sendiri dibentuk oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (BMI) (Soemitra, 2010 : 455).

Dari sejak berdirinya, eksistensi payung hukum BMT mengalami perubahan-perubahan, hal ini dikarenakan karakteristik BMT memang khusus, berbeda dengan lembaga keuangan lain yang sejenis seperti koperasi pada umumnya. Karakteristik dari BMT yang khusus ini menimbulkan masalah tersendiri karena belum ada peraturan khusus yang mengatur sehingga banyak peraturan umum yang harus dipatuhi BMT tergantung pada bentuk badan hukum yang dipilih.

Bila dikaitkan dengan dengan badan hukum, BMT dapat didirikan dalam 3 bentuk : Pertama, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kedua, koperasi dan Ketiga, sebagai Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang berbadan hukum koperasi atau Perseroan Terbatas bila BMT berbentuk KSM dan koperasi telah berkembang dan memenuhi syarat-syarat BPR.[2]

c.       Dasar Al-Quran dan Hadits

Dasar Al-Quran dan Hadits

·         Surat Al-Baqarah ayat 275

Surat ini menjadi filosofi dasar bagi kegiatan operasional BMT dalam menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi ribawi (non-syariah), yaitu yang berbunyi :

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

·         Surat Al-Baqarah ayat 279.

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

·         Surat At-Taubah ayat 103.

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

·         Hadis Riwayat Muslim No. 2971, dalam kitab Al Masaqqah.

“Diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba. Penerima dan pemberi sama-sama bersalah.”

·         Hadis Riwayat Bukhari No. 6525.

“Telah menceritakan kepadaku Mu`ammal bin Hisyam Abu Hisyam telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami 'Auf telah menceritakan kepada kami Abu Raja' telah menceritakan kepada kami Samurah bin Jundab radliallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam seringkali mengatakan kepada para sahabatnya; "Apakah diantara kalian ada yang bermimpi?" Kata Samurah; maka ada diantara mereka yang menceritakan kisahnya. Suatu saat ketika subuh, beliau berkata: "Semalaman aku didatangi dua orang, keduanya mengajakku pergi dan berujar; 'Ayo kita berangkat! ' Aku pun berangkat bersama keduanya, … Namun kedua orang yang membawaku hanya berujar; 'Ayo kita berpindah ke tempat lain! Maka kami terus berangkat, dan kami mendatangi sebuah sungai." Dan setahuku Samurah mengatakan; 'sungai merah seperti darah-, "tak tahunya di sungai ada laki-laki yang berenang, sedang ditepi sungai ada orang yang mengumpulkan banyak bebatuan, apabila yang berenang tadi sampai ke tepian sungai, ke tempat orang yang mengumpulkan bebatuan, maka ia membuka mulutnya dan orang yang di tepi tadi memasukkan batu ke mulutnya, lantas ia berenang kemudian kembali lagi, setiap kali ia kembali ke tepi, mulutnya membuka dan orang yang di tepi menyuapinya dengan batu itu. Saya bertanya kepada dua orang yang membawaku; 'kenapa dua orang ini? ' keduanya menjawab; …Adapun laki-laki yang berenang dalam sungai dan disuapi batu besar, mereka adalah pemakan riba”.[3]

d.      Karakteristik BMT

Karakteristik BMT dari prespektif operasional atau kegiatan usahanya dapat dikelompokkan pada dua macam : pertama, yaitu sebagai baitul tamwil dan sebagai baitul maal. Sebagai baitul tamwil, jenis kegiatan BMT adalah mengembangkan kegiatan usaha produktif dan investasi dalam rangka meningkatkan kualitas ekonomi para pengusaha kecil-menengah dengan mendorong kegiatan usaha menghimpun dana dan menyalurkannya kepada para pengusaha kecil-menengah. Sementara baitul maal menghimpun titipan dana zakat, infaq, dan shadaqoh, serta menjalankannya yang sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Adapun ciri-ciri utama BMT dapat dilihat pada buku terbitan Departemen Agama tahun 1999/2000, yaitu :

·         Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi untuk anggota dan lingkungannya.

·         Bukan lembaga sosial tetapi dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infaq, sadaqah, dan wakaf bagi kesejahteraan orang banyak.

·         Ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran serta masyarakat dan sekitarnya.

·         Dimiliki secara bersama oleh masyarakat di lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik perseorangan dari luar masyarakat itu.14

Menurut Sudarsono (2012 : 108), dengan keadaan tersebut keberadaan BMT setidaknya mempunyai beberapa peran :

·         Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah.

Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang Islami, misalnya supaya ada bukti dalam transaksi, dilarang curang dalam menimbang barang, jujur terhadap konsumen dan sebagainya.

·         Melakukan pembinaan dan pendanana usaha kecil.

BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah atau masyarakat umum.

·         Melepaskan ketergantungan pada renternir.

Masyarakat yang masih tergantung renternir disebabkan renternir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dan dengan segera, maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana dan lain sebagainya.

·         Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.

Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai beersikap, oleh karena itu langkah-langkah yang melakukan evaluasi dalam rangka pemetaan skala prioritas yang harus diperhatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT harus memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan jenis pembiayaan.

Dengan demikian maka eksistensi BMT tidak bisa dilepaskan dari prinsip-prinsip syari’ah, nilai-nilai ini menjadi pondasi utama BMT dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. Oleh karena itu eksistensi BMT harus berlandaskan pada tiga asas fundamental ajaran Islam, yaitu ketauhidan (keesaan Tuhan), khilafah (perwakilan) dan adalah (keadilan).[4]

e.       Prinsip BMT

Baitul maal wat tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang mempunyai kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, Baitul maal wat tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infaq, dan sedekah serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya. BMT dalam melaksanakan usahanya di dalam praktek kehidupan nyata mengedepankan nilai-nilai spiritual, kebersamaan, mandiri, konsisten. Maka BMT berpegang teguh pada prinsip-prinsip sebagai berikut:[5]

·         Keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT. Dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dan muamalah islam ke dalam kehidupan nyata.

·         Keterpaduan (kaffah) dimana nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakkan etika dan moral yang dinamis, proaktif, progresif, adil, dan berakhlak mulia.

·         Kekeluargaan (kooperatif).

·         Kebersamaan.

·         Kemandirian.

·         Profesionalisme dan

·         Istiqomah yaitu konsisten, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maju ke tahap berikutnya, dan hanya kepada Allah berharap.

 

 

 

2.      Produk Penghimpunan Dana BMT ( Baitul Maal wat Tamwil )

a.      Pengertian

Produk penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan untuk mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposan dengan pihak kreditur. Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito.

Penghimpunan dana ole BMT sendiri diperoleh melalui simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan ke sector produktif dalam bentuk tabungan wadi’ah dan simpanan mudharabah jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan  utama masyarakat menyimpan uangnya biasanya adalah untuk keamanan uangnya, kemudian untuk melakukan investasi  dengan harapan memperoleh keuntungan ( bagi hasil ) dari hasil simpannanya. Selain itu juga untuk memudahkan melakukan transaksi pembayaran.[6]

b.      Produk Penghimpunan Dana

Produk Pemnghimpunan Dana yang ada di Baitul Maal wa Tamwil sendiri pada umumnya berupa simpanan atau tabungan. Yang terbagi menjadi dua jenis yaitu :

1)      Prinsip Wadiah

Simpanan wadi’ah adalah simpanan dari pihak yang memiliki dana kepada pihak yang menyimpan, yang mana harus dijaga dan dikembalikan kepada pihak yang memiliki dana. Simpanan atau tabungan yang berakad wadi’ah sendiri terbagi menjadi dua yaitu :

a.     Wadia’h al – amanah, dan

b.    Wadi’ah yad-dhamanah[7]

Prinsip yang diterapkan  di BMT sendiri adalah wadi’ah- yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadiah yad dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Karean dalam wadi’ah amanah pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh orang yang dititipi. Sedangkan dalam hal wadi’ah yad dhamanah, pihak yang dititipi (BMT) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.

2)      Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip Mudharabah, penyimpan bertindak sebagai shahibul maal ( pemilik modal ) dan Bank/BMT sebagai mudharib ( pengelola ). Dana tersebut dapat digunakan BMT untuk melakukan murabahah atau ijarah. Dana tersebut dapat pula digunakan BMT untuk melakukan mudharabah kedua. Dimana hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisab yang disepakati. Dalam hal ini BMT menggunakannya untuk melakukan mudharabah kedua, maka BMT bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.

Dalam prinsip mudharabah yang melakukan perhitungan distribusi hasil usaha adalah mudharib ( pengelola dana ). Karena salah satu karakteristik prinsip mudharabah adalah pekerjaan sepenuhnya diserahkan kepada mudharib ( pengelola dana ) dan pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan dana mudharabah. Sehingga yang mengetahui hasil usaha adalah mudharib.

Prinsip mudharabah ini sendiri di aplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka. Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpanan dana, prinsip  mudharabah sendiri terbagi menjadi dua yaitu :[8]

a.         Mudharabah Mutlaqah

Yaitu pemilik dana memberikan kebebasan kepada kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.

Dari penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk berupa tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu tabungan mudharabah ( tabungan yang dapat diambil setiap saat oleh penabung  sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati ) dan deposito mudharabah ( deposito yang hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati ).

b.        Mudharabah Muqayyadah

Yaitu pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana kepada pengelola dana mengenai jenis usaha, tempat, waktu dll.[9]

c.       Konsep Bagi Hasil Dalam Produk Penghimpunan Dana

a.      Konsep Bagi Hasil

Bagi hasil adalah pembagian atas hasil usaha yang telah dilakukan oleh pihak – pihak nasabah dan pihak lembaga keuangan syariah. Dalam hal ini terdapat dua pihak yang melakukan perjanjian usaha, maka hasil atas usaha yang dilakukan oleh kedua pihak  atau salah satu pihak akan dibagi sesuai dengan porsi masing-masing pihak yang melakukan akad perjanjian yang akan ditetapkan dengan penggunaan nisab.

 

 

 

b.      Meode Bagi Hasil

1.      Revenue Sharing yaitu bagi hasil yang akan didistribusikan dihitung dari total pendapatan bank sebelum dikurangi dengan biaya-biaya bank.

2.      Profit sharing adalah bagi hasil yang dihittung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengolahan dana taau pendapatan netto.

 

d.      Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Pembagian hasil usaha dapat diaplikasikan dengan model bagi hasil. Bagi hasil yang diterima atas hasil usaha, akan memberikan keuntungan bagi pemilik modal yang menempatkan dannaya dlam kerja sama usaha. Bunga juga memberikan keuntungan kepada pihak pemilik dana atau investor. Namun keuntungan yang diperoleh pemilik dana atas bunga tentunya berbeda dengan keuntungan yang diperoleh dari bagi hasil. Keuntungan yang siperoleh dari bunga sifatnya tetap tanpa memperhatikan hasil usaha pihak yang dibiayai, sebaliknya keuntungan yang berasal dari bagi hasil  akan berubah mengikuti hasil usaha pihak investor dan pihak penerima dana akan menikmati keuntungan dengan pembagian yang adil.

e.       Faktor yang mempengaruhi Bagi hasil di bank syariah

Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal dua pihak, dengan tujuan utama yaitu untuk memperoleh hasil investasi. Besar kecilnya hasil investasi dipengaruhi oleh banyak factor. Yaitu factor langsung dan factor tidak langsung.[10]

 

 

 

3.      Produk Penyaluran Dana BMT ( Baitul Maal wat Tamwil )

Penyaluran dana adalah menjual kembali dana yang diperoleh dari penghimpunan dana dalam bentuk simpanan.[11] Dalam penyaluran dana inipihak bank harus memiliki strategi yang mumpuni untuk menyalurkan dananya ke masyarakat melalui alokasi strategis sehingga keuntungan yang didapat bisa dimaksimalkan. Tujuan bank dari pengalokasian dana ini adalah untu mendapatkan keuntungan yang maksimal. Dalam pengalokasian tersebut pihak bank membaginya ke dalam persentase tertentu sesuai dengan kondisi yang terjadi di dalam perekonomian pada saat sekarang. Misalnya untuk bidang pertanian diberikkan 20% sedangkan untuk bidang industry diberikan 40%.

Produk-produk penyaluran dana BMT yaitu:

1.         Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata adhdharby fl ardhi  yaitu bepergian untuk urusan dagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqardhu yang berarti potongan, karena pemilik memotong Sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh keuntungan.[12] Akad mudharabah ialah investasi yang didasarkan pada kepercayaan. Kepercayaan menjadi sangat penting dalam akad ini yaitu kepercayaan dari pemilik modal kepada pengelola modal.

Dengan kata lain, akad mudharabah adalah akad kerja sama anatar dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam manajemen BMT. [13] Dalam mudharabah, pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu bagiannya karen adapat dipersamakan dengan riba yaitu meminta kelebihan atau imabalan tanpa ada factor penyeimbang (iwad) yang diperbolehkan Syariah. Dalam mudharabah, pembagian keuntungan harus dalam bentuk presentase atau nisbah. Misalnya 70:30. 70% untuk pengelola dana, dan 30 untuk pemilik dana. Sehingga besarnya keuntungan yang diterima tergantung pada laba yang dihasilkan.

Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak boleh ada jaminan atas modal, namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dar pengelola dana atau pihak ketiga. [14] Tentunya jaminan tersebut hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama akad. Jenis-jenis akad mudharabah yaitu:

a.       Mudharabah muthlaqah

Mudharabah mthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memeberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.[15] Kebebasan yang dimaksud bukanlah yang tanpa batas sama sekali. Modal yang ditanamkan tetap tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek yang dilarang oleh aturan Islam, seperti spekuali, jual beli obat terlarang, peternakan babi. Ataupun yang berkaitan dengan riba.

Dalam mudharabah ini, pengelola dana memiliki kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan tujuan mudharabah itu. Namun jika terbukti melakukan kelalaian, maa pengrlola dana harus bertanggung jawab atas Tindakan kelalaiannya atau kecurangannya.

 

b.      Mudharabah muqayyadah

Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan Batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan/atau objek investasi atau sector usaha.[16]

c.       Mudharabah musytarakah

Mudharabah musytarakah adalah aad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut. Mudharabah jenis ini merupakan perpaduaan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.

Dasar hukum akad mudharabah ialah:

a.       Al-Qur’an

apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS. 62:10)

b.      As-sunah

Dari Shahih bin Suaib r.a bahwa Rasullulaah SAW bersabda, “tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradah (mudharabah), dan mencampuradukkan gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga buan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah).

Rukun dan Ketentuan Syariah Mudharabah yaitu:

a.    Pelaku, terdiri atas: pemilik dana dan pengelola dana

1)        Pelaku harus caap huum dan baligh

2)        Dapat dilakukan sesame muslim atau non muslim

3)        Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh mengawasi .

b.    Objek mudharabah, berupa: modal da kerja

1)        Modal

a)         Modal yang diserahkan dapat berupa uang atau asset lainnya

b)        Modal harus tunai tidak utang

c)         Modal harus diketahui dan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari keuntungan

d)        Pengelola dana tidak diperkenankan untuk meminjamkan modal kepada orang lain

2)        Kerja

a)         Kontribusi pengelola dana dapat berupa keahlian, keterampilan, selling skill, management.

b)        Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik dana

c)         Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai Syariah.

d)        Pengelola dana harus mematuhi semua aturan sesuai kontrak.

c.    Ijab Kabul/serah terima

Ialah pernyataan dan ekspresi saling rida diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespodensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

d.   Nisbah keuntungan

Ialah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan, mencerminan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabha atas keuntungan yang diperoleh.

Penyaluran BMT dengan pembiayaan mudharabah ialah BMT bertindak sebagai sahabul maal (pemilik modal) penuhdari usaha tersebut, dan anggota sebagai pelaksana usaha yang bermodalkan keahlian atau tenaga. Pendapatan dari pembiayaan mudharabah adalah dalam bentuk bagi hasil dari pendapatan kotor sesuai nisbah yang telah disepakati. Apabila terjadi sesuatu yang tida diinginkan, maka akan diberlakukan kebijakan khusus.

2.         Pembiayaan Musyarakah

PSAK no. 106  mendefinisikan musyarakah sebagai kad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu dan ausaha tertentu, dimana masing-masing piha memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dibagi berdasaran kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.[17] Jenis-jenis akad musyarakah:

a.    Syirkah Al-Milk

Syirkah ini mengandung arti kepemilikan bersama yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama atas sesuatu kekayaan atau asset.[18] Untuk tetap menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan menyangkut harta bersama harus mendapat persetujuan semua mitra. Dengan kata lain, seorang mitra tidak dapat bertindak dalam penggunaan harta bersama kecuali atas izin mitra yang bersangkutan.

b.    Syirkah al-‘uqud

Yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu.[19] Syirkah al ‘uqud terdiri dari:

1)      Syirkah abdan

Adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekrja atau professional di mana merea sepakat untuk bekerja sama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagai penghasilan yang diterima.[20] Para mitra mengkontribusikan keahlian dan tenaganya untuk mengelola bisnis tanpa menyetorkan modal, hasil atau upah dari pekerjaan tersebut dibagi sesuai kesepakatan merea. Contohnya ialah kerja sama antara para akuntan, dokter, ahli hukum, tukang jahit, tukang bangunan, dan lainnya.

2)      Syirkah wujuh

Ialah kerja sama antara dua pihak di mana masing-maisng pihak tidak menyetorkan moal sama sekali. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Masing-masing mita menyumbangkan nama baik, reputasi, tanpa menyetorkan modal.

3)      Syirkah ‘inan

Adalah bentuk kerja sama dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam hal modal maupun pekerjaan. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi pada mitra sesuai kesepakatan sedangkan kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.

4)      Syirkah mufawwaddah

Adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam hal mofal, pekerjaan, agama, keuntungan, maupun resiko kerugian. Konsekuensinya, setiap mitra sepenuhnya bertanggung jawab atas Tindakan-tindakan hukum dan komitmen-komitmen dari para mitra lainnya dalam segala haal yang menyangkut kemitraan ini.

 

 

Rukun dan ketentuan Syariah dalam akad musyarakah:

1.             Pelaku terdiri atas para mitra

Para mitra harus cakap huum dan baligh.

2.             Objek musyarakah berupa modal dan kerja

a)            Modal

1)        Modal yang diberikan harus tunai

2)        Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, perak, asset perdagangan, atau asset tidak berwujud lain seperti lisensi, hak paten, dan sebagainya.

3)        Apabila  modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainya terlebih dahulu dan harus disepakati bersama.

4)        Modal yang diserahkan oleh mitra harus dicampur

5)        Dalam kondisi normal, setiap mitra memiliki hak untuk mengelola asset kemitraan

6)        Mitra tidak boleh meminjam uang atas nama usaha musyarakah.

7)        Seorang mitra tida boleh untuk mencairkan modal atau menginvestasikan modal untuk kepentingan sendiri.

b)           Kerja

1)        Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah.

2)        Tidak dibenarkan bila asalah seorang mitra menyatakan tidak ikut serta menangani pekerjaan dalam kemitraan tersebut.

3)        Setiap mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya.

3.             Ijab Kabul/serah terima

4.             Nisbah keuntungan

1)                      Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para mitra di awal akad sehingga resiko perselisihan diantara mitra dapat dihilangkan.

2)                      Perubahan nisabh harta harus berdasarkan kesepaatan kedua belah pihak.

3)                      Keuntungan harus diualifikasikan dan ditentukan dasar perhitungan keuntungan tersebut, misalnya bagi hasil atau bagi laba.

 

Sumber hukum akad musyarakah adalah:

a)             Al-Qur’an

“Maka mereka berserikat pada sepertiga” (QS. 4:12)

 

b)             As-Sunnah

Hadits Qudsi: “ Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, sepanjang salah seorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya. Apabila seseorang berkhianat terhadap lainnya maka Aku keluar dari keduanya” (HR. Abu Dawud dan Al Hakim dari Abu Hurairah).

 

3.         Pembiayaan Murabahah

Secara Bahasa, murabahah berasal dari kata ar-ribhu yang berarti tumbuh dan berkembang, atau murabahah juga berarti Al-Irbaah, karena salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada lainnya.[21] Murabahah adalah transaksi penjualan dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Jenis akad murabahah yaitu:

 

 

 

a.         Murabahah dengan pesanan

Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya.

b.        Murabahah tanpa pesanan

Murabahah tanpa pesanan ialah murabahah yang bersifat tidak mengikat.

Sumber Hukum Akad Murabahah

1)        Al-Qur’an

” Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antarmu.” (QS.4:29).

2)        As-Sunah

Rasulullah SAW bersabda “ Ada tiga hal yang mengandung keberuntungan:jual beli secara Tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual.” (HR.Ibnu Majah dari Shuhaib).

Rukun dan ketentuan akad murabahah

1)        Pelaku

Pelaku harus cakap hukum dan baligh.

2)        Objek jual beli:

a.     Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal.

b.    Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai.

c.     Barang tersebut dimiliki oleh penjual.

d.    Barang tersebut harus diketahui secara spesifik

e.     Harga barang harus jelas

f.     Barang yang diakadkan ada di tangan penjual

3)        Ijab Kabul

Murabahah dalam BMT, pembiayaan dalam bentuk jual beli barang antara anggota selaku pembeli dan BMT selaku pemilik barang. Pendapatan atau margin sesuai dengan kesepakatan.

 

4.         Pembiayaan Salam

PSAK 103 mendefinisikan salam sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam ilaih) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.[22] Jenis akad salam:

1)        Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada Ketika transaksi dilaukan, pembeli melakukan pembayaran di muka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.

2)        Salam paralel, artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pemesan pembeli dan penjual serta antara penjual dengan pemasok atau pihak etiga lainnya.[23]

Sumber hukum akad salam:

1)            Al-Qur’an

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menuliskannya dengan benar…” (QS. 2:282)

2)            Al-Hadist

“Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui”(HR. Bukhari Muslim)

Rukun dan ketentuan akad salam:

1)             Pelaku adalah caap hukum dan baligh

2)             Objek akad

a)        Modal

1.       Modal salam harus diketahui jumlah dan jenisnya

2.       Modal salam berbentuk uang tunai.

3.       Modal salam diserahkan Ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau merupakan pelunasan utang.

b)        Barang salam

1.       Barang tersebut harus dibedakan mempunyai spesifikasi dan karakteristik yang jelas seperti kualitas, jenis, ukuran, dan lain sebagainya.

2.       Barang tersebut dapat ditakar

3.       Waktu penyerahan barang harus jelas

4.       Barang tidak harus ada di tangan penjual, tetapi harus ada pada saat waktu yang telah ditentukan

5.       Apabila barang yang dikirim cacat atau rusak, maka boleh dilakukan khiar atau memilih untuk menerima atau menolak.

6.       Apanila tenpat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah.

7.       Penjualan Kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak boleh secara Syariah.

3)             Ijab Kabul

Ialah pernyataan saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

 

 

 

5.         Istishna

Akad istishna dalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang telah disepakati antara pemesan dan penjual.[24] Jenis akad istishna:

1)             Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kritera dan peryaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual.

2)             Istishan’ paralel adalah suatu bentuk akad istishna’ antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishana’ dengan pihak lain yang dapat memenuhi asset yang dipesan pemesan.

Dasar hukum akad istishna’

Amr bin ‘Auf berkata:

“ Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram: dan kaum muslimin terkait dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi)

Rukun dan ketentuan Akad Istishna

1)             Pelaku adalah yang caap hukum dan baligh

2)             Objek akad

a.    Ketentuan tentang pembayaran:

1.           Alat bayar harus dietahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat, demikian pula dengan cra pembayarannya.

2.           Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah.

3.           Pembayaran dilakukan sesuai esepakatan

4.           Pembayaran tidak boleh berupa pembebasab utang

 

b.    Ketentuan tentang barang:

1.           Barang yang dipesan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, mutu)

2.           Barang pesanan diserahkan kemudian

3.           Waktu dan penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan

4.           Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.

5.           Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

6.           Dalam hal jika barang cacat, pmesan memilki hak khiyar.

7.           Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai kesepakatan, hukumnya mengikat, tidak boleh dibatalan sehingga penjual tidak dirugikan karena ia telah menjalankan kewajibannya sesuai kesepakatan.

3)             Ijab Kabul

Ialah pernyataan saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Berakhirnya akad istishna’:

1)        Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak.

2)        Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak.

3)        Pembatalan hukum kontrak.

 

6.         Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat atau suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.[25] Jenis akad ijarah, berdasarkan objek yang disewakan, ijarah dibagi menjadi:

1)   Manfaat atas asset yang tidak bergerak seperti rumah atau asset bergerak seperti mobil, motor, pakaian, dan sebagainya.

2)   Manfaat atas jasa berasal dari hasil karya atau pekerjaan seseorang.

Sumber Hukum akad ijarah:

1)        Al-Qur’an

“Dan jika Kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak dosa bagimu  apabila kamu memberian pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. 2:223)

2)        As-Sunah

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Bahwa Rasulullah SAW bersabda: “ Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang kebun itu” (HR. Riwayat Bukhari dan Muslim)

Rukun dan ketentuan Syariah ijarah

1)        Pelaku, yang terdiri atas pemberi sewa dan penyewa haruslah yang cakap hukum dan baligh.

2)        Objek akad ijarah:

a.         Manfaat asset atau jasa

1.    Harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.

2.    Harus yang bersifat dibolehkan secara Syariah.

3.    Dapat dialihkan secara Syariah.

b.         Sewa atau upah:

1.    Harus jelas besarnya dan diketahui oleh para pihak yang berakad.

2.    Boleh dibayarkan dalam bentuk jasa dari jenis yang serupa dengan objek akad.

3.    Bersifat fleksibel

 

3)        Ijab Kabul

Ialah pernyataan saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

7.         Ijarah Muntahiya Bi Tamlik

Ijarah muntahiya bi tamlik ialah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan kepemilikan objek sewa.[26] Ketentuan ijarah muntahiya bi tamlik:

1)        Pihak yang melakukan Ijarah Muntahiya bi Tamlik harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan epemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah berakhirnya akad ijarah.

2)        Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad jarrah adalah wa’ad yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan maka harus ada aad pemindahan kepemilikan yang dilaukan setelah berakhirnya akad ijarah.

Bagi anggota yang akan melakukan pembiayaan penyaluran dana BMT berikut adalah syarat-syaratnya:

1)             Aplikasi permohonan

2)             Fotocopy KTP Istri/Suami, bagi yang belum menikah bisa dengan fotocopy KTP orang tua, 2 lembar.

3)             Fotocopy Kartu Keluarga.

4)             Fotocopy agunan.

 

4.      Produk Jasa BMT

Di samping produk pembiayaan, BMT syariah juga mempunyai produk-produk jasa atau pelayanan. Produk ini juga merupakan penerapan dari akad-akad syariah. Produk jasa yang lazim diterapkan BMT syariah diantaranya adalah (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003) :

a.      Wakalah

Wakalah berarti pelimpahan kekuasan dari satu pihak ke pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003 : 66). Prinsip perwakilan diterapkan dalam BMT syariah dimana BMT bertindak sebagai wakil dan nasabah sebagai pemberi wakil (muwakil).(M. Syafi’i Antonio, 1999:252). Prinsip ini diterapkan untuk pengiriman uang atau transfer, penagihan (collection/inkasso), dan letter of credit (L/C). Sebagai imbalan, BMT mengenakan fee atau biaya atas jasanya terhadap nasabah.

b.      Kafalah

Kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin (M. Syafi’i Antonio, 1999:231). Dalam pengertian lain, kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.

Prinsip penjaminan yang diterapkan oleh BMT syariah di mana BMT bertindak sebagai penjamin sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin. Seperti halnya dalam wakalah, untuk jasa al kafalah BMT syariah pun mendapat bayaran dari nasabahnya.

c.       Hawalah

Hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya (M. Syafi’i Antonio, 1999:201).

Prinsip ini diterapkan oleh BMT syariah di mana BMT bertindak sebagai penerima pengalihan piutang dan nasabah bertindak sebagai pengalih piutang. Untuk jasa ini BMT syariah mendapatkan upah pengalihan dari nasabah. Aplikasi dalam BMT untuk jasa ini adalah factoring atau anjak piutang, post-date check, bill discounting.

d.      Rahn

Rahn adalah menahan harta milik si peminjam sebagi jaminan atas pinjama yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis (M. Syafi’i Antonio, 1999:213 ).

Dalam jasa ini pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai.

e.       Qardh

Qardh adalah pinjamam yang diberikan kepada nasabah yang memerlukan. Nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2003 : 111).

Penerapannya produk ini adalah :

1.    Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamkannya itu

2.    Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya tersimpan dalam bentuk deposito.

3.    Sebagai produk untuk menyumbang usaha sangat kecil atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu qardhu hasan.

4.    Pemberian pinjaman untuk kebutuhan mendesak dan bukan bersifat konsumtif. Pengembalian pinjaman sesuai dengan jumlah yang ditentukan dengan cara angsur atau tunai. Contohnya untuk biaya rumah sakit, biaya pendidikan, biaya tenaga kerja.

f.       Sharf

Sharf adalah transaksi pertukaran antara emas dan perak atau pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau dengan mata uang asing lainnya

PENUTUP

                   Baitul Maal wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti: zakat, infaq, dan shodaqoh. Sedangkan Baitul Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah. Disamping itu BMT juga memiliki produk penghimpunan dana oleh BMT sendiri diperoleh melalui simpanan, seperti tabungan wadi’ah dan simpanan mudharabah.  Kemudian ada produk penyaluran dana dengan menjual kembali dana yang diperoleh dari penghimpunan dana dalam bentuk simpanan, seperti pembiayaan mdharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna dan ijarah. Dan yang terakhir terdapat produk pemberian jasa yang mana merupakan penerapan dari akad-akad syaria, seperti wakalah, kafalah, hawalah, qardh, rahn dan sharf.



[1] Siswandi , Lembaga keuangan syari’ah non bank BMT ( Baitul Maal Wat Tamwil ) tawaran bebas aqad yang dilarang dalam syriah islam, Vol. VI, No. 2, 2015. hlm. 88-89  ( diakses pada  3 Oktober 2020)

[2] Fashihuddin Arafat, Eksistensi BMT sebagai Baitul Maal Wat Tamwil dan Problematika Hukumnya, Vol. 10, No. 1, 2020. hlm. 92-93 (diakses 3 Oktober 2020)

[3] Ibid., hlm. 94-96

[4] Ibid., hlm. 93-94

[5] Siswandi, Op.cit. hlm. 90

[6] Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2010. Hal 107

[7]Siswandi , Lembaga keuangan syari’ah non bank BMT ( Baitul Maal Wat Tamwil ) tawaran bebas aqad yang dilarang dalam syriah islam, 2015 hal 10

[8] Wiroso, SE,MBA.Penghimpunan Dana Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah ( jkaarta : PT Grasindo, anggota Ikapi. 2005 ) hal 109

[9]  Siswandi , Lembaga keuangan syari’ah non bank BMT ( Baitul Maal Wat Tamwil ) tawaran bebas aqad yang dilarang dalam syriah islam, 2015 hal 10-11

[10] Gadjah Mada University Press, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta : Gadjah mada University Press, 2009. Hal 95

[11] Puput Ristina,Tika Widiastuti, 2019, Peran Penyaluran Dana Pihak Ketiga BMT Muda Jatim Pada Peningkatan Kesejahteraan Pelaku UMKM Perspektif Maqashid Syariah, Vol. 6, No. 1, https://e-journa.unair.ac.i/JESTT/article/download/17502/Puput%20Arista, Diakses tanggal 30 September 2020.

[12] Sri Nurhayati, Wasilah., Akuntansi Syariah Di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2016), hlm128.

[13] Puput Ristiana, Tika Widiastuti., loc.cit.

[14] Sri Nurhatai, Wasilah, Op.cit. hlm. 129

[15] Ibid., hlm. 130

[16] Ibid., hlm 131

[17] Ibid., hlm. 150

[18] Ibid., hlm. 151

[19] Ibid., hlm.153

[20] Ibid.,hlm.153

[21] Puput Ristiana, Tika Widiastuti., Op.cit., hlm. 2205

[22]Sri Nurhayati,  Wasilah., Op.cit., hlm.200

[23] Ibid., hlm 202

[24] Ibid., hlm. 2016

[25] Ibid., hlm 234

[26] Puput Ristiana, Tika Widiastuti., loct.cit., hlm.2205