Pertanyaan dan Jawaban Akuntansi Manajemen

 1.     Model Taktis Pengambilan Keputusan

Dalam membuat keputusan taktis yang baik bagi perusahaan , ada enam langkah dalam proses pengambilan keputusan sederhana (decision model) yang jika diikuti akan mengarah pada suatu keputusan.

Diminta :

Harap Saudara jelaskan tahapan pengambilan keputusan taktis.

Jawab :

Tujuan keseluruhan dari pengambilan keputusan strategis (strategic decision making) adalah untuk memilih strategi alternatif sehingga keunggulan kompetitif jangka panjang dapat tercapai. Pengambilan keputusan taktis harus mendukung tujuan keseluruhan ini, meskipun tujuan langsungnya berjangka pendek (menerima satu pesanan khusus untuk meningkatkan laba) atau berskala kecil (memproduksi sendiri daripada membeli komponen). Jadi, pengambilan keputusan taktis yang tepat berarti bahwa keputusan yang dibuat mencapai tidak hanya tujuan terbatas tetapi juga berguna untuk jangka panjang. Sesungguhnya, tidak ada keputusan taktis yang harus dibuat apabila keputusan tersebut tidak mendukung sasaran strategis perusahaan secara keseluruhan.

Enam langkah yang mendeskripsikan proses pengambilan keputusan yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :

Langkah 1 Menetapkan Masalah

Langkah pertama adalah mengenai dan menetapkan masalah yang spesifik. Misalnya, semua anggota tim manajemen Tidwell mengakui kebutuhan tambahan ruangan untuk gudang, kantor, dan produksi cetakan plastic. Luas ruangan yang dibutuhkan, alasan kebutuhan, dan bagaimana tambahan ruangan itu akan dimanfaatkan merupakan dimensi penting dari masalah tersebut. Namun, masalah utamanya adalah bagaimana memperoleh tambahan ruangan tersebut.

Langkah 2 Mengidentifikasi Alternatif

Langkah kedua adalah membuat daftar dan mempertimbangkan solusi yang layak.Tidwell Products mengidentifikasi solusi berikut:

1.     Membangun fasilitas sendiri dengan kapasitas yang cukup untuk mengatasi kebutuhan saat ini dan yang dapat diperkirakan.

2.     Melease fasilitas yang lebih besar dan mensublease fasilitasnya saat ini.

3.     Melease fasilitas tambahan yang mirip dengan yang ada saat ini.

4.     Melease gedung tambahan yang akan dimanfaatkan sebagai gudang, yang dengan demikian menyediakan ruangan untuk ekspansi produksi

5.     Membeli tangkai dan paking secara eksternal serta memanfaatkan ruangan yang tersedia (yang sebelumnya digunakan untuk memproduksi kedua komponen tersebut) untuk mengatasi masalah ruangan.

Sebagai bagian dari langkah-langkah di atas, perusahaan harus mengeliminasi alternatif-alternatif yang tidak layak. Alternative pertama dieliminasi karena mengandung banyak risiko bagi perusahaan. Alternative kedua ditolak karena mensubleasekan fasilitas bukanlah pilihan yang dapat dijalankan. Alternatif ketiga dieliminasi karena terlalu jauh untuk mengatasi masalah ruangan dan barangkali sangat mahal. Alternative keempat dan kelima adalah layak; keduanya berada dalam garis kendala biaya dan risiko serta menyediakan kebutuhan ruangan bagi perusahaan. Perhatikan bahwa manajemen mengaitkan keputusan taktis (mendapatkan tambahan ruangan) terhadap strategi pertumbuhan keseluruhan perusahaan dengan menolak alternative yang mengandung banyak risiko pada tahapan perkembangan perusahaan saat ini.

Langkah 3: Mengidentifikasi biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternative yang layak.

Pada langkah 3, biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternative yang layak diidentifikasikan. Pada tahap ini, berbagai biaya yang benar-benar tidak relevan dapat dieliminasi dari pertimbangan. Akuntan manajemen bertanggung jawab atas pengumpulan data yang diperlukan.

Anggaplah perusahaan menetapkan bahwa biaya pembuatan tangkai dan paking mencakup berikut ini:

·       Bahan baku langsung                $130.000

·       Tenaga kerja langsung                150.000

·       Overhead variable                         65.000

·       Total biaya produksi variable    $345.000

        Selain itu gudang harus dilease untuk mengatasi masalah ruangan apabila perusahaan meneruskan produksi tangkai dan paking secara internal. Gudang yang sesuai telah ditemukan lease sebesar $135.000 per tahun. Alternative kedua adalah membeli tangkai dan paking secara eksternal serta memanfaatkan ruangan produksi yang telah dikosongkan. Pemasok luar telah menawaran untuk memasok produk secukupnya kira-kira $460.000 per tahun.

Langkah 4: Menghitung total biaya dan manfaat yang relevan untuk setiap alternative yang layak.

Kita sekarang tahu bahwa alternative 4, yaitu terus memproduksi secara internal dan melease ruangan tambahan, membutuhkan biaya sebesar $480.000 sementara alternative 5, yaitu membeli dari luar dan memanfaatkan ruangan sendiri, membutuhkan biaya sebesar $460.00.  Biaya diferensial adalah $20.000 untuk keunggulan alternative 5.

Langkah 5: Menilai Faktor-faktor Kualitatif

Meskipun biaya dan pendapatan yang berhubungan dengan alternative adalah penting, namun keduanya belum mampu menjelaskan secara keseluruhan. Faktor-faktor kualitatif dapat secara nyata mempengaruhi keputusan manajer. Faktor-faktor kualitatif merupakan factor yang sulit dinyatakan dalam angka. Sebagai contoh, dalam keputusan memproduksi atau membeli yang dihadapi Tidwel Product, Leo Tidwell kemungkinan besar akan lebih memperhatikan pertimbangan kualitatif seperti mutu tangkai dan paking yang dibeli secara eksternal, kehandalan sumber pasokan, ekspektasi, stabilitas harga selama beberapa tahun berikutnya, hubungan ketenagakerjaan, citra masyarakat, dan seterusnya. Untuk mengilustrasikan dampak factor-faktor kualitatif yang mungkin terjadi dalam keputusan memproduksi atau membeli, pertimbangkan dua factor yang pertama tersebut, yaitu mutu dan kehandalan pasokan.

Apabila mutu tangkai dan paking yang dibeli secara eksternal lebih rendah dari yang diproduksi secara internal, maka keunggulan kuantitatif dari membeli mungkin lebih bersifat semu. Penggunaan bahan bermutu lebih rendah barangkali menurunkan mutu potensiometer, sehingga merusak penjualan. Karena itu, Tidwell Products memilih untuk terus memproduksi komponen secara internal.

Demikian juga, apabila sumber pasokan tidak bisa diandalkan, maka skedul produksi dapat terputus, dan pesanan pelanggan terlambat tiba di tempat. Factor-faktor seperti ini dapat meningkatkan biaya tenaga kerja dan overhead serta menggangu penjualan. Sekai lagi, bergantung pada penerimaan trade off, Tidwell Products mungkin memutuskan bahwa memproduksi komponen secara internal adalah lebih baik daripada membelinya, bahkan ketika analisis biaya yang relevan menunjukkan keunggulan pada  pembelian.

Langkah 6 Membuat Keputusan

Segera setelah semua biaya dan manfaat yang relevan untuk setiap alternative selesai dinilai, dan factor-faktor kualitatif dipertimbangkan, keputusan dapat dibuat. Apa keputusan Leo bagi Tidwell Products? Berdasarkan selisih biaya dari kedua alternative yang relative kecil, dan beban Tidwell Products dalam menjamin mutu serta kapasitas penuh, maka diputuskan untuk membuat tangkai dan pangkai secara internal serta melease gudang.

Keenam langkah ini mendefinisikan model pengambilan keputusan sederhana. Model keputusan (decision model) adalah serangkaian prosedur yang jika diikuti, akan mengarah ke suatu keputusan.

 

2.     Analisis Cost-Volume – Profit (CVP Analysis)

Analisis CVP merupakan suatu alat yang sangat berguna bagi manajemen untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.

Diminta :

a.       Harap Saudara jelaskan pengertian serta asumsi yang mendasari Analisis Biaya-Volume-Laba (CVP Analysis)

Jawab :

Analisis CVP adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap-biaya variable-keuntungan-dan volume kegiatan. Oleh karena analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya-keuntungan-volume kegiatan , maka analisis tersebut sering disebut sebagai “Cost-Profit-Volume analysis (CPV analysis).

Analisis CVP juga disebut sebagai alat yang berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan karena analisa CVP menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas yang terjual dan harga. Maka, semua informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya. Analisa CVP dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk mengidentifikasi cakupan dan besarnya kesulitan ekonmi yang dialami suatu divisi dan membantu mencari pemecahannya serta dapat digunakan untuk menentukan jumlah unit yang dijual untuk mencapai impas, dampak pengurangan biaya tetap terhadap titik impas dan dampak kenaikan harga terhadap laba.

Asumsi-asumsi yang mendasari CVP Analysis diantaranya :

a.     Biaya dikelompokkan menjadi biaya variabel (variable cost) dan biaya tetap (fixed cost). Biaya variabel merupakan biaya yang berubah sesuai dengan jumlah barang yang diproduksi. Artinya, semakin banyak jumlah barang yang diproduksi maka biaya variabel totalnya pun akan meningkat karena jumlah barang dikalikan dengan biaya variabel per barang. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung dengan jumlah produksi barang, jumlahnya akan selalu sama berapapun produksi barang yang dikeluarkan.

b.     Biaya tetap secara total adalah tetap sampai titik kegiatan atau kapasitas tertentu.

c.     Biaya variabel akan berubah secara proporsional dengan peningkatan volume produksi.

d.     Harga jual per unit adalah tetap.

e.     Perusahaan hanya menjual satu jenis barang saja. Namun, jika perusahaan menjual lebih dari satu jenis barang maka bauran penjualannya (sales mix) adalah tetap.

f.      Kapasitas yang dimiliki perusahaan tidak berubah.

g.     Tingkat efisiensi dan produktivitas tidak berubah.

Asumsi-asumsi tersebut merupakan sebuah kepastian (certainty) karena harga jual dan biaya-biayanya harus diketahui. Namun dalam prakteknya kepastian-kepastian ini sulit dicapai karena dunia bisnis adalah dunia dinamis yang selalu berubah-ubah.

b.       Apa yang dimaksud dengan Titik Impas (break-even point) dalam Analisis CVP, dan apa manfaatnya bagi manajemen?.

Jawab :

BEP atau Break Even Point adalah titik dimana pendapatan sama dengan modal yang dikeluarkan, tidak terjadi kerugian atau keuntungan. Total keuntungan dan kerugian ada pada posisi 0 titik break even point yang artinya pada titik ini perusahaan tidak mengalami kerugian atau mendapat keuntungan.

Hal tersebut dapat terjadi bila perusahaan dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup untuk menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya akan memperoleh memperoleh keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus di keluarkan.

Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan atau revenue (penghasilan) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. Menurut Djarwanto dalam buku Dr. H. Rusdiana, M.M, Break even point adalah suatu keadaan impas, yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tidak mendapat keuntungan dan tidak menderita rugi.

Analisis break even merupakan suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena, analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntunganvolume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut „Cost Profit Volume analysis” (CPV analysis).Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “profit-planning approach” yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue). Analisis break even point adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba dengan kata lain sama dengan nol).

Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam analisa impas adalah biaya-biaya operasi seperti gaji staf, biaya penyusutan/depresiasi (yang termasuk biaya operasi tetap), dan komisi penjualan, bahan baku& upah tenaga kerja langsung (sebagai contoh biaya operasi variabel). Dalam hal ini beban bunga tidak termasuk biaya operasi sebab biaya bunga termasuk biaya keuangan. Oleh karenanya, sebagai langkah awal pembahasan difokuskan pada rencana operasi perusahaan, yaitu perhitungan BEP Operasional. Tahap selanjutnya adalah pembahasan tentang rencana pembiayaan atau BEP Finansial.Dengan demikian pula, analisa break even ini terkait dengan konsep Degree of Operating Leverage (DOL) & Degree of Financial Leverage (DFL).

Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru muncul apabila suatau perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.

Matz, Usry dan Hammer juga menjelaskan beberapa manfaat analisa break even untuk manajemen, yaitu:

1.           Membantu pengendalian melalui anggaran.

2.           Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan.

3.           Menganalisa dampak perubahan volume.

4.           Menganalisa harga jual dan dampak perubahan biaya.

5.           Merundingkan upah.

6.           Manganalisa bauran produk.

7.           Manerima keputusan kapitalisasi dan ekspansi lanjutan.

8.           Menganalisa margin of safety.

 

3.     Manajemen Persediaan

Persediaan sering dipandang sebagai pemborosan . Persediaan mengikat sumber daya , seperti kas , ruang, dan tenaga kerja. Persediaan juga menyembunyikan ketidakefisienan dalam produksi dan meningkatkan kompleksitas sistem informasi perusahaan. . Dalam manajemen persediaan tradisional, manager cenderung untuk mempertahankan persediaan dalam jumlah yang cukup besar, salah satu tujuannya adalah untuk mendapatkan diskon pembelian serta sebagai tindakan berjaga-jaga untuk mengantisipasi kenaikan harga barang. Tekanan persaingan ini telah menyebabkan perusahaan meninggalkan model EOQ dan beralih ke pendekatan Just – In – Time (JIT)  untuk proses manufaktur dan pembelian.

 Diminta :

Apakah Saudara sependapat dengan pernyataan diatas? Jelaskan.

Dalam penjelasan Saudara tersebut termasuk pengertian apa yang dimaksud dengan

1)          Just-in-time (JIT) dalam pembelian persediaan,

2)          EOQ, dan

3)          Reorder Point (ROP),

dan apa kegunaan masing-masing..

Jawab :

Saya sependapat dengan pernyataan diatas karena jelas bahwa sistem JIT menawarkan peningkatan efisiensi biaya dan mempunyai fleksibilitas secara simultan untulk merespons permintaan pelanggan akankualitas yang lebih baik dan variasi yang lebih banyak.Produksi dan pembelian dengan sistem JIT mewakili usaha terus-menerus dalammengejar produktivitas melalui penghapusan pemborosan. Jelas sekali, JIT lebih dari sckadarsistem manajemen persediaan. Namun, persediaan dipandang sebagai Pemborosan. Persediaanmengikat sumber daya, seperti kas, ruang, dan tenaga kerja. Persediaan juga menyembunyikanketidakefisiensian dalam produksi dan meningkatkan kompleksitas sistem informasi perusahaan.Jadi, meskipun focus lebih dari sekadar manajemen persediaan, pengendalian persediaan adalahcuntungan tambahan yang penting. Pertama, kita akan memberikan gambaran um tentang fiturkeseluruhan sistem JIT. Selanjutnya, fitur manajemen persediaan Jl akan dibahas secara lebih terperinci.

1.     Just-in-time (JIT) dalam pembelian persediaan

Just In Time atau  sering disingkat dengan JIT adalah suatu sistem produksi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tepat pada waktunya sesuai dengan jumlah yang dikehendakinya.Tujuan sistem produksi Just In Time (JIT) adalah untuk menghindari terjadinya kelebihan kuantitas/jumlah dalam produksi (overproduction), persediaan yang berlebihan (excess Inventory) dan juga pemborosan dalam waktu penungguan (waiting). Dengan adanya sistem JIT, kita telah dapat mengatasi 3 pemborosan (overproduction, excess inventory dan waiting) diantara 7 pemborosan (7 Waste) yang harus dihindari dalam sistem produksi Toyota.

Istilah “Just In Time” Jika diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia adalah Tepat Waktu, Jadi Sistem Produksi Just In Time atau JIT ini dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Sistem Produksi Tepat Waktu. Tepat Waktu disini berarti semua persedian bahan baku yang akan diolah menjadi barang jadi harus tiba tepat waktunya dengan jumlah yang tepat juga. Semua barang jadi juga harus siap diproduksi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh pelanggan pada waktu yang tepat pula.  Dengan demikian Stock Level atau tingkat persedian bahan baku, bahan pendukung, komponen, bahan semi jadi (WIP atau Work In Progress) dan juga barang jadi akan dijaga pada tingkat atau jumlah yang paling minimum. Hal ini dapat membantu perusahaan dalam mengoptimalkan Cash Flow dan menghindari biaya-biaya yang akan terjadi akibat kelebihan bahan baku dan barang jadi.

Dalam menjalankan sistem produksi Just In Time atau sistem produksi JIT ini, diperlukan ketelitian dalam merencanakan jadwal-jadwal produksi mulai jadwal pembelian bahan produksi, jadwal penerimaan bahan produksi, jadwal jalannya produksi, jadwal kesiapan produk hingga ke jadwal pengiriman barang jadi. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan manufakturing modern saat ini menggunakan berbagai perangkat lunak (Software) yang canggih dalam merencanakan jadwal produksi yang didalamnya juga termasuk mengeluarkan pesanan pembelian (purchase order) dan pengendalian jumlah persedian (Inventory). Software Produksi tersebut juga dapat melakukan penukaran informasi mulai dari Pemasok (vendor) hingga ke Pelanggan (Customer) melalui Electronic Data Interchange (EDI) untuk memastikan kebenaran sampai ke data-data yang paling rinci (detail).

Kebenaran dan ketepatan waktu pengiriman bahan-bahan produksi sangat diperlukan dalam Sistem Produksi Just In Time ini. Contoh pada sebuah perusahaan manufaktur Handphone, perusahaan tersebut harus dapat menerima model LCD display yang benar dan dalam jumlah yang dibutuhkan untuk satu hari produksi, pemasok LCD Display tersebut diharapkan untuk dapat mengirimkannya dan tiba di gudang produksi dalam batas waktu yang sangat singkat. Sistem permintaan bahan-bahan Produksi demikian biasanya disebut dengan “Pull System” atau “Sistem Tarik”.

2.     EOQ

Economic Order Quantity (EOQ) merupakan metode manajemen persediaan yang menentukan jumlah pemesanan/pembelian yang harus dilakukan dan berapa banyak jumlah yang harus dipesan agar biaya total (penjumlahan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan) menjadi minimum. Dengan demikian untuk menghitung jumlah pesanan yang ekonomis perlu dilihat pertambahan biaya pemesanan dan biaya penyumpanan serta bearnya persediaan rata-rata.

Metode EOQ ini saat ini sudah banyak diadopsi oleh perusahaan yang sudah maju, dimana perusahaan yang sudah menerapkan EOQ ini sudah mulai berfikir memaksimalkan pendapatan dari efisiensi yang berasal dari pembelian dan penyediaan persediaan. Dalam metode EOQ dapat diketahui berapa jumlah barang yang ideal untuk dipenuhi atau dibeli berdasarkan pola dan kemampuan menjual perusahaan serta menghemat biaya penyimpanan (carriying cost) dan biaya pemesanan (ordering cost) yang selama ini tidak begitu diperhatikan oleh beberapa perusahaan. Rumus EOQ :

EOQ =      2 x R x S

·       R = Kebutuhan barang dalam suatu periode tertentu misal setahun

·       S  = biaya pemesanan setiap kali pesan

·       P =  harga beli setiap unit barang

·       I  =  Biaya penyimpanan yang dinyatakan dalam prosentase dari nilai rata-rata persediaan barang yang disimpan

·       C = Biaya penyimpanan tiap unit barang yang disimpan (dalam rupiah)

Dengan adanya EOQ maka perusahaan akan semakin terbantu dan memahami mengenai berapa jumlah persediaan yang tepat untuk dibeli sehingga meminimalkan angka stock yang menumpuk digudang anda sehingga dengan semakin kecilnya angka stock yang menumpuk digudang akan semakin memperkecil juga kerugian yang muncul dari terjadinya stock yang rusak atau stock yang tidak mampu djual atau melebihi kapasitas dalam perusahaan. Serta meminimalkan carriying cost dan ordering cost yang selalu tinggi saat akan melakukan pembelian dan mendatangkan stock.

3.     Reorder Point (ROP)

Reorder point adalah sebuah titik di mana sebuah barang yang ada di gudang harus ditambah persediaannya sebelum kehabisan. Yang sering jadi pertanyaan adalah; kapankan waktu yang tepat untuk memesan barang tersebut?

Banyak pebisnis retail pemula yang hanya mengandalkan insting mereka untuk menambah persediaan. Di saat mereka lihat permintaan meningkat, mereka buru-buru menambah jumlah barang di gudang. Sebaliknya saat sepi permintaan, mereka tak melakukan reorder karena melihat persediaan masih banyak di gudang.

Buat yang berpengalaman, mereka menumpuk barang di gudang untuk mengantisipasi high season seperti lebaran atau tahun baru. Prinsipnya, habis tak habisnya barang tidak masalah yang penting penjualan sudah mencapai kuota.

Sebenarnya ada cara yang tepat untuk menghitung berapa jumlah barang yang harus dipesan dari supplier, lengkap dengan kapan waktu terbaik bagi Anda untuk melakukan pemesanan, yakni dengan menggunakan rumus reorder point.

 

4.     Lean Manufacturing

Perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan yang dinamis dan cepat berubah mendapati bahwa adaptasi dan perubahan adalah hal yang sangat penting untuk dapat bertahan hidup, antara lain dengan melakukan perbaikan kinerja. Pendekatan filosofis itu sering disebut sebagai “lean manufacturing” .

Diminta :

a.          Harap penjelasan Saudara apa yang dimaksud dengan lean manufacturing

Jawab:

Lean manufacturing adalah pendekatan yang didesain untuk meniadakan buangan dan memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Pendekatan ini memiliki ciri pengiriman produk yang benar dalam jumlah yang benar, dengan kualitas tanpa cacat, pada waktu yang tepat dengan kebutuhan pelanggan, serta dengan biaya serendah mungkin.

Sistem lean manufacturing memungkinkan para manajer untuk meniadakan buangan, mengurangi biaya, dan menjadi lebih efisien. Perusahaan yang mengimplementasikan lean manufacturing mengejar strategi pengurangan biaya dengan cara mendefinisikan ulang berbagai aktivitas yang dilaksanakan perusahaan. pengurangan biaya secara langsung berkaitan dengan kepemimpinan biaya. Lean manufacturing menambah nilai melalui pengurangan buangan. Implementasi lean manufacturing yang baik telah memberi berbagai perbaikan besar, seperti kualitas yang lebih baik, peningkatan produktivitas, pengurangan waktu tunggu, pengurangan persediaan dalam jumlah besar, pengurangan waktu penyetelan, penurunan biaya roduksi, dan peningkatan tingkat produksi.

 

b.          Sebutkan lima prinsip dalam pemikiran lean!

Jawab :

Lean manufacturing berbeda karena lima prinsip pemikiran lean berikut:

a.     Menspesifikasikan nilai tiap produk secara tepat.

b.     Mengidentifikasi “arus nilai” untuk tiap produk.

c.     Menciptakan arus nilai tanpa gangguan.

d.     Memungkinkan pelanggan menciptakan nilai dari produsen.

e.     Mengejar kesempurnaan.

 

5.     Balanced Scorecard

         Akuntansi manajemen membantu perusahaan menerapkan dan mengevaluasi strategi mereka, antara lain dengan memperkenalkan pendekatan Balanced Scorecard  untuk melacak kemajuan dan mengelola implementasi strategi mereka. Balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang menyediakan kerangka kerja untuk mengimplementasikan strateginya, Ukuran kinerja tidak hanya dari perspektif  keuangan tetapi juga non keuangan.

Pertanyaan:

a.      Menurut Balanced Scorecard kinerja eksekutif diukur dari empat perspektif. Harap Saudara jelaskan, dan apa sasaran (goal) yang dituju serta ukuran kinerja masing-masing perspektif.

Jawab :

Empat perspektif yang disampaikan di atas dibahas sebagai berikut.

1.     Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan difokuskan pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya agar berhasil. Mengetahui pelanggan dan harapan mereka tidaklah cukup. Suatu organisasi juga harus memberikan insetif kepada manajer dan karyawan yang dapat memenuhi harapan pelanggan. Bill Mariot mengatakan “Take care of your employee and they take care of your customer”.

Perusahaan antara lain menggunakan tolok ukur kinerja berikut, pada waktu mempertimbangkan perspektif pelanggan.

a.     Kepuasan pelanggan (customer satisfaction);

b.     Retensi pelanggan (customer retention);

c.     Pangsa pasar (market share); dan

d.     Kemampulabaan pelanggan.

Tolok ukur kepuasan pelangan menunjukan apakah perusahaan memenuhi harapan pelanggan atau bahkan meyenangkannya. Tolok ukur retensi atau loyalitas pelanggan menunjukkan bagaimana baiknya perusahaan berusaha mempertahankan pelanggannya.

2.     Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Untuk tujuan insentif, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memfokuskan pada kemampuan manusia. Tolok ukur kunci untuk menilai kinerja manajer adalah kepuasan karyawan, retensi karyawan dan produktivitas karyawan. Kepuasan karyawan mengakui bahwa moral karyawan adalah penting untuk memperbaiki produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan, dan ketanggapan terhadap situasi.

Retensi karyawan mangakui bahwa karyawan mengembangkan modal intelektual khusus organisasi dan merupakan aktiva nonkeuangan yang bernilai bagi perusahaan. Produktivitas karyawan mengakui pentingnya keluaran per karyawan, keluaran dapat diukur dalam arti tolak ukur fisik seperti halaman yang diproduksi, atau dalam tolak ukur keuangan, seperti pendapatan per karyawan, laba per karyawan.

3.     Perspektif Kuangan

Balanced scorecard menggunakan tolak ukur kinerja keuangan, seperti laba bersih dan ROI (Return On Investment) karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam organisasi yang mencari laba. Tolak ukur keuangan memberikan bahasa umum untuk menganalisis dan membandingkan perusahaan.

Tolak ukur keuangan adalah penting. Akan tetapi, tidak cukup mengarahkan kinerja dalam menciptakan nilai (value). Tolak ukur nonkeuangan juga tidak memadai untuk menyatakan angka paling bawah (bottom line). Balanced scorecard, mencari suatu keseimbangan dari tolak ukur kinerja yang multiple—baik keuangan maupun nonkeuangan untuk mengarahkan kinerja organisasional terhadap keberhasilan.

4.     Perspektif Usaha Internal dan Proses Produksi

Karyawan yang melakukan pekerjaan merupakan sumber ide baru yang terbaik untuk proses usaha yang lebih baik. Hubungan pemasok adalah kritikal untuk keberhasilan, khususnya dalam usaha eceran dan perakitan manufakturing. Perusahaan dapat berhenti berproduksi apabila terjadi masalah dengan pemasok.

Pelanggan menilai barang dan jasa yang diterima dapat diandalkan dan tepat waktunya. Pemasok dapat memuaskan pelanggan apabila mereka memegang jumlah persediaan yang banyak untuk menyakinkan bahwa barang-barang tersedia di tangan. Untuk menghindari persediaan yang berlebihan, alternatif yang mungkin adalah membuat pemasok mengurangi throughput time.

Throughput time adalah total waktu dari waktu pesanan yang diterima oleh perusahaan sampai dengan pelanggan menerima produk tersebut. Memperpendek throughput time dapat berguna apabila pelanggan menginginkan barang dan jasa segera mungkin.

 

b.      Mengapa pengukuran kinerja manajemen tidak cukup dari perspektif keuangan saja?. dan mengapa perspektif non keuangan itu juga penting?

Jawab :

Dalam mengukur kinerja suatu perusahaan, ukuran-ukuran keuangan saja dinilai kurang mewakili, hal ini disebabkan karena ukuran-ukuran keuangan memiliki beberapa kelemahan, yaitu perspektif keuangan bersifat historis sehingga hanya mampu memberikan indikator dari kinerja manajemen dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik. Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang mengarah kepada manajemen strategis.

Balanced Scorecard dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja

perusahaan yang lebih komprehensif dan tidak hanya bertumpu pada pengukuran atas dasar perspektif keuangan saja, namun ada perspektif non keuangan juga yang dilakukan pengukuran, yaitu perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan bertumbuh.

Balanced scorecard melalui ukuran-ukuran dalam keempat perspektif yang ditetapkan akan membentuk perusahaan ke arah kondisi yang diharapkan yaitu tetap dapat bersaing di pasar globalisasi dimana persaingan semakin ketat. Selain itu balanced scorecard berfungsi juga sebagai critical performance indicators, yaitu suatu pengukuran yang memberikan indikasi kinerja perusahaan pada critical sucsess factors. Balanced scorecard membantu manajer untuk memfokuskan pada critical sucsess factors perusahaan dan mengurangi pandangan yang hanya memperhatikan laba yang bersifat keuangan. Balanced scorecard memberikan pandangan ke depan, jika critical sucsess factors yang bersifat non keuangan seperti kualitas dan ukuran pelayanan jasa, yang dicapai akan memberikan manfaat yang lebih baik di masa yang akan datang.