Makalah Audit Persediaan

 BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

Persediaan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi perusahaan manufaktur ataupun perusahaan dagang. Karena hal ini memang sudah menjadi kegiatan utama dari perusahaan. Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan property lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakup barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi (Agoes,Sukrisno, 2008:205).

Persediaan  merupakan bagian dari aset perusahaan yang pada umumnya nilainya cukup material dan rawan oleh tindakan pencurian ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu, biasanya akun persediaan menjadi salah satu  perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan.

Akun persediaan merupakan akun yang kompleks dan memerlukan pengendalian yang kuat karena persediaan adalah bagian yang utama dalam neraca dan sering kali merupakan perkiraan yang terbesar  yang melibatkan modal kerja. Selain itu persediaan juga sering tersebar di beberapa lokasi yang menyulitkan perhitungan fisik. Untuk penilaian juga sulit karena keusangan  dan perlunya mengalokasikan biaya manufaktur ke dalam persediaan.

Persediaan bagi perusahaan manufaktur merupakan hal yang sangat material karena sebagian modal kerjanya digunakan untuk menghasilkan persediaan. Biaya persediaan  mencakup bahan baku,tenaga kerja langsung, dan overhead manufaktur. Karena persediaan bersifat material bagi kebanyakan perusahaan manufaktur,maka meminjam sejumlah uang dengan menggunakan persediaan sebagai jaminannya sudah menjadi lazim.

Bagi perusahaan yang memiliki gudang persediaan diberbagai tempat dan memiliki persediaan yang merupakan barang konsinyasi dalam guudang penyimpanannya. Selain itu dengan tersebarnya persediaan pada berbagai tempat,memungkinkan terjadinya penggelapan persediaan jika pengendalian intern yang dimiliki perrusahaan tdk dicegah.

Mengingat besarnya risiko yang dapat muncul dalam sistem persediaan maka perusahaan berusaha merancang pengendalian intern yang efektif di setiap sistem persediaannya. Pengendalian intern yang tercpta sangat penting bagi perusahaan yang laporan keuangannya harus diaudit oleh akuntan publik. Pengendalian intern ini selain mempengaruhi keandalan iinformasi juga akan mempengaruhi luasnya lingkup pengujian yang dilakukan oleh akuntan publik khususnya pengujian substantif yang tergantung pada pengendalian  internyang di desain dan diterapkan oleh klien. Selain itu struktur pengendalian intern y yang efektif akan sangat mempengaruhi risiko pengendalian yang harus diterapkan oleh auditor dalam mengaudit laporan keuangan kliennya dan banyak bukti yang harus dikumpulkan serta prosedur pengujian substantif atas saldo perusahaan klien.

           

B.  Rumusan Masalah

Persediaan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi perusahaan manufaktur ataupun perusahaan dagang. Karena hal ini memang sudah menjadi kegiatan utama dari perusahaan. Oleh karena itu, biasanya akun persediaan menjadi salah satu  perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah dari makalah ini adalah

1.     Bagaimana Prosedur Audit Persediaan?

2.     Bagaimana Pengujian Substantif Terhadap Persediaan?

3.     Bagaimana Program Pengujian Substantif Terhadap Saldo Persediaan?

4.     Bagaimana Metode Penilaian Persediaan?

 

C.  Tujuan Penulisan

Berdasarkan  rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah “Untuk menjelaskan secara rinci mengenai prosedur dan langkah-langkah serta hal-hal yang perlu di perhatikan dalam melakukan audit persediaan”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

2.1  Pengertian Audit dan Persediaan

Pengertian Audit

Menurut Aarens and Loebbecke (2000), Audit adalah kegiatan mengumpulkan dan mengevaluasi dari bukti-bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan. Proses audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

R.K Mautz, Husain A Sharaf (1993) mendefinisikan auditing sebagai rangkaian praktek dan prosedur, metode dan teknik, suatu cara yang hanya sedikit butuh penjelasan, deskripsi, rekonsiliasi dan argumen yang biasanya menggumpal sebagai teori.

Selanjutnya Mulyadi dan Kanaka Puradiredja (1998) mendefinisikan auditing adalah proses sistematis yang mempelajari dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

Menurut William F. Meisser, Jr (2003) audit adalah proses yang sistematik dengan tujuan mengevaluasi bukti mengenai mengenai tindakan dan kejadian ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara penugasan  dan kriteria yang telah ditetapkan, hasil dari penugasan tersebut dikomunikasikan kepada pihak pengguna yang berkepentingan.

Pendapat lain menjelaskan auditing merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentan informasi yang dapat diukur tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dapat berupa peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif, anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen, dan prinsip akuntansi yang lazim.[1]

Berdasarkan pengertian di atas audit merupakan proses pemeriksaan yang dilakukan secara sistematik dengan cara mengumpulkan bukti-bukti dan mengevaluasi bukti-bukti tersebut untuk bisa menemukan kenyataan yang sesungguhnya, berdasarkan bukti-bukti tersebut auditor dapat membandingkan antara pernyataan yang di berikan dengan kenyataan yang sesungguhnya sehingga auditor bisa memberikan pendapat (opini).

 

Pengertian Persediaan

Menurut Assauri (2008:237), persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu penggunannya dalam suatu proses produksi.

Kieso, Weygandt, Warfield (2002:443) mengatakan bahwa ” persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual”.

Sedangkan menurut Herjanto (2007:237), persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan  tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.

Berdasarkan pengertian di atas persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari komponen atau langganan setiap waktu.[2]

2.2 Standar Audit

Standar Audit  merupakan ukuran mutu kinerja dari prosedur audit dan berkaitan dengan tujuan yang hendak di capai melalui pengimplementasian prosedur tersebut. Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :

a.     Standar Umum

1.     Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2.     Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

3.     Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

b.     Standar Pekerjaan Lapangan

1.     Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi sebagaimana mestinya.

2.     Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3.     Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

c.     Standar Pelaporan

1.     Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2.     Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

3.     Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4.     Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.[3]

2.3  Audit Persediaan

Audit persediaan adalah merupakan bagian dari aset perusahaan yang pada umumnya nilainya cukup material dan rawan oleh tindakan pencurian ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu akun persediaan, biasanya menjadi salah satu perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan.[4]

Persediaan terdiri dari berbagai bentuk yang berbeda, tergantung pada sifat kegiatan usaha. Audit atas persedian sering kali merupakan bagian audit yang rumit dan memakan banyak waktu, karena:

a.       Pada umunya persediaan merupakan jenis perkiraan yang besar di dalam neraca, dan sering merupakan unsur terbesar dari keseluruhan modal kerja (working capital account)

b.       Persediaan berada pada lokasi yang berbeda, yang menyulitkan pengendalian secara fisik serta penghitungannya

c.       Keanekaragaman jenis persediaan menyebabkan berbagai kesulitan bagi auditor

d.       Penilaian atas persediaan juga selalu menyulitkan karena adanya faktor keuangan dan kebutuhan untuk mengalokasikan biaya-biaya pabrik ke dalam persediaan

e.       Adanya beberapa metode penilaian persediaan yang dapat digunakan, tapi setiap klien tertentu harus menggunakan satu metode secara konsisten dari tahun ke tahun

Sifat dasar audit atas siklus persediaan adalah eratnya hubungan siklus ini dengan siklus-siklus transaksi lain di dalam organisasi tersebut. Hubunganya dengan siklus perolehan dan pembayaran serta siklus penggajian dan personalia dilihat dari pendebitan-pendebitan ke dalam perkiraan bahan baku, tenaga kerja langsung (direct labour), dan overhead pabrik (manufacturing overhead) dalam bentuk-T. Hubungannya dengan sikluspenjualan dan penagihan dapat dilihat dari pengurangan barang jadi dan pembebanan ke harga pokok penjualan.[5]

2.4 Standar Pekerjaan Lapangan Dalam Mengaudit Persediaan

1.     Perencanaan dan Supervisi (SA Seksi 311)[6]

Menurut SA Seksi 311, pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan antara lain :

a)     Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat usaha entitas tersebut

b)    Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut

c)     Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan

d)    Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan

e)     Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit

f)     Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian

g)    Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antarpihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa

h)    Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan.

Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi adalah memberikan instruksi kepada asisten, tetap menjaga penyampaian informasi masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit, mereview pekerjaan yang dilaksanakan, dan menyelesaikan perbedaan pendapat di antara staff audit kantor akuntan.

Para asisten harus diberitahu tanggungjawab mereka dan tujuan prosedur yang mereka laksanakan. Auditor yang bertanggung jawab akhir untuk setiap audit harus mengarahkan asisten untuk mengemukakan pertanyaan akuntansi dan auditing signifikan yang muncul dalam audit, sehingga auditor dapat menetapkan seberapa signifikan masalah tersebut.

 

2.     Pertimbangan atas Pengendalian Intern dalam Audit Laporan Keuangan (SA Seksi 319)

Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini :

a)     Keandalan pelaporan keuangan

b)    Efektivitas dan efisiensi operasi

c)     Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Pengendalian terdiri dari lima komponen yang saling terkait berikut ini :

a)     Lingkungan pengendalian

b)    Penaksiran risiko

c)     Aktivitas pengendalian

d)    Informasi dan komunikasi

e)     Pemantauan.

Lima komponen pengendalian tersebut berlaku dalam audit setiap entitas. Komponen tersebut harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan :

a)     Ukuran entitas

b)    Karakteristik kepemilikan dan organisasi entitas

c)     Sifat bisnis entitas

d)    Keberagaman dan kompleksitas operasi entitas

e)     Metode yang digunakan oleh entitas untuk mengirimkan, mengolah, memelihara, dan mengakses informasi

f)     Penerapan persyaratan hukum dan peraturan

 

3.     Bukti Audit (SA Seksi 326).

Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada.

Namun, jika pengecualian yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai keabsahan bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan, dapat bermanfaat :

a.     Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.

b.     Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang  diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.

c.     Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan dengan yang diperoleh secara tidak langsung.

 

4.     Sediaan (SA Seksi 331)

Jika kuantitas sediaan hanya ditentukan melalui perhitungan fisik, dan semua penghitungan dilakukan pada tanggal neraca atau pada suatu tanggal dalam periode yang tepat, baik sebelum maupun sesudah tanggal neraca, maka perlu bagi auditor untuk hadir pada saat penghitungan fisik sediaan dan melalui pengamatan, pengujian dan permintaan keterangan memadai, untuk meyakinkan dirinya tentang efektivitas metode penghitungan fisik sediaan dan mengukur keandalan yang dapat diletakkan atas representasi klien tentang kuantitas dan kondisi fisik sediaan.

Jika sediaan berada di tangan gudang umum atau disimpan di tangan pihak lain, auditor biasanya akan memperoleh konfirmasi langsung secara tertulis dari pengelola tempat penyimpanan tersebut. Jika sediaan tersebut merupakan jumlah yang signifikan dalam aktiva lancar atau total aktiva, maka untuk memperoleh keyakinan memadai atas keberadaannya, auditor harus menerapkan satu atau lebih prosedur berikut ini, jika dipandang perlu sesuai dengan kondisi yang dihadapinya.

a.     Menguji prosedur yang digunakan oleh pemilik barang untuk menyelidiki operator gudang dan penilaian kinerja operator gudang.

b.     Memperoleh laporan auditor independen atas prosedur pengawasan yang digunakan oleh operator gudang yang berhubungan dengan penyimpanan barang dan jika dimungkinkan, atas tanda terima gudang yang digadaikan oleh klien sebagai jaminan penarikan utang, atau menerapkan prosedur alternatif di gudang untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa informasi yang diterima dari operator gudang dapat diandalkan.

c.     Melakukan pengamatan terhadap penghitungan fisik barang, jika dapat dilaksanakan dan beralasan.

d.     Jika tanda terima barang gudang telah digadaikan oleh klien sebagai jaminan utang, maka auditor perlu mendapatkan konfirmasi dari kreditur yang bersangkutan mengenai tanda terima gudang yang digadaikan tersebut.

 

5.     Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit (SA Seksi 312)

Menurut SA Seksi 312, risiko audit dan materialitas bersama dengan hal-hal lain perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.

Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, risiko audit terdiri dari :

1.     Risiko Bawaanadalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait.

2.     Risiko Pengendalianadalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.

3.     Risiko Deteksiadalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi.Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Risiko bawaan dan risiko pengendalian ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri.

 

6.     Komunikasi antara Auditor Pendahulu dengan Auditor Pengganti (SA Seksi 315)

Auditor pendahulu adalah auditor yang telah melaporkan laporan keuangan auditan terkini atau telah mengadakan perikatan untuk melaksanakan namun belum menyelesaikan audit laporan keuangan kemudian dan telah mengundurkan diri, bertahan untuk menunggu penunjukkan kembali, atau telah diberitahu bahwa  jasanya telah, atau mungkin akan, dihentikan.Auditor pengganti adalah auditor yang sedang mempertimbangkan untuk menerima perikatan untuk mengaudit laporan keuangan, namun belum melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu.

Permintaan keterangan kepada auditor pendahulu merupakan suatu prosedur yang perlu dilaksanakan, karena mungkin auditor pendahulu dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada auditor pengganti dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakan perikatan.Auditor pengganti harus meminta klien agar memberikan izin kepada auditor pendahulu untuk memperbolehkan auditor pengganti melakukan review atas kertas kerja auditor pendahulu.Review yang dilakukan oleh auditor pengganti terhadap kertas kerja auditor pendahulu dapat berpengaruh terhadap sifat, saat, dan luasnya prosedur auditor pengganti yang berkaitan dengan saldo awal dan konsistensi prinsip akuntansi.

7.     Pemahaman atas Bisnis Klien (SA Seksi 318)

Dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, auditor harus memperoleh pengetahuan tentang bisnis yang cukup untuk memungkinkan auditor mengidentifikasi dan memahami peristiwa, transaksi, dan praktik, yang menurut pertimbangan auditor, kemungkinan berdampak signifikan atas laporan keuangan atau atas laporan audit. Pemahaman tentang bisnis dan penggunaan informasi dapat membantu auditor dalam :

a.     Penaksiran risiko dan identifikasi masalah.

b.     Perencanaan dan pelaksanaan audit secara efektif dan efisien.

c.     Evaluasi bukti audit.

d.     Penyediaan jasa yang lebih baik bagi klien.

8.     Kertas Kerja (SA Seksi 339)

Kertas kerja berfungsi untuk :

a.     Menyediakan bagi penunjang utama bagi laporan auditor, termasuk representasi tentang pengamatan atas standar pekerjaan lapangan, yang tersirat ditunjukkan dalam laporan auditor dengan disebutkannya frasa ”berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”.

b.     Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit.

Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan :

a.     Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menunjukkan diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama.

b.     Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.

c.     Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompetenyang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menunjukkan diamatinya standar pekerjaan lapangan ketiga.

9.     Komunikasi dengan Manajemen (SA Seksi 360)

Selama berlangsungnya audit, auditor melakukan pembicaraan dengan manajemen mengenai berbagai hal yang mencakup berikut ini :

·       Pemahaman atas bisnis klien.

·       Rencana audit.

·       Dampak perundangan atau standar profesional atas audit.

·       Informasi yang diperlukan untuk menentukan risiko audit.

·       Penjelasan, bukti, dan representasi dari manajemen atau dari tingkat yang lebih rendah dalam organisasi.

·       Pengamatan dan saran yang dihasilkan dari audit tentang hal-hal efisiensi operasional atau administratif, strategi bisnis, dan unsur lain yang menarik perhatian.

·       Informasi yang tidak diaudit yang diinginkan oleh manajemen untuk dipublikasikan dengan laporan keuangan auditan yang menurut pertimbangan auditor tidak konsisten atau tampak menyesatkan pembaca.

2.5 Tujuan Audit Persediaan

a.     Untuk memeriksa apakah ada internal control yang cukup baik atas persediaan

b.     Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca

c.     Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia

d.     Untuk memeriksa apakah system pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia

e.     Untuk memeriksa apakah terhadap barang-barang yang rusak (defective), bergerak lambat (slow moving), dan ketinggalan mode (absolescene) sudah dibuatkan allowance yang cukup

f.      Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijaminkan kredit

g.     Untuk mengetahui apakah ada persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan yang cukup

h.     Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan

i.      Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (Agoes,Sukrisno,2008:206)[7]

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

3.1  Prosedur Audit Persediaan

1.     Lakukan Stock Opname

Stock opname dilakukan terutama untuk persediaan yang berada di gudang perusahaan, Untuk barang consignment out dan barang-barang yang tersimpan di public warehouse jika jumlahnya material harus dilakukan stock opname, jika tidak material, cukup dikirim konfirmasi. Stock opname bisa dilakukan pada akhir tahun atau beberapa waktu sebelum/ sesudah akhir tahun.

2.     Lakukan Observasi atas Stock Opname

Amati kembali hasil perhitungan fisik persediaan (stock Opname) yang dilakukan. Cek Final Inventory List (Inventory Compilation) dan lakukan prosedur pemeriksaan berikut ini:

·       check mathematical accuracy (penjumlahan dan perkalian).

·       cocokkan “quantity per book” dengan kartu stok (persediaan).

·       cocokkan “quantity per count dengan “count sheet kita (auditor).

·       cocokkan “total value” dengan buku besar persediaan.

·       Kirimkan konfirmasi untuk persediaan consignment out.

3.     Lakukan Peninjauan ulang terhadap Konsep Persediaan

1.     Periksa unit price dari persediaan

2.     Periksa ada tidaknya barang-barang yang rusak,dipakai dan hilang.

3.     Periksa cut-off penjualan dan cut-off pembelian.

4.     Lakukan rekonsiliasi jika stock opname dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah tanggal neraca.

4.     Buatkan Laporan Hasil akhir Stock Opname

Buat kesimpulan dari hasil pemeriksaan persediaan dan buat usulan adjustment jika diperlukan.

5.     Adjustment Persediaan

Lakukan penyesuaian persediaan dari usulan yang di ajukan dan tentukan kebijakan penyesuaian persediaan dari hasil stock opname yang akan dilakukan.

6.     Periksa apakah penyajian persediaan di laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK

Agar proses Audit Persediaan di perusahaan anda berjalan dengan baik, perlu internal control yang baik pula atas persediaan, berikut ciri ciri internal control yang baik:

1.     Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara bagial pembelian, penerimaan barang, gudang, akuntansi dan keuangan.

2.     Digunakannya formulir-formulir yang bernomor urut tercetak, seperti:

·       purchase requisition (permintaan pembelian), purchase order (order pembelian)

·       delivery order (surat jalan), receiving report (laporan penerimaan barang), sales order (order penjualan), sates invoice (faktur penjualan).

3.     Adanya sistem otorisasi, baik untuk pembelian, penjualan, penerimaan kas/bank, maupun pengeluaran kas/bank.

4.     Digunakannya anggaran {budget) untuk pembelian, produksi, penjualan, dan penerimaan serta pengeluaran kas.[8]

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa audit persediaan di perusahaan dagang mampu memberikan manfaat yang begitu besar bagi perusahaan untuk mengurangi resiko terjadinya selisih, kehilangan, mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecurangan dan memastikan bahwa prosedur telah dilakukan dengan baik. Diperlukan pengelolahan dan pemeriksaan yang memadai terhadap persediaan barang dagang, agar kita tetap bisa bersaing di tengah kompetisi yang hebat.

3.2  Pengujian Substantif Terhadap Persediaan

  Pengujian substantif adalah prosedur-prosedur audit yang didesain untuk menguji kesalahan dalam nilai rupiah yang mempengaruhi langsung kebenaran dari saldo-saldo dalam laporan keuangan. Salah saji (monetary misstatement) seperti itu adalah indikasi yang jelas dari salah saji dari akun-akun.[9]

Tujuan pengujian substantif  terhadap persediaan adalah:

1.     Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan persediaan

Sebelum auditor melakukan pengujian substantif terhadap kewajaran saldo persediaan yang dicantumkan di neraca, ia harus memperoleh keyakinan mengenai ketelitian dan keandalan catatan akuntansi yang mendukung informasi persediaan yang disajikan di neraca. Untuk itu auditor melakukan rekonsiliasi antara saldo persediaan yang dicantumkan di neraca dengan akun persediaan di buku besar dan selanjutnya ke jurnal pembelian atau register bukti kas keluar (jika klien menggunakan voucher system dengan basis waktu), jurnal pengeluaran kas atau check register (jika klien menggunakan voucher system dengan basis tunai), jurnal pemakaian bahan baku, jurnal umum, dan ke buku pembantu persediaan.

2.     Membuktikan asersi keberadaan persediaan yang dicantumkan di neraca dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan persediaan.

Dalam pengujian substantif terhadap aktiva pada umumnya, pengujian ditujukan untuk membuktikan apakah aktiva yang dicantumkan di neraca sesuai dengan aktiva sesungguhnya yang dimiliki oleh klien. Untuk tujuan ini, auditor melakukan berbagai prosedur audit guna membuktikan eksistensi aktiva yang bersangkutan dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan aktiva tersebut, membuktikan kelengkapan aktiva yang disajikan di neraca dan transaksi yang berkaitan dengan aktiva tersebut, membuktikan kepemilikan atas aktiva tersebut, membuktikan kewajaran penilaian aktiva tersebut pada tanggal neraca, membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tersebut di dalam laporan keuangan. Dalam hubungannya dengan pengujian substantif terhadap persediaan, salah satu tujuan auditnya adalah untuk membuktikan asersi keberadaan secliaan yang dicantumkan di neraca dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan persediaan. Untuk membuktikan asersi tersebut, auditor melakukan pengujian substantif berikut ini:

·       Prosedur analitik

·       Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan persediaan.

·       Pengujian pisah batas transaksi yang berkaitan dengan persediaan.

·       Pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan.

·       Konfirmasi persediaan yang berada di tallgan pihak luar.

3.     Membuktikan asersi kelengkapan transaksi yang berkaitan dengan persediaan yang dicatat dalam catatan akuntansi dan kelengkapan saldo persediaan yang disajikan di neraca.

Untuk membuktikan bahwa saldo persediaan yang dicantumkan di neraca mencakup semua persediaan pada tanggal neraca dan mencakup semua transaksi yang berkaitan dengan persediaan dalam tahun yang diaudit, auditor melakukan berbagai pengujian substantif berikut ini:

·       Pengujian analitik.

·       Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan persediaan.

·       Pengujian pisah batas transaksi yang berkaitan dengan persediaan.

·       Pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan.

·       Konfirmasi persediaan yang berada di tangan pihak luar.

Transaksi yang berkaitan dengan timbul dan berkurangnya persediaan mempunyai pe­ngaruh yang langsung terhadap perhitungan saldo persediaan pada tanggal neraca, sehingga ketidaktepatan dalam penetapan pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan persediaan akan berdampak langsung terhadap perhitungan saldo akun persediaan dan kos barang yang dijual (cost of goods sold). Oleh karena itu, salah satu pengujian substantif untuk membuktikan asersi kelengkapan persediaan adalah pemeriksaan terhadap ketepatan pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan persediaan.

4.     Membuktikan asersi hak kepemilikan klien atas persediaan yang dicantumkan di neraca.

Persediaan yang ada pada tanggal neraca belum tentu merupakan hak milik klien, karena persediaan yang ada di tangan klien merupakan barang titipan perusahaan lain atau digadaikan sebagai jaminan penarikan utang. Untuk membuktikan asersi hak kepemilikan klien atas persediaan yang dicantumkan di neraca, auditor melakukan pengujian substantif berikut ini:

·       Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan persediaan.

·       Pengujian pisah batas transaksi yang berkaitan dengan persediaan.

·       Konfirmasi persediaan yang berada di tangan pihak luar.

·       Pemeriksaan perjanjian konsinyasi.

5.     Membuktikan asersi penilaian persediaan yang dicantumkan di neraca.

Seperti tersebut dalam prinsip akuntansi berlaku umum dalam penyajian persediaan di neraca, persediaan harus disajikan di neraca pada nilainya pada tanggal neraca. Nilai persediaan yang disajikan di neraca harus dipilih di antara mana yang lebih rendah antara kos dengan harga pasar persediaan tersebut pada tanggal neraca. Oleh karena itu, salah satu tujuan pengujian substantif persediaan adalah membuktikan kewajaran inventory costing dan inverrtoly pricing yang digunakan oleh klien dalam mencantumkan nilai persediaan di neraca. Untuk membuktikan asersi penilaian persediaan yang dicantumkan di neraca, auditor melakukan pengujian substantif berikut ini:

·       Pengujian analitik.

·       Pemeriksaan bukti pendukung transaksi yang berkaitan dengan persediaan.

·       Pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan.

·       Permintaan informasi mengenai metode penilaian persediaan yang digunakan oleh klien.

·       Pemeriksaan kesesuaian kos per satuan persediaan dengan prinsip akuntansi berlaku umum.

·       Pemeriksaan catatan pendukung yang berkaitan dengan data kos per satuan persediaan.

·       Pelaksanaan gross-profit test.

·       Meminta surat representasi persediaan dari klien.

6.     Membuktikan asersi penyajian dan pengungkapan persediaan di neraca.

Penyajian unsur­unsur laporan keuangan dan pengungkapannya harus didasarkan pada prinsip akuntansi berlaku umum. Pengujian substantif terhadap persediaan diarahkan untuk mencapai salah satu tujuan membuktikan apakah unsur persediaan telah disajikan dan diungkapkan oleh klien di neracanya sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Untuk membuktikan asersi penyajian dan pengungkapan persediaan yang dicantumkan di neraca, auditor melakukan pengujian substantif berikut ini:

·       Pemeriksaan terhadap perjanjian konsinyasi.

·       Pemeriksaan penggolongan persediaan dalam neraca.

·       Pemeriksaan pengungkapan persediaan di neraca.

Rerangka tujuan pengujian substantif terhadap persediaan dilukiskan pada Gambar berikut :

3.3  Program Pengujian Substantif Terhadap Saldo Persediaan

Program pengujian substantif terhadap persediaan berisi prosedur audit yang dirancang untuk mencapai tujuan audit. Adapun prosedur nya,yaitu :

1.     Prosedur Audit Awal

Sebelum membuktikan apakah saldo persediaan yang dicantumkan oleh klien di neracanya sesuai dengan persediaan yang benar-benar ada pada tanggal neraca, auditor melakukan rekonsiliasi antara informasi persediaan yang dicantumkan di neraca dengan catatan akuntansi yang mendukungnya.

Rekonsiliasi ini perlu dilakukan agar auditor memperoleh keyakinan bahwa informasi persediaan yang dicantumkan di neraca didukung dengan catatan akuntansi yang dapat dipercaya.

Oleh karena itu, auditor melakukan 5 prosedur audit berikut ini dalam melakukan rekonsiliasi informasi persediaan di neraca dengan catatan akuntansi yang bersangkutan:

a.     Usut saldo persediaan yang tercantum di neraca ke saldo akun Persediaan yang bersangkutan di dalam buku besar.

Untuk memperoleh keyakinan bahwa saldo persediaan yang tercantum di neraca didukung dengan catatan akuntansi yang dapat dipercaya kebenaran mekanisme pencatatannya, maka saldo persediaan yang dicantumkan di neraca diusut ke akun buku besar berikut ini:

·       Persediaan Bahan Baku

Akun ini digunakan untuk menampung transaksi pembelian bahan baku, retur pembelian, transaksi pemakaian bahan baku, retur bahan baku ke gudang, dan adjustment hasil penghitungan fisik persediaan.

·       Persediaan Produk dalam Proses

Akun ini digunakan untuk mencatat kos produk dalam proses pada tanggal neraca.

·       Persediaan Produk Jadi

Akun ini digunakan untuk mencatat kos produk jadi yang ditransfer dari Bagian Produksi ke Bagian Gudang, kos produk jadi yang dikirim ke pembeli, dan adjustment hasil penghitungan fisik persediaan.

·       Persediaan Suku Cadang

Rekening ini digunakan untuk mencatat transaksi pembelian dan pemakaian suku cadang, serta adjustment hasil penghitungan fisik persediaan

·       Persediaan Bahan Habis Pakai Pabrik (Factory Supplies)

Akun ini digunakan untuk mencatat transaksi pembelian dan pemakaian bahan habis pakai pabrik (seperti minyak pelumas) serta adjustment hasil penghitungan fisik persediaan.

b.     Hitung kembali saldo akun Persediaan di buku besar.

Untuk memperoleh keyakin­an mengenai ketelitian penghitungan saldo akun persediaan, auditor menghitung kembali saldo akun persediaan, dengan cara menambah saldo awal dengan jumlah pendebitan dan mengurangnya dengan jumlah pengkreditan tiap-tiap akun kontrol tersebut.

c.     Usut saldo awal akun Persediaan ke kertas kerja tahun yang lalu.

Sebelum auditor melakukan pengujian terhadap transaksi rinci yang menyangkut akun Persediaan, ia perlu memperoleh keyakinan atas kebenaran saldo awal kedua akun tersebut. Untuk mencapai tujuan ini, auditor melakukan pengusutan saldo awal akun Persediaan ke kertas kerja tahun yang lalu. Kertas kerja tahun lalu dapat menyediakan informasi tentang berbagai koreksi yang diajukan oleh auditor dalam audit tahun yang lalu, sehingga auditor dapat meng­evaluasi tindak lanjut yang telah ditempuh oleh klien dalam menanggapi koreksi yang diajukan oleh auditor tersebut.

d.     Usut posting pendebitan dan pengkreditan akun Persediaan ke jurnal yang bersangkutan.

Pendebitan di dalam berbagai akun persediaan tersebut kemudian diusut ke jurnal pembelian (atau register bukti kas keluar), atau ke jurnal pengeluaran kas (atau check register), dan pengkreditan ke akun tersebut diusut ke jurnal pemakaian bahan baku dan jurnal umum untuk memperoleh keyakinan bahwa mutasi penambahan dan pengurangan persediaan berasal dari jurnal-jurnal yang bersangkutan.

e.     Lakukan rekonsiliasi buku pembantu Persediaan dengan akun kontrol Persediaan di buku besar.

Saldo akun kontrol Sedlaan dl dalam buku besar tersebut kemudian dicocokkan dengan jumlah saldo akun pembantu persediaan yang bersangkutan untuk memperoleh keyakinan bahwa catatan akuntansi klien yang bersangkutan dengan persediaan dapat dipercaya ketelitiannya.

2.     Prosedur Analitik

Prosedur analitik ini merupakan pengecekan secara menyeluruh mengenai kewajaran persediaan yang disajikan di neraca. Dalam prosedur ini, auditor menghitung berbagai ratio yang bersangkutan dengan persediaan, misalnya tingkat perputaran berbagai kelompok persediaan, dan jika terdapat fluktuasi ratio tertentu dari ratio tahun sebelumnya, auditor berkewajiban mendapatkan penjelasan mengenai penyebab terjadinya fluktuasi ratio tersebut. Hubungan antara tingkat perputaran persediaan, tingkat persediaan pada tanggal neraca, dan volume penjualan semuanya harus mendukung pengujian-pengujian substantif yang telah dilakukan oleh auditor.

Ratio berikut ini seringkali digunakan oleh auditor dalam pengujian analitik terhadap persediaan:

Ratio

Formula

1.   Tingkat perputaran persediaan

            Persediaan produk jadi

            Persediaan produk dalam proses

            Persediaan bahan baku

            Persediaan barang dagangan

 

2.     Ratio persediaan dengan aktiva lancar

 

3.     Ratio laba bruto dengan hasil penjualan

 

Kos produk yang dijual : Rata-rata saldo persediaan produk jadi

Kos produksi : Rata-rata saldo persediaan produk dalam proses

Biaya bahan baku : Rata-rata saldo persediaan bahan baku

Kos produk yang dijual : Rata-rata saldo persediaan barang dagangan

 

Persediaan : Aktiva lancar

 

Laba bruto : hasil penjualan bersih

 

Berbagai ratio tersebut jika dihitung oleh auditor dan kemudian dibandingkan dengan angka harapan (ratio yang sama dari data masa lalu, data industri, jumlah yang dianggarkan, atau data lain) akan dapat memberikan indikasi bagi auditor ke fokus mana perhatian auditor perlu diarahkan dalam pelaksanaan pengujian transaksi rinci dan saldo akun rinci. Misalnya, kenaikan tingkat persediaan produk jadi yang tidak disertai dengan kenaikan pembe­lian, produksi, dan penjualan mungkin sebagai akibat dari salah saji yang berkaitan dengan keberadaan dan penilaian persediaan produk jadi.

3.     Pengujian terhadap Transaksi Rinci

a.     Pengujian Pisah Batas Transaksi yang Berkaitan dengan Persediaan

Verifikasi pisah batas dimaksudkan untuk membuktikan apakah klien menggunakan pisah batas yang konsisten dalam memperhitungkan transaksi pembelian, penjualan, dan pemakaian persediaan yang termasuk dalam tahun yang diaudit dibanding dengan tahun sebelumnya.

Jika klien tidak menggunakan tanggal pisah batas yang konsisten, akibatnya adalah transaksi pembelian, penjualan, dan pemakaian persediaan yang seharusnya diakui sebagai pendapatan atau biaya dalam tahun berikutnya, dicatat oleh klien sebagai penda­patan atau biaya dalam tahun yang diaudit.

Di lain pihak, transaksi pembelian, penjualan, dan pemakaian dalam tahun yang diaudit dapat diakui oleh klien sebagai pendapatan atau biaya tahun berikutnya. Dengan demikian, jika klien tidak konsisten dalam menggunakan tanggal pisah batas, perhitungan rugi laba tahun yang diaudit akan terpengaruh langsung. Oleh karena itu, auditor melakukan pemeriksaan terhadap transaksi pembelian, penjualan, dan pemakaian persediaan dalam beberapa minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca, untuk menentukan perlakuan yang tepat terhadap pengakuan pendapatan dan biaya.

4.     Pengujian terhadap saldo akun rinci

a.     Pengamatan terhadap pengujian fisik persediaan

Penghitungan fisik persediaan merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh klien untuk menjamin ketelitian data persediaan yang dicatat di dalam catatan akuntansinya. Biasa­nya karena penyimpanan di gudang, persediaan mengalami perubahan kondisi fisiknya, rusak, atau kemungkinan hilang karena dicuri. Oleh karena itu, secara periodik klien harus menye­lenggarakan penghitungan fisik persediaan yang disimpan di gudang untuk menyesuaikan data persediaan di dalam catatan akuntansinya dengan keadaan fisik persediaan yang ada di gudang. Prosedur audit ini dilaksanakan oleh auditor dengan dua tujuan:

·       untuk menguji efektif atau tidaknya struktur pengendalian intern terhadap persediaan dan

·       untuk menguji kewajaran informasi persediaan yang dicantumkan di neraca.

Oleh karena itu, pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan disebut dengan Dual Purpose Test, yaitu pengujian yang mempunyai tujuan ganda seperti tersebut di atas. Pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan dalam pengujian substantif ini bertujuan untuk membuktikan bahwa klien telah mengadjust catatan akuntansinya berdasarkan data hasil penghitungan fisik persediaan yang andal.

Dalam prosedur pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan ini, auditor mela­kukan kegiatan berikut ini:

·       Melakukan hitung uji (test count) terhadap penghitungan fisik yang dilakukan oleh klien. Penghitungan uji ini dilakukan untuk mengecek ketelitian penghitungan fisik yang dilakukan oleh klien.

·       Melakukan compilation test, yaitu pengujian penyalinan data di dalam kartu penghitung­an fisik (inventory tags) ke dalam daftar hasil penghitungan fisik (inventory summary sheets). Prosedur audit ini dimaksudkan untuk mengecek ketelitian penyalinan data dari kartu penghitungan fisik ke dalam daftar hasil penghitungan fisik.

·       Melakukan pricing test, yaitu pengujian pencantuman kos per satuan setiap jenis persediaan yang dicantumkan di dalam daftar hasil penghitungan fisik dan perkalian kos per satuan tersebut dengan kuantitas hasil penghitungan fisik persediaan. Prosedur audit ini dimaksudkan untuk mengecek ketelitian pencantuman harga per satuan dan hasil perkalian kos per satuan tersebut dengan kuantitas persediaan yang dicantumkan di dalam daftar hasil penghitungan fisik.

·       Melakukan adjustment test, yaitu pengujian adjustment yang dilakukan oleh klien terhadap data persediaan di dalam kartu persediaan atas dasar data yang tercantum di dalam daftar hasil penghitungan fisik. Prosedur audit ini dimaksudkan untuk mengecek apa­kah catatan akuntansi persediaan telah di-adjust dengan data yang benar dari hasil penghi­tungan fisik persediaan.

b.     Periksa instruksi tertulis mengenai perhitungan fisik persediaan

Instruksi tertulis mengenai penghitungan fisik persediaan sebaiknya disusun bersama antara klien dengan auditor independen, sehingga jika instruksi tersebut digunakan untuk melaksanakan peng­hitungan fisik persediaan, tidak terjadi pengajuan keberatan-keberatan oleh auditor karena pertimbangan ketelitian dan keandalan prosedur penghitungan atas persediaan. Auditor harus memeriksa instruksi tertulis yang dibuat oleh klien untuk memperoleh keyakinan mengenai ketelitian dan keandalan data hasil penghitungan fisik persediaan.

c.     Kirimkan Surat Konfirmasi Persediaan yang Disimpan di Gudang Pihak Luar

Adakalanya klien memiliki persediaan yang disimpan di gudang luar, di bawah wewenang penyimpanan perusahaan lain. Untuk memperoleh keyakinan tentang eksistensi persediaan klien yang disimpan di gudang luar, auditor perlu mengirimkan surat konfirmasi kepada perusahaan yang menyimpan persediaan tersebut. Prosedur audit ini ditujukan untuk membuktikan asersi berikut ini:

·       Keberadaan dan keterjadian.

·       Kelengkapan.

·       Hak kepemilikan.         

Persediaan yang dicantumkan di neraca perlu diverifikasi hak kepemilikannya, karena adakalanya di gudang klien terdapat persediaan yang merupakan barang titipan milik perusa­haan lain, atau terdapat persediaan klien yang dititipkan kepada perusahaan lain sebagai barang konsinyasi, atau persediaan klien yang dicantumkan di neraca telah digadaikan dalam penarikan utang. Untuk memverifikasi hak pemilikan klien terhadap persediaan yang disajikan di neraca, auditor melakukan pemeriksaan terhadap dokumen pendukung pemerolehan persediaan, meminta informasi dari klien mengenai barang titipan milik perusahaan lain yang ada di tangan klien dan barang konsinyasi klien yang dititipkan perusahaan lain, serta meminta informasi dari klien mengenai persediaan yang dijaminkan dalam penarikan utang.

d.     Mintalah informasi mengenai barang-barang klien yang dijual secara konsinyasi dan barang-barang titipan yang ada di tangan klien

Informasi mengenai barang titipan milik perusahaan lain yang ada di tangan klien dan barang milik klien yang dititipkan perusahaan lain sebagai barang konsinyasi dapat diperoleh auditor dengan cara mewawancarai manajer bagian pemasaran dan memeriksa arsip korespondensi antara klien dengan perusahaan yang menitipkan barang kepada klien dan perusahaan yang dititipi barang oleh klien. Laporan penjualan barang konsinyasi yang diterima oleh klien dari perusahaan yang dititipi barang merupakan sumber informasi untuk mengetahui persediaan klien yang berada di tangan perusahaan lain. Copy laporan penjualan barang titipan yang dibuat oleh klien untuk perusahaan yang menitipkan barang merupakan sumber informasi untuk mengetahui persediaan yang ada di tangan klien namun bukan merupakan milik klien.

e.     Mintalah informasi mengenai persediaan yang dijadikan jaminan penarikan utang.

Informasi mengenai persediaan klien yang dijaminkan dalam penarikan utang dapat diperoleh auditor dengan cara mewawancarai manajer keuangan dan mereview jawaban konfirmasi dari bank.

f.      Lakukan Pengujian terhadap Penilaian Persediaan

Menurut prinsip akuntansi berlaku umum persediaan harus disajikan di neraca sebesar nilainya yang lebih rendah di antara nilai pasar dan kosnya pada tanggal neraca. Oleh karena itu, pengujian terhadap penilaian persediaan dimaksudkan untuk menilai kewajaran penentuan nilai pasar dan kos persediaan pada tanggal neraca.

5.     Penyajian pengungkapan dan verifikasi

1)    Periksa kesesuaian kos per satuan persediaan dengan prinsip akuntansi berlaku umum.

Prinsip akuntansi berlaku umum mengharuskan jika persediaan dinyatakan pada kosnya, nilai pasarnya pada tanggal neraca harus dicantumkan di dalam tanda kurung, dan jika persediaan diturunkan nilainya pada harga pasarnya, kosnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung. Oleh karena itu, auditor perlu memperoleh informasi mengenai metode penentuan kos persediaan (inventory costing method) yang digunakan oleh klien dan menilainya apakah metode penentuan kos persediaan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum.

Metode penentuan kos persediaan yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum adalah:

a.     Metode identifikasi khusus (Special identification method);

b.     Metode kos rata-rata (Average method);

c.     Metode masuk pertama keluar pertama (FIFO); dan

d.     Metode masuk terakhir keluar pertama (LIFO).

2)    Periksa catatan pendukung yang bersangkutan dengan data kos per satuan persediaan

Untuk persediaan bahan baku, persediaan suku cadang, dan persediaan bahan habis pakai pabrik, data kos per satuan dapat diverifikasi oleh auditor dengan memeriksa kartu persediaan yang bersangkutan.

Untuk persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi, data kos per satuannya dapat diverifikasi oleh auditor dengan memeriksa kartu persediaan dan kartu kos produk yang bersangkutan (jika perusahaan menggunakan metode kos pesanan/job order cost method) atau ke laporan kos produksi (jika perusahaan menggunakan metode kos proses/process cost method).

3)    Bandingkan laba bruto tahun yang di audit dengan laba bruto tahun sebelumnya 

Pembandingan laba bruto tahun yang diaudit dengan laba bruto tahun sebelumnya digunakan sebagai dasar untuk menilai kewajaran nilai persediaan barang dagangan dengan menggunakan metode laba bruto (gross profit method).

Sebagai contoh, misalnya rata-rata persentase laba bruto tahun yang lalu sebesar 30%. Jika diketahui persediaan awal tahun yang diaudit sebesar Rp 60.000.000, pembelian dalam tahun yang diaudit sebesar Rp 200.000.000, dan hasil penjualan dalam tahun tersebut Rp 280.000.000, maka persediaan barang dagangan pada akhir tahun dapat diperkirakan seperti tercantum pada Gross Profit Test berikut ini :

Persediaan awal (pada kosnya)                   Rp   60.000.000,-

Pembelian (pada kosnya)                            Rp 200.000.000,-

Barang tersedia untuk dijual                                                          Rp 260.000.000,-

 

Hasil penjualan (pada harga pasar/jual)      Rp 280.000.000,-

Dikurangi laba bruto: 30% x Rp 280.000.000                                                                     Rp   84.000.000,- (-)

Hasil penjualan (pada kosnya)                                                       Rp 196.000.000,- (-)

 

Taksiran persediaan akhir (pada kosnya)                                      Rp   64.000.000,-

 

Angka taksiran persediaan akhir tersebut kemudian dibandingkan dengan angka persediaan yang dicantumkan oleh klien di neracanya untuk menilai kewajaran penilaiannya.

4)    Lakukan pengamatan terhadap unsur persediaan yang rusak

Persediaan yang rusak akan mengurangi nilai persediaan yang disajikan di neraca. Oleh karena itu, pada waktu melakukan pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan klien, auditor perlu melakukan peng­amatan terhadap kondisi fisik persediaan.

5)    Hitung tingkat perputaran persediaan dan bandingkan dengan tingkat perputaran persediaan tahun  sebelumnya

Informasi mengenai tingkat perputaran persediaan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu persediaan lambat dalam proses penjualan atau pemakaiannya dalam kegiatan perusahaan. Auditor perlu menghitung tingkat perputaran semua kelompok persediaan dan membandingkan hasil perhitungannya tersebut dengan tingkat perputaran persediaan tahun sebelumnya.

                                                    Biaya Bahan Baku setahun

Inventory turnover bahan baku = ---------------------------------------

                                                    Persediaan rata-rata setahun

 

                                                    HPP setahun

Inventory turnover barang jadi = ------------------------------------------

                                                    Persediaan rata-rata setahun

 

Menghitung kecepatan peredarannya yaitu dengan membagi 365 hari : inventory turnover

 

6)    Lakukan pengamatan terhadap persediaan yang lambat pemakiannya atau penjualannya

Persediaan yang lambat penjualan dan pemakaiannya akan mempunyai nilai yang berkurang dari kos pemerolehannya. Oleh karena itu, dalam pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan auditor melakukan pengamatan terhadap barang-barang yang lambat penjualannya dan pemakaiannya.

7)    Mintalah suyrat representasi persediaan dari klien

Surat representasi digunakan oleh auditor untuk menyadarkan klien bahwa tanggung jawab atas kewajaran informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan berada di tangan klien, bukan di tangan auditor. Surat representasi persediaan berisi pernyataan klien mengenai persediaan yang di sajikan di neraca.

8)   Pemeriksaan Penyajian dan Pengungkapan Persediaan di Neraca

Di atas sudah dicantumkan 7 butir prinsip akuntansi berlaku umum dalam penyajian unsur persediaan di neraca. Atas dasar prinsip akuntansi berlaku umum tersebut, auditor melakukan verifikasi penyajian persediaan di neraca dengan cara:

a)     memeriksa klasifikasi persediaan di neraca,

b)    memeriksa penjelasan yang bersangkutan dengan persediaan, dan

c)     melakukan analytical review terhadap persediaan.

a)   PERIKSA KLASIFIKASI PERSEDIAAN DI NERACA.

Menurut prinsip akuntansi berlaku umum, jika jumlahnya material, persediaan dalam perusahaan manufaktur harus disajikan menurut unsur-­unsur utama persediaan: produk jadi, produk dalam proses, bahan baku, suku cadang, dan bahan habis pakai pabrik. Urutan penyajian unsur utama persediaan tersebut didasarkan pada urutan likuiditasnya. Auditor harus memeriksa apakah klien telah melakukan klasifikasi persediaan di neracanya sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum tersebut.

b)   PERIKSA PENGUNGKAPAN YANG BERSANGKUTAN DENGAN PERSEDIAAN.

          Dalam prinsip akuntansi berlaku umum, klien diharuskan menjelaskan di dalam laporan keuangannya mengenai metode penentuan kos dan metode penilaian yang digunakan dalam menyajikan persediaan di neraca. Begitu juga klien diharuskan mencantumkan penjelasan yang lengkap jika persediaannya digadaikan dalam penarikan utang dan jika klien mempunyai komitmen pembelian yang material dan bersifat luar biasa. Auditor harus memeriksa apakah klien telah cukup mencantumkan penjelasan yang berkaitan dengan persediaan di dalam laporan keuangannya sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum tersebut.

c)    LAKUKAN ANALYTICAL REVIEW TERHADAP PERSEDIAAN.

          Review analitik ini merupakan review secara menyeluruh mengenai kewajaran persediaan yang disajikan di neraca. Dalam prosedur ini auditor menghitung berbagai ratio yang bersangkutan dengan persediaan, misalnya tingkat perputaran berbagai kelompok persediaan, dan jika terdapat fluktuasi ratio tertentu dari ratio tahun sebelumnya, auditor berkewajiban mendapatkan penjelasan mengenai penyebab terjadinya fluktuasi ratio tersebut. Hubungan antara tingkat perputaran persediaan, tingkat persediaan pada tanggal neraca, dan volume penjualan semuanya harus mendukung pengujian­pengujian substantif yang telah dilakukan oleh auditor. [10]

3.4 Metode Penilaian Persediaan

Menurut Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2018: 303-309) terdapat tiga metode penentuan biaya persediaan yang dapat digunakan oleh perusahaan. Ketiga metode tersebut antara lain:

a)     Identifikasi Khusus (specific identification method)

Identifikasi khusus merupakan mengatribusikan biaya-biaya tertentu ke unit persediaan tertentu yang telah diidentifikasi. Metode ini mengharuskan perusahaan memiliki catatan biaya awal dari setiap jenis persediaan. Metode ini secara historis hanya masuk akal jika perusahaan menjual jenis persediaan yang biaya per unitnya tinggi dan sejenisnya terbatas yang dapat diidentifikasi secara jelas dari sejak pembelian hingga penjualan.

b)    Asumsi Arus Biaya

Terdapat dua metode arus biaya yang dapat diasumsikan:

·       Metode First in First Out (FIFO)

Metode FIFO mengasumsikan barang yang paling awal dibeli, maka barang tersebut yang pertama dijual.

·     Metode biaya rata-rata (average-cost method)

Metode biaya rata-rata mengalokasikan beban pokok barang yang tersedia untuk dijual berdasarkan biaya rata-rata tertimbang per unit (weighted-average unit cost) yang terjadi.

c)     Lower-of-cost-ot-net-realizable value (LCNRV)

Metode ini menilai persediaan yang lebih rendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto pada periode penurunan harga terjadi. Nilai realisasi neto merupakan estimasi harga jual dalam situasi bisnis normal, dikurangi estimasi biaya menyelesaikan dan menjual.[11]

 

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Persediaan  merupakan bagian dari aset perusahaan yang pada umumnya nilainya cukup material dan rawan oleh tindakan pencurian ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu, biasanya akun persediaan menjadi salah satu  perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan.Persediaan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi perusahaan manufaktur ataupun perusahaan dagang. Karena hal ini memang sudah menjadi kegiatan utama dari perusahaan.

Audit merupakan proses pemeriksaan yang dilakukan secara sistematik dengan cara mengumpulkan bukti-bukti dan mengevaluasi bukti-bukti tersebut untuk bisa menemukan kenyataan yang sesungguhnya, berdasarkan bukti-bukti tersebut auditor dapat membandingkan antara pernyataan yang di berikan dengan kenyataan yang sesungguhnya sehingga auditor bisa memberikan pendapat (opini).

Mengingat besarnya risiko yang dapat muncul dalam sistem persediaan maka perusahaan berusaha merancang pengendalian intern yang efektif di setiap sistem persediaannya. Pengendalian intern yang tercpta sangat penting bagi perusahaan yang laporan keuangannya harus diaudit oleh akuntan publik. Pengendalian intern ini selain mempengaruhi keandalan iinformasi juga akan mempengaruhi luasnya lingkup pengujian yang dilakukan oleh akuntan publik khususnya pengujian substantif yang tergantung pada pengendalian  internyang di desain dan diterapkan oleh klien. Selain itu struktur pengendalian intern y yang efektif akan sangat mempengaruhi risiko pengendalian yang harus diterapkan oleh auditor dalam mengaudit laporan keuangan kliennya dan banyak bukti yang harus dikumpulkan serta prosedur pengujian substantif atas saldo perusahaan klien.

4.2 Saran

Karena persediaan memuliki nilai yang sangat material dan rawan, hendaknya di lakukan pengendalian yang intensif. Selain untuk meminimalisir kerentanan terhadap pencurian, persedian juga sangat rentan terhadap usang.

Dengan adanya pengendalian yang baik, kerentanan-kerentanan tersebut tentunya bisa di minimalisisr.

DAFTAR PUSTAKA

Yosephine Natalitha br. Sembiring, Peranan Pemeriksaan Keuangan (Auditing) Untuk Memenuhi Akuntabilitas, Jurnal Ilmiah Research Sains Vol. 1 No. 3 Oktober 2015, Medan

Nirwan Rasyid, Analisis Perencanaan Persediaan Kacang Kedelai Pada Unit Usaha Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Di Palembang, Dosen Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Sriwijaya.

Cahyo. Bobwi. Audit Persediaan (http://bobwicakso-akuntansi.blogspot.com/2014/01/audit-persediaan.html?=1 diakses pada 03 November 2020)

Anggi. Resume Materi Audit atas Persediaan (http://anggirocker.blogspot.com/2015/10/resume-materi-audit-atas-persediaan.html?=1 diakses pada 03 November 2020)

Afrianti. Fitri,dkk Audit Pemrosesan Data Elektronik. Universitas Cendrawasih. (https://www.academia.edu/23217881/audit_persediaan diakses pada 03 Novermber 2020)

“AUDIT PERSEDIAAN BERDASAR STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN MENURUT SPAP” (e-journal http://e-journal.uajy.ac.id/1699/3/2EA15427.pdf diakses pada 03 Noivember 2020)

Pengujuan Substantif terhadap Saldo Persediaan. (https://www.academia.edu/36914004/Pengujian_Substantif_Terhadap_Saldo_Persediaan diakses pada 03 November 2020)

Anonim. Audit Persediaan (http://repository.unair.ac.id/99401/3/3.%20BAB%201%20PENDAHULUAN.pdf diakses pada 03 November 2020)