ETIKA WIRAUSAHA SYARIAH

 ETIKA WIRAUSAHA SYARIAH

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan “Akal” sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan “Al-Quran” sebagai dasar kebenaran.[1] Berkaitan dengan wirausaha, Islam juga memberikan aturan dan ketentuan bagaimana menjalankan proses dan menerapkan prinsip yang sesuai dengan syariat. Sistem yang menganut prinsip-prinsip ajaran agama Islam disebut dengan syariah, dan penerapan syariah sangat luas seperti dalam sistem perbankan, transaksi jual beli, dan wirausaha. Terkait dengan wirausaha maka yang dimaksud dengan wirausaha syariah berarti didalamnya harus terdapat etika-etika yang mencerminkan ketentuan dan pelaksanaan sistem syariah sesuai dengan ajaran Islam. Etika-etika ini penting untuk ditegakkan karena selain memberikan manfaat yang merata juga memberikan rasa aman dalam menjalankan kegiatan usaha, sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat memberikan dampak yang positif.[2]

Pengertian Etika

Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam hal ini etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan hidup yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain dari satu generasi ke generasi yang lain.3 Dalam makna yang lebih tegas etika merupakan studi yang lebih sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya dan prinsipprinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya untuk apa saja.[3]

Al-Ghazali  dalam  bukunya  Ihya  Ulumuddin menjelaskan  pengertian khuluq (etika) adalah suatu sifat yang tetap dalam jiwa, yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan pikiran. Dengan demikian etika wirausaha dalam syariah Syariah adalah akhlak dalam menjalankan wirausaha sesuai dengan nilai-nilai Syariah, sehingga dalam melaksanakan wirausahanya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar.

Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa etika merupakan suatu kebiasaan perilaku manusia dalam melakukan kegiatan yang dapat memunculkan sifat baik atau buruk, dan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain.[4]

Pengertian Wirausaha

Wirausaha sering dipadankan dengan kata “Entrepreneur” atau ada juga yang menyebutnya dengan wiraswasta. Kedua padanan kata tersebut kelihatannya berbeda, tetapi tidak terlalu signifikan. Wirausaha adalah orang yang berani membuka lapangan pekerjaan dengan kekuatan sendiri, tetapi juga menguntungkan masyarakat, karena dapat menyerap tenaga kerja yang memerlukan pekerjaan.[5]

Pandangan lain menyatakan bahwa wirausaha adalah sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi, konstruksi, distribusi, transportasi, komunikasi, usaha jasa, dan pemerinahan, yang bergerak dalam bidang membuat dan memasarkan barang dan jasa ke konsumen. Dalam buku  pengantar wirausaha karangan Buchari Alma, Brown and petrello menyatakan bahwa “business is on institution which produces goods and services demanded by people”. Artinya wirausaha adalah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Istilah wirausaha dalam Al-Quran yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajranwatijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. Menurut ar-Raghib al-Ashfahani dalam al-mufradat fi gharib al-Quran, at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan. Wirausaha secara Syariah pada dasarnya sama dengan wirausaha secara umum, hanya saja harus tunduk dan patuh atas dasar ajaran Al-Quran, As- Sunnah, Al-Ijma dan Qiyas (Ijtihad) serta memperhatikan batasan-batasan yang tertuang dalam sumber-sumbaer tersebut.

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa wirausaha merupakan suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi yang membuat, menghasilkan dan menjual barang dan jasa ke konsumen untuk memenuhi kebutuhan.[6]

Etika Wirausaha Syariah

Etika wirausaha Syariah adalah akhlak dalam menjalankan wirausaha sesuai dengan nilai-nilai Syariah, sehingga dalam melaksanakan wirausahanya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar.11 Nilai etik, moral, susila atau akhlak adalah nilai-nilai yang mendorong manusia menjadi pribadi yang utuh. Seperti kejujuran, kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kebahagiaan dan cinta kasih. Apabila nilai etik ini dilaksanakan akan menyempurnakan hakikat manusia seutuhnya. Setiap orang boleh punya seperangkat pengetahuan tentang nilai, tetapi pengetahuan yang mengarahkan dan mengendalikan perilaku orang Syariah hanya ada dua yaitu Al-Quran dan hadis sebagai sumber segala nilai dan pedoman dalam setiap sendi kehidupan, termasuk dalam wirausaha.[7]

Etika dalam pandangan Islam memiliki antisipasi jauh ke depan dengan dua ciri utama, yakni; Pertama, etika Islam tidak menentang fitrah manusia. Kedua, etika Islam amat rasionalistik. Sedangkan etika bisnis adalah perilaku ekonomi masyarakat yang masuk kajian muamalat dan memiliki banyak petunjuk dalam AlQur’an.[8]

Fungsi Etika Wirausaha Syariah

Pada dasarnya terdapat fungsi khusus yang diemban oleh etika wirausaha Syariah. Dijelaskan sebagai berikut :

1.     Etika wirausaha berupaya mencari cara untuk menyelaraskan dan menyerasikan berbagai kepentingan dalam dunia wirausaha.

2.     Etika wirausaha juga mempunyai peran untuk senantiasa melakukan perubahan kesadaran bagi masyarakat tentang wirausaha, terutama wirausaha Syariahi. Dan caranya biasanya dengan memberikan suatu pemahaman  serta cara pandang baru tentang wirausaha dengan menggunakan landasan nilai-nilai moralitas dan spiritualitas, yang kemudian terangkum dalam suatu bentuk bernama etika wirausaha.

3.     Etika wirausaha terutama etika wirausaha Syariahi juga bisa berperan memberikan satu solusi terhadap berbagai persoalan wirausaha modern ini yang kian jauh dari nilai-nilai etika. Dalam arti bahwa wirausaha yang beretika harus benar- benar merujuk pada sumber utamanya yaitu Al-Quran dan Sunnah.[9]

Aksioma Dasar Etika Wirausaha Syariah

Dilihat dari perspektif ajaran etika (akhlak) dalam Syariah pada prinsipnya manusia dituntut untuk berbuat baik pada dirinya sendiri, disamping kepada sesama manusia, alam lingkungannya dan kepada Tuhan selaku pencipta-Nya. Oleh karena itu, untuk bisa berbuat baik pada  semuanya itu, manusia di samping diberi kebebasan (free will), hendaknya ia memperhatikan keesaan Tuhan (tauhid), prinsip keseimbangan (tawazun =balance) dan keadilan (qist). Di samping tanggung jawab (responsibility) yang akan di hadapkan kepada Tuhan. Lima konsep inilah yang disebut Aksioma dasar etika wirausaha Syariah, yang terdiri atas prinsip-prinsip umum yang terhimpun menjadi satu kesatuan yang terdiri atas konsep-konsep keesaan (tauhid), keseimbangan (equilibrium), kehendak bebas (free will), tanggung jawab (responsibility), dan kebajikan (ihsan).

Sejumlah aksioma dasar etika wirausaha Syariah tersebut sudah menjadi umum dan jelas kebenarannya, serta sudah dikembangkan dan dirumuskan oleh para sarjana muslim. Aksioma-aksioma ini merupakan turunan dari hasil penerjemahan kontemporer akan konsep-konsep fundamental dari nilai moral Syariahi.

Penjelasan aksioma-aksioma tersebut adalah sebagai berikut :[10]

a.  Kesatuan atau Tauhid (Unity)

Tauhid berasal dari kata “wahhada-yuwahiddu-tawhiddan” yang secara harfiah artinya menyatukan, mengesakan atau mengakui bahwa sesuatu itu satu. Tauhid adalah prinsip utama dalam agama Islam dengan ditandainya pembacaan kalimat syahadat bagi seorang muslim yang beriman. Hubungan antar manusia dengan Tuhan pencipta alam semesta. Hubungan ini muncul sebuah konsekuensi penyerahan (islamisasi) dari manusia kepada Tuhan yang akal pikiran, ucapan dan amal. Ketika penyerahan telah dilakakukan oleh seorang manusia terhadap Tuhannya, maka kebebasan yang dia lakukan selalu tetap pada hal yang benar sesuai syariat. Dengan tauhid, konsep ekonomi, sosial dan politik bisa digabungkan dan dilandaskan pada aspek keagamaan.

Dengan mengintegerasikan aspek religius keagamaan dengan aspek  ekonomi akan menimbulkan perasaan dalam diri manusia bahwa ia akan selalu merasa direkam segala aktivitas kehidupannya, termasuk dalam aktivitas berekonomi sehingga dalam melakukan segala aktivitas bisnis tidak akan mudah menyimpang dari segala ketentuan-Nya. Perhatian terus menerus untuk memenuhi kebutuhan etik dan dimotivasi oleh ketauhidan kepada Tuhan Yang Maha Esa akan meningkatklan        kesadaran individu mengenai insting altruistiknya, baik terhadap sesama manusia maupun alam lingkungannya. Ini berarti, konsep tauhid akan memiliki pengaruh yang paling mendalam terhadap seorang muslim.

b.  Keseimbangan (Equilibrium)

Keadilan harus ditegakkan di semua segi kehidupan sosial melalui komitmen dan upaya, yakni melalui perjuangan keras. Hal itu merupakan penyatuan komitmen moral di antara para individu di dalam masyarakat untuk mewujudkan suatu keseimbangan dalam seluruh aspek kehidupan mereka, dan oleh karenanya berbeda dengan konsep mekanis murni yang digunakan ilmu ekonomi positif konvensional, yang menganggap bahwa komitmen etika maupun normatif itu tidak ada, yakni bebas bernilai. Penjelasan bahwa islam menegaskan menuntut tentang keseimbangan atau kesejajaran, tidak hanya mencakup dimana kekuatan- kekuatan ekonomi dan sosial harus benar benar sejajar, namun juga wilayah yang berdampingan dengan hal tersebut, dimana kekuatan-kekuatan itu tidak sejajar, tapi dengan syarat, ada mekanisme yang membuat hal tersebut menjadi sejajar. Yang perlu diperhatikan bahwa prinsip keseimbangan membawa implikasi pada sistem ekonomi Isalam, ini bermakna penghapusan eksploitasi. Naqvi juga berpendapat bahwa distribusi awal kekayaan dan pendapatan haruslah adil karena sistem islam

c.  Kehendak Bebas (Free Will) 

Pada tingkat tertentu, manusia diberikan kehendak bebas untuk mengendalikan kehidupannnya sendiri manakala Allah SWT menurunkannya ke bumi. Dengan tanpa mengabaikan kenyataan bahwa ia sepenuhnya dituntun oleh hukum yang diciptakan Allah SWT, ia diberi kemampuan untuk berpikir dan membuat keputusan, memilih jalan hidup yang diinginkan, dan yang paling penting untuk bertindak berdasarkan aturan yang ia pilih.

d.  Tanggung Jawab (Responsibility)

Wirausahawan muslim haruslah memiliki sifat amanah atau terpercaya dana bertanggung jawab. Dengan sifat amanah wirausaha muslim akan bertanggung jawab atas segala yang dia lakukan dalam hal muamalahnya. Bertanggung jawab dengan selalu menjaga hak-hak manusia dan hak-hak Allah dengan tidak melupakan kewajiban sebagai manusia sosial dan makhluk ciptaan Allah SWT.

f.   Produk yang dijual halam

Komoditi yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti anjing, babi, minuman keras, ekstasi, dsb. Selain itu bisnis dalam bidang jasa diperbolehkan jika dalam jasa yang diberikan tidak merugikan orang lain dan sifatnya membantu dalam hal kebaikan.

g.  Tidak melakukan praktek mal bisnis

Praktek mal bisnis adalah praktek-praktek bisnis yang tidak terpuji karena merugikan pihak lain dan melanggar hukum yang ada. Perilaku yang ada dalam praktek bisnis mal sangat bertentangan dengan nila-nilai yang ada dalam Al-Qur’an.

Referensi :

Bayu. 2016. Etika Wirausaha Syariah. (https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/ekonomi-syariah/etika-wirausaha-syariah diakses pada 26 Maret 2020)

Herdiansyah. Nanda. Skripsi. Implementasi Prinsip dan Etika Bisnis Syariah di Kalangan Pedagang Muslim di Kelurahan Tuban, Bali. 2017. Malang : Uin Malang, hlm 27-35 (https://core.ac.uk/download/pdf/154376019.pdf diakses pada 26 Maret 2020)

Juliyani. Erly Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jurnal Ummul Qura Vol.7 No.1 Maret 2016. (http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/qura/article/download/3081/2218 diakses pada 26 Maret 2020

Karakteristik Wirausaha Syariah. Semarang : UIN Walisongo (http://eprints.walisongo.ac.id/7149/3/BAB%20II.pdf diakses pada 26 Maret 2020)

Konsep Etika Bisnis Islam dalam Wirausaha Home Industri Tahu. Surabaya : UIN Sunan Ampel (http://digilib.uinsby.ac.id/3119/4/Bab%202.pdf diakses pada 26 Maret 2020)

Md. Mutmainnah dan Nursyamsu. Landasan Hukum Islam: Etika Bisnis Syariah dan Faktor Pengembangannya. Jurnal Syariah Vol. 5 No.1 April 2017 (http://ejournal.fiaiunisi.ac.id/index.php/syariah/article/download/138/126 diakses pada 26 Maret 2020)