Analisis Proses Pembayaran Denda Keterlambatan Pelunasan Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syariah Indonesia (BSI)

 MINI RISET

(PEMBAYARAN DENDA KETERLAMBATAN PELUNASAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DENGAN AKAD QARDH WAL IJARAH DI BANK BANK SYARIAH INDONESIA (BSI) CABANG DEMAK)

 

A.      Analisis Proses Pembayaran Denda Keterlambatan Pelunasan Pembiayaan Talangan Haji dengan Akad Qardh Wal Ijarah di Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak

Di Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak terdapat produk pembiayaan yang diperuntukkan untuk mempermudah menunaikan ibadah haji yaitu produk dana talangan haji. Produk dana talangan haji adalah pembiayaan dengan menggunakan akad qardh wal ijarah yang diberikan kepada nasabah calon haji dalam rangka untuk mempermudah memperoleh nomor porsi haji.

Opini dari Dewan Pengurus Syariah (DPS) mengenai  dana talangan haji yaitu : “Pada prinsipnya kewajiban ibadah haji hanya dibebankan kepada orang yang mampu, sehingga tidak diperkenankan berhaji dengan cara berhutang apabila tidak sanggup membayar, tetapi apabila ia mampu untuk melunasi hutangnya maka diperkenankan berhaji dengan cara berhutang”.

Dana talangan haji yang dilakukan oleh Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak untuk menolong calon jamaah untuk mempercepat mendapatkan porsi haji. Untuk jangka panjang, calon jamaah akan memiliki dana cukup untuk membayar keseluruhan BPIH, tetapi pada saat ini belum. Konsep “menolong” inilah yang digunakan untuk menggunakan dana kebajikan guna memberi Dana  Talangan Haji. Dalam praktek, Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak tidak memiliki dana kebijakan yang cukup banyak untuk mendanai semua permintaan talangan dari jamaah. Konsekuensi logis dari banyaknya permintaan adalah menggunakan dana pihak ketiga yang dikumpulkan Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak. Dana pihak ketiga ini pada umumnya adalah dana simpanan atau deposito yang didapat dengan akad murabahah, sehingga manajemen  secara langsung atau tidak langsung berkewajiban untuk memutarnya agar mampu memberikan bagi hasil bagi  nasabahnya. Bila dana yang dikumpulkan tersebut digunakan untuk mendanai talangan haji, maka tidak akan memberikan hasil sama sekali, bahkan harus menanggung kemungkinan rugi.

Hukum dana talangan haji ini menimbulkan pro dan kontra saat dana talangan haji berkembang di masyarakat. Sebagian ulama menyatakan dana talangan haji diperbolehkan karena sesuai dengan syariat Islam, ada pula yang tidak memperbolehkan karena memakai dua akad sehingga tidak diperbolehkan. Sehingga dampak langsung yang muncul adalah masyarakat bingung apakah dana talangan haji ini halal atau tidak. Bagi masyarakat yang belum memiliki biaya haji secara utuh, dana talangan haji membantu sekali dan mereka  dapat mengangsur setiap bulannya. Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa dana talangan haji itu adalah haram karena dikenakan biaya denda setiap tahunnya, mereka menganggap biaya tersebut adalah tambahan atau riba.

Mengacu dari penjelasan diatas, penerapan akad qardh sangat cocok diterapkan pada produk pinjaman. Akad qardh yang diterapkan pada produk dana talangan haji yaitu berupa pinjaman dana dari pihak Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak kepada nasabah. Pinjaman tersebut berupa dana talangan haji, namun Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak hanya bisa memberikan talangan haji sebesar Rp 22.500.000,00. Untuk mendapatkan nomor porsi haji, nasabah harus mempunyai saldo direkeningnya sebesar Rp 25.000.000,00. Karena dari pihak Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak hanya bisa memberikan dana talangan sebesar Rp 22.500.000,00, maka kekurangannya ditanggung nasabah sendiri hingga terpenuhi sampai Rp 25.000.000,00. Pinjaman dana tersebut digunakan untuk pendaftaran haji melalui on line dengan SISKOHAT dan mendapatkan nomor porsi haji.

Akad ijarah pada Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak adalah  akad yang digunakan oleh bank sebagai kompensasi dana yang telah disepakati untuk diberikan kepada pihak bank karena jasanya telah mengurus pembiayaan yang telah diajukan oleh nasabah dan sebagai biaya atas perawatan rumah yang telah menjadi objek KPRS serta pada akhir masa perjanjian bank berjanji akan memberikan hak penuh kepada nasabah untuk memiliki rumah tersebut.

Dalam hal ini pelaksanaan akad Ijarah jika dilihat dari segi pengertian kurang sesuai karena akad Ijarah adalah akad sewa menyewa yang mana pihak yang menyewa barang hanya mengambil manfaat dari barang yang disewa dari pemilik barang dan tidak ada perpindahan kepemilikan. Aplikasi akad ijarah juga cocok diterapkan pada produk pembiayaan/pinjaman. Akad ijarah yang diterapkan pada produk dana talangan haji di Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak yaitu berupa upah sewa sistem IT Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak yang tersambung (on line) dengan SISKOHAT yang digunakan untuk melakukan transaksi pendaftaran nasabah calon haji. Pendaftaran melalui SISKOHAT dilakukan setelah saldo nasabah mencapai Rp 25.000.000,00 dan biaya sewa sistem IT tersebut dibebankan kepada nasabah. Jadi dalam produk dana talangan haji di Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak menggunakan perpaduan akad qardh dengan ijarah, yaitu pinjaman atau talangan dana dari pihak Bank untuk bisa mendaftar haji dengan biaya ujrah/sewa yang dibebankan kepada nasabah berupa upah sewa sistem IT yang dimiliki Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak.

Pada dasarnya, hukum penggunaan dana talangan haji adalah boleh, melihat dampak positifnya yang ditimbulkan  produk tersebut. Namun, dalam perkembangannya, penggunaan dana talangan haji tersebut rawan menimbulkan terjadinya praktek yang dilarang (riba) dan juga menimbulkan dampak negatif yang lebih besar. Sehingga Menteri Agama yang memiliki hak untuk membuat kebijakan merasa perlu untuk melarang penggunaan dana talangan haji tersebut sebelum muncul dampak negatif lain yang lebih besar. Pelarangan oleh Kemenag RI, dari aspek hukum positif, meskipun belum ada undang-undang atau peraturan pemerintah yang resmi dikeluarkan, namun pernyataan Menteri Agama tersebut dapat dijadikan dasar hukum sementara pelarangan dana talangan haji. Salah satu sumber hukum formal selain undang-undang adalah doktrin hukum, yaitu pendapat para ahli hukum berkenaan suatu masalah tertentu. Masyarakat harus memahami bahwa meskipun ibadah haji hukumnya wajib, jika melakukan kewajiban ini bertentangan dengan hukum lain karena penggunaan dana talangan haji yang dilarang, maka dahulukan mengambil hukum yang melarang. Pelarangan ini bersifat kondisional, karena jika dampak negatif dari penggunaan dana talangan haji dapat dihindari, maka bukan tidak mungkin produk dana talangan haji akan kembali diperbolehkan.

Sesuai ketentuan dari Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 yang berbunyi :

1.      Dalam pengurusan haji bagi LKS, dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-ijarah sesuai Fatwa DSNMUI No. 9/DSN-MUI/IV/2000.

2.      Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al- Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001.

3.      Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.

4.      Besar imbalan jasa al-ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.

Adapun langkah-langkah pendaftaran haji dengan menggunakan dana talangan haji di BSM sebagai berikut:

1.      Nasabah calon haji pergi ke BSM untuk mengajukan permohonan dana talangan haji dengan mengisi form pendaftaran

2.      Melakukan proses akad yang disepakati bersama antara pihak Bank dengan nasabah

3.      Setelah saldo di rekening mencapai Rp 25.500.000 calon haji dapat ke Kementerian Agama untuk meminta no SPPH

4.      SPPH dari Kementerian Agama dibawa kembali ke Bank dan didaftarkan melalui SISKOHAT untuk mendapatkan  porsi haji Hasil inputan SPPH berupa BPIH

5.      BPIH tersebut dikembalikan lagi ke Kementerian Agama untuk daftar ulang oleh Bank (khusus wilayah Semarang)

6.      Kemudian menunggu pengumuman pelunasan ONH dari Kementerian Agama

Dalam pelaksanaannya, pelunasan talangan haji bukan menggunakan angsuran melainkan dengan cara menabung. Untuk menabung nasabah bisa menggunakan tabungan TSM atau tabungan mabrur dengan mendebet dari saldo rekening tabungan mabrur. Hal ini yang membedakan produk dana talangan haji dengan produk pembiayaan lainnya. Pada produk pembiayaan lain, nasabah diharuskan mengembalikan pinjaman beserta tambahan margin yang telah ditentukan oleh Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak. Sedangkan pada produk dana talangan haji, nasabah hanya mengembalikan dana sebesar pinjamannya tanpa ada tambahan margin melainkan hanya dibebankan biaya ujrah saja.

Untuk jangka waktu pelunasan dana talangan haji, Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak memberikan kelonggaran waktu maksimal sampai 3 tahun. Apabila tahun pertama nasabah belum bisa melunasi, maka nasabah akan mengajukan permohonan perpanjangan waktu untuk tahun kedua dan seterusnya sampai tahun ketiga. Dalam perpanjangan waktu pelunasan tersebut, nasabah dibebani biaya ujrah dan denda.

Mengacu dari penjelasan diatas, setelah sudah mendapat porsi haji nasabah tinggal menunggu pengumuman pemberangkatan dan melunasi dana talangan yang diberikan pihak Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak. Namun dalam kenyataan di lapangan, banyak hambatan yang terjadi dalam proses pelunasan. Hambatan yang sering terjadi dalam proses pelunasan seperti nasabah tidak mampu melunasi dana talangan dan pembatalan karena meninggal dunia. Hal tersebut bisa saja terjadi sehingga bank harus mempunyai kebijakan untuk memberikan solusi bagi nasabah.

Apabila terjadi pembatalan haji dikarenakan nasabah tidak mampu melunasi sampai batas akhir jangka waktu (1 tahun), dari pihak Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak mempunyai tindakan dan kebijakan-kebijakan sendiri untuk menyelesaikan. Hal yang dilakukan BSM yaitu:

  1. Menagih ke nasabah yang bersangkutan
  2. Apabila sudah ditagih akan tetapi kondisi nasabah tersebut benar-benar tidak bisa melunasi, maka dengan terpaksa dari pihak Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak akan membatalkan pemberangkatannya serta mengembalikan uang nasabah sebesar setoran yang sudah dilakukan. Dalam hal ini, pemberangkatan haji tidak bisa di wakilkan selain nasabah yang bersangkutan. Jadi apabila terjadi pembatalan karena nasabah calon haji meninggal dunia, dari pihak Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak akan mengembalikan uang setoran nasabah kepada ahli waris yang tertera saat perjanjian akad. Akan tetapi, dana tersebut bisa digunakan oleh keluarga atau ahli waris untuk ibadah haji apabila melakukan pendaftaran kembali dengan menggunakan identitas yang baru.
  3. Jika nasabah masih ingin melanjutkan, maka nasabah dikenai biaya ujrah sebesar Rp. 2.500. 000, - untuk satu tahun ke depan dan denda RP. 500.000,-

Biaya adminsistrasi yang dibebankan oleh pihak Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak dengan menambah ujrah sebesar  Rp. 2.500. 000, - untuk satu tahun ke depan dan denda RP. 500.000,- satu sisi memberikan ruang kepada nasabah untuk tetap bisa melanjutkan niatnya untuk berangkat haji dengan diberikan kelonggaran jangka waktu melunasi, namun satu sisi bentuk pembebanan tambahan ujrah dan denda merupakan satu hal yang membebankan nasabah, karena nasabah berada pada dua pilihan yaitu antara harus membayar denda tersebut agar tetap bisa berangkat haji atau menghentikannya karena kondisi keuangan pada saat itu tidak memungkinkan membayar dengan resiko tidak bisa berangkat haji, sehingga apapun akan dilakukan oleh nasabah meskipun harus berhutang lagi kepada saudara, tetangga atau lembaga keuangan lain untuk membayar denda lain.

Pada dasarnya keadaan memaksa bersifat relatif yaitu, dimana nasabah masih mungkin untuk melaksanakan perjanjian, tetapi dengan pengorbanan yang begitu besar, sehingga tidak sepantasnya pihak Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak menuntut pelaksanaan perjanjian. Misalnya, dikeluarkan suatu larangan oleh pemerintah untuk tidak mengeluarkan suatu jenis barang dari suatu daerah, dengan ancaman hukuman bagi yang melanggar. Nasabah dalam hal ini mengalami gagal panen karena banjir yang menjadikan, sehingga penjadwalan hutang tidak sesuai rencana, seharusnya menjadi pertimbangan Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak. Menurut peneliti uang denda RP. 500.000,- seharusnya tidak bisa dibebankan pada nasabah, karena pada dasarnya qard itu adalah usah saling tolong menolong dan tidak boleh mengambil manfaat dari hutang tersebut karena itu akan dekat dengan riba.

Dalam pandangan Subekti bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan (dalam hal ini apa yang dijanjikan oleh pihak debitur) itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat di duga, dan dimana dia tidak dapat berbuat apa-apa terhadapkeadaan atau peristiwa di luar dugaan tadi. Dengan perkataan lain, tidak terlaksananya perjanjian atau kelambatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah karena disebabkan kelalaiannya. Ia tidak dapat dikatakan salah atau alpa dan orang-orang yang tidak salah tidak boleh dijatuhi sanksi-sanks.

Dengan menitik beratkan pada prinsip tolong-menolong untuk meringankan beban sesama, maka memberikan pinjaman baik berupa uang atau non uang kepada orang-orang yang benar- benar membutuhkan adalah merupakan perbuatan yang bernilai sebagai ibadah kepada Allah SWT, yang bernilai kemanusiaan amat tinggi. Hal yang paling mendasar yang perlu diperhatikan dalam transaksi utang-piutang adalah menghindari unsur riba. Seperti kita ketahui, bahwa praktek riba sudah berlangsung jauh sebelum Islam lahir. Sejarah mencatat tidak kurang seperti Plato serta Aristoteles dari Yunani serta Cicero dan Cato dari Romawi begitu mengecam aktivitas ini. Plato berpandangan bahwa riba menyebabkan perpecahan dan menjadi ketidakpuasan di masyarakat. Selain itu menurutnya, riba merupakan alat eksploitasi golongan kaya terhadap golongan miskin. Larangan terhadap riba adalah merupakan suatu tujuan sentral dari semua ajaran moral yang ada pada semua masyarakat.[1]

 

b.      Proses Pembayaran Denda Keterlambatan Pelunasan Pembiayaan Talangan Haji dengan Akad Qardh Wal Ijarah di Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak

Dana Talangan Haji yang diberikan Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak kepada Calon Jamaah Haji untuk mempermudah pengurusan porsi haji. Calon jamaah haji ini sama sekali tidak bisa digolongkan ke pihak yang berhak menerima dana Qardh, karena mereka termasuk dalam kelompok orang yang secara ekonomi mampu. Bila Calon Jamaah Haji termasuk dalam kelompok ekonomi kurang mampu, maka mereka tidak diharuskan untuk menunaikan ibadah haji. Penyebab pengambilan Dana Talangan Haji oleh Calon Jamaah Haji bukan karena kekurangan uang sehingga memerlukan bantuan lunak, tetapi lebih pada ketidaktepatan jadwal masuknya dana.

Dalam beberapa kasus, pengambilan Dana Talangan Haji disebabkan oleh lamanya dana harus mengendap di Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak sebelum mereka bisa berangkat. Terutama bagi Calon Jamaah Haji yang menjalankan suatu usaha, dana sebesar Rp. 25.000.000,- yang digunakan untuk mendapatkan porsi haji dan harus „parkir‟ selama empat tahun memiliki nilai sangat besar. Bila dana tersebut dititipkan pada Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak dalam bentuk deposito, maka bagi hasil yang didapat selama masa tunggu sangat mungkin sudah cukup untuk membayar pelunasan BPIH, atau bahkan lebih. Nilai setoran awal BPIH sebesar Rp. 25.000.000,- ini oleh Kemenag (sebagai 107 lembaga penyelenggara perjalanan haji) dianggap tetap dengan nilai rupiah. Pada saat Calon Jamaah akan berangkat haji mereka harus membayar kekurangan BPIH yang ditetapkan pada saat itu. Kemenag menetapkan BPIH dengan nilai US $ dan sebagian kecil dengan nilai rupiah. Mengingat kondisi ekonomi Indonesia yang memiliki tingkat inflasi cukup tinggi, maka sangat mungkin nilai kurs US $ ke rupiah sudah sangat berbeda antara waktu setoran awal dengan waktu pelunasan. Dengan pertimbangan ekonomi ini, maka Calon Jamaah Haji lebih baik mengambil Dana Talangan Haji yang disediakan oleh Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak dari pada menggunakan dana yang dimilikinya untuk mendapatkan porsi haji. Dana yang dimiliki bisa disimpan dalam bentuk US $ atau deposito, sehingga pada saat pelunasan tiba Calon Jamaah Haji tidak mengalami kesulitan.

Praktik di Bank Syariah Indonesia (BSI) menunjukkan bahwa Untuk pengurusan porsi haji, Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak meminta ujrah dengan menggunakan akad Ijarah. Besaran ujrah berbeda dengan penekanan semakin lama waktu pengembalian dana dan semakin banyak dana yang diambil nilai ujrah yang diminta Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak semakin besar. Misalnya untuk Dana Talangan Haji sebesar Rp. 18.000.000,- dengan jangka waktu pengembalian selama 36 bulan maka ujrah untuk jasa pengurusan porsi hajinya adalah sebesar Rp 4.455.000,- dan apabila Nasabah hanya meminjam selama jangka waktu 3 bulan maka ujrahnya adalah sebesar Rp 360.000,-. 108 Praktik ini sangat tidak cocok bahkan bertentangan dengan fatwa DSN-MUI No. 29/DSN-MUI/VI/2002, karena di dalam fatwa jelas tidak diperkenankan pemungutan ujrah yang dihubungkan dengan besaran dan lamanya Dana Talangan Haji digunakan. Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak memasarkan produk yang tidak sesuai dengan Fatwa MUI ini dengan gamblang ditulis pada leaflet untuk promosi yang bisa dengan mudah diambil dan disebarkan untuk masyarakat.

Praktik Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak ini dapat dikatakan tidak mengikuti Fatwa MUI, tetapi MUI sama sekali tidak memiliki aparat pemaksa. Bila dilihat dari proses pembentukan suatu produk Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak, maka seharusnya semua produk yang ditawarkan harus sudah melalui pertimbangan yang masak dari DPS (Dewan Pengawas Syariah). Sesuai dengan namanya, maka DPS seharusnya tidak meloloskan sebuah produk yang dalam praktiknya tidak sesuai dengan fatwa DSN-MUI. 5 Revisi fatwa DSN-MUI No. 29/DSN-MUI/VI/2002 yang diusulkan adalah penggunaan akad Al-Ijarah Muntahiya Bittamlik. Dengan menggunakan akad Al-Ijarah Muntahiya Bittamlik semua pihak akan tidak merugi. Akad ini adalah akad tentang sewa menyewa dan diakhir masa sewa akan diikuti dengan perpindahan kepemilikan. Agar akad ini bisa berjalan dengan baik, maka konsep pelaksanaannya adalah sale and lease back. Konsep sale and lease back adalah konsep menjual barang dan barang tersebut disewa kembali oleh penjualnya. Bila konsep ini dipakai, maka nasabah harus memiliki sesuatu untuk dijual ke Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak dan kemudian Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak menyewakannya kembali ke nasabah. Hasil penjualan barang inilah yang digunakan untuk membayar setoran awal BPIH sehingga Calon Jamaah Haji bisa mendapatkan porsi haji. Barang yang dijual nasabah ke Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak kemudian di sewa belikan ke nasabah kembali dengan akad Al-Ijarah Muntahiya Bittamlik. Dengan digunakannya akad ini, maka semua pihak tidak akan dirugikan. Pada saat Calon Jamaah Haji akan membayar setoran awal BPIH dan ia tidak memiliki uang cukup, maka ia bisa memilih barang yang dimilikinya untuk dijual ke Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak dengan akad jual-beli murni (bukan gadai). Nilai barang yang dijual haruslah sama atau di atas nilai setoran awal BPIH, sehingga hasil penjualan tersebut bisa digunakan untuk membayar dan mendapatkan porsi haji. Tahapan berikutnya adalah Calon Jamaah Haji menyewa-beli kembali barang yang sudah menjadi milik LKS tersebut dengan akad Al-Ijarah Muntahiya Bittamlik.

Dengan menggunakan akad ini, maka Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak akan mendapatkan pendapatan dari sewa barang, bukan dari dana yang diberikan kepada nasabah. Besar sewa dihitung per periode (misal per bulan) sehingga proses penyewaan ini akan menjadi pendapatan yang besarnya tergantung pada lama waktu sewa dan nilai barang yang disewa. Besar nilai sewa ini bisa disesuaikan dengan bagian kepemilikan (bagian yang sudah dibayar oleh nasabah), sehingga semakin lama nilai sewa akan semakin kecil. Perhitungan nilai sewa seperti ini akan lebih adil, karena Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak mendapatkan pendapatan sewa sesuai dengan nilai barang yang disewakan kepada nasabah. Di sisi nasabah, semakin besar bagian kepemilikan mereka, maka nilai sewa yang harus dibayarnya juga akan semakin kecil. Bila nasabah terlambat atau tidak melakukan angsuran, maka secara otomatis nilai kepemilikan nasabah tetap kecil dan nilai sewa yang harus dibayar nasabah tetap besar.

Dalam kasus nilai barang yang dijual nasabah sangat besar, maka selisih antara harga barang dengan setoran awal BPIH bisa digunakan untuk membayar uang muka sewa beli, sehingga akan menurunkan jumlah pinjaman dan angsuran. Bila usulan perubahan fatwa dengan mengubah al-Qardh dengan alIjarah Muntahiya Bittamlik ini diterima maka pelaksanaan pemberian Dana Talangan Haji ini bisa berjalan mulus dan semua pihak akan merasa enak.

Selanjutnya dalam proses pelunasan dana talangan haji di Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak tidak semua nasabah bias melunasi tepat waktu sesuai perjanjian. Hal ini menjadikan pihak Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak memberikan kelonggaran waktu perlunasan dengan membayar ujrah lagi RP. 2.500.000,- untuk waktu setahun kemudian dan membayar denda sebesar RP. 500.000,-.

Hal ini menjadikan posisi nasabah menjadi pihak yang tidak memiliki kekuatan, karena jika tidak membayar denda tersebut, nasabah tidak bisa berangkat haji, dan jika harus melanjutkan niatnya beribadah haji nasabah harus membayar denda tersebut meskipun harus berhutang.

Ketetapan dalam Fatwa DSN no 29/DSN-MUI/VI/2002 yang mengharuskan penggunaan al-Qardh ini harus ditinjau ulang, agar bisa dijalankan dengan apa adanya tanpa harus direkayasa. Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak memberikan Dana Talangan Haji dengan akad al-Qardh untuk memenuhi ketetapan fatwa, tetapi nilai ujrah yang harus ditanggung oleh nasabah besarnya tergantung pada besar dana yang dipinjamkan dan jangka waktu pelunasannya.

Konsep memberikan denda finansial tidak akan sesuai dengan prinsip Syari‟ah. Islam tidak mengenali biaya kesempatan uang, sebab setelah penghapusan sistem bunga dari ekonomi, uang yang dipinjam tidak punya kembalian keuntungan (bunga) tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa mengalami kerugian adalah suatu hal yang bisa terjadi seperti halnya mempunyai kemampuan untuk mendapat suatu laba. Dan itu adalah resiko suatu bisnis. Hal ini membuktikan bahwa biaya kesempatan uang tidak pernah dikenali oleh syari‟ah Islam, sebab, uang tidak mempunyai konter nilai terhadap waktu.

Akan berbeda ketika denda finansial itu tidak dimaksudkan untuk mengganti kerugian kreditur, dan sama sekali tidak digunakan untuk kepentingan kreditur. Dalam rangka meyakinkan pembeli akan membayar harga jatuh tempo dengan segera, maka ketika debitur mangkir boleh membayar suatu jumlah tertentu untuk dana amal yang dirawat oleh institusi yang membiayai. Jumlah ini mungkin bisa didasarkan pada konsep per annum, tetapi harus disalurkan untuk semata-mata murni untuk tujuan amal dan sama sekali tidak boleh diambil sebagai bagian dari pendapatan institusi.

Denda untuk amal ini dimaksud hanya untuk memberi tekanan debitor agar membayar uang dengan segera tepat pada jatuh tempo yang ditentukan dan bukan untuk meningkatkan pendapatan kreditur/pemberi modal, maupun untuk mengganti kerugian atas kesempatan keuntungan yang hilang. Lebih lanjut dapat peneliti ungkapkan bahwa Qiradh merupakan amal baik layaknya hibah, shadaqah, dan ariyah, hak kepemilikan menjadi 117 tetap sebab adanya akad, meskipun barang belum diterima. Boleh bagi si penghutang untuk mengembalikan barang yang sepadan dengan apa yang dia hutang ataupun mengembalikan barang aslinya. Hal ini jika tidak terjadi perubahan yang disebabkan penambahan atau pengurangan dan apabila telah berubah maka wajib mengembalikan yang sepadan.

Menurut Imam Abu Hanifah, Hak kepemilikan dalam Qiradh menjadi kukuh dengan menerimanya. Apabila seseorang berhutang satu mud gandum dan telah menerimanya, maka orang itu mempunyai hukum menjaga barang tersebut dan mengembalikan yang sepadan meskipun yang menghutangi meminta mengembalikan barang tersebut, dikarenakan hak kepemilikan telah keluar dari yang menghutangi dan ia hanya mempunyai tuntutan dalam tanggungan orang yang dihutangi yaitu hal yang sepadan bukan asli barang tersebut.

Sedang Imam abu Yusuf berpendapat Hak kepemilikan tidak pindah milik ke yang berhutang ketika qiradh tersebut masih berlangsung. Setiap Qiradh harus yang mendatangkan manfaat Imam Hanafi berkata setiap piutang yang menarik manfaat hukumnya haram jika penarikan manfaat tersebut disyatratkan oleh yang menghutangi dan sama-sama mengetahui. Apabila tidak disyaratkan maka tidak apa-apa. Dengan demikian seorang yang menghutangi tidak boleh mengambil manfaat barang gadaian tatkala disyaratkan oleh yang menghutangi. Jika tidak disyaratkan maka hukumnya boleh tetapi mendekati keharaman kecuali yang hutang tadi mengidzinkan maka baru diperbolehkan. Seperti yang tertuang dalam kitab-kitab Hanafiyah. Sebagian mereka berkata: “Tidak halal meskipun orang yang hutang (menggadaikan) memberikan izin dengan pengambilan manfaat dari barang gadai.

Dalam ajaran Islam disyariatkan hutang-piutang dengan tujuan saling tolong-menolong dan untuk meringankan beban sesama. Memberi pinjaman baik berupa uang maupun barang kepada seseorang yang membutuhkan, merupakan perbuatan yang bernilai ibadah. Di samping ketentuan tersebut supaya hutang piutang tetap bernilai sebagai ibadah maka ketika memberikan hutang dilarang adanya hal-hal yang bersifat memberatkan, atau memberikan syarat imbuhan baik berupa materiil maupun bersifat jasa.

Tinjauan hukum Islam terhadap pelunasan pembiayaan talangan haji dengan akad qardh wal ijarah di Bank Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Demak, pada dasarnya tidak diperbolehkan pemungutan ujrah yang dihubungkan dengan besaran dan lamanya Dana Talangan Haji digunakan, dan permintaan denda atas keterlambatan tidak diperbolehkan karena merugikan salah satu pihak yaitu pihak nasabah dan tambahan denda tersebut dekat dengan riba dan harus berdasarkan prinsip saling tolong menolong.

Kesimpulan

Denda merupakan salah satu jenis dari hukuman ta’zir. Istilah Arab yang digunakan untuk denda adalah gharamah. Secara bahasa gharamah berarti denda. Sedangkan dalam bahasa Indonesia denda mempunyai arti; Denda adalah Hukuman yang berupa keharusan membayar dalam bentuk uang: oleh hakim dijatuhkan hukuman kurungan sebulan atau sepuluh juta rupiah.

Mengenai pemberlakuan denda, terdapat perbedaan pendapat ulama fiqh. Sebagian berpendapat bahwa hukuman denda tidak boleh digunakan, dan sebagian lagi berpendapat boleh digunakan. Ulama Mazhab Hambali, termasuk Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziah, mayoritas ulama Mazhab Maliki, ulama Mazhab Hanafi, dan sebagian ulama dari kalangan