Pertanyaan dan Jawaban Soal Auditing Syariah

 Uraikan secara lengkap terkait :

 1.     Prinsip Good Corporate Governance (GCG)

Dalam melaksanaan Good Corporate Governance (GCG), perusahaan harus menerapakan prinsip-prinsip dari corporate governance itu sendiri. Jika dari prinsip ini tidak di terapkan salah satu saja maka perusahaan di nilai tidak menerapkan GCG. Tujuan diterapkannya GCG ini untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainablity) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder).

Prinsip GCG dikenal dengan istilah TARIF, dimana TARIF itu adalah Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, Fairness dengan penjelasan sebagai berikut :

1.     Transparency

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

2.     Accountability

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

3.     Responsibility

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

4.     Independency

Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

5.     Fairness

Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Dari prinsip diatas dapat disimpulkan jika perusahaan menerapkan prinsip GCG tersebut, maka tidak hanya menguntungkan dari sisi perusahaan saja melainkan seluruh pemangku kepentingan, baik shareholder dan masyarakat, karena tujuan dari GCG ini adalah untuk ke sustainability perusahaan, sehingga perusahaan yang sustain itu akan menguntungkan seluruhnya.

Menurut sumber lain :

Lestyn Kelvianto dan Ronny H. Mustamu. "IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE UNTUK KEBERLANJUTAN USAHA PADA PERUSAHAAN YANG BERGERAK DI BIDANG MANUFAKTUR PENGOLAHAN KAYU". Jurnal AGORA Vol. 6, No. 2, 2018. Surabaya : Universitas Kristen Petra. (https://media.neliti.com/media/publications/287187-implementasi-prinsip-prinsip-good-corpor-e6724f2f.pdf diakses pada 20 Juni 2021)

Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. GCG berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Implementasi GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu, diterapkannya GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Implementasi GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan good governance pada umumnya di indonesia. Saat ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan good governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang bersih dan berwibawa (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). GCG memiliki 5 asas yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).

Menurut Elkington (1998), Keberlanjutan usaha telah menjadi keharusan bagi masa millenium baru sebagai strategi. Kombinasi kata-kata seperti keberlanjutan, tanggung jawab sosial perusahaan, kinerja sosial perusahaan, go green dan "triple bottom line" semuanya merujuk untuk meningkatkan kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan yang jangka panjang bagi perusahaan (Galpin, Whitttington, & Bell, 2015). Bangsa dan bisnis telah berfokus pada "Doing good to look good" dengan sedikit rasa hormat untuk menanamkan pola pikir akan kebutuhan strategi keberlanjutan ke dalam strategi perusahaan atau strategi nasional (Fernando, 2012). "Doing good to look good" tersebut dapat dicapai dengan mengimplementasikan asas-asas Good Corporate Governance (GCG) yaitu transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan kesetaraan

Untuk menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat perusahaan perlu menkaji ulang sejauh mana implementasi good corporate governance yang sudah di implementasikan perusahaan dari prinsip transparency, acountability, responsibility, independency and Fairness. karena pada umumnya tujuan didirikannya semua perusahaan adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, namun tidak memperhatikan penerapan atau implementasi tata kelola perusahaan yang baik Peranan good corporate governance tidak hanya diperlukan oleh perusahaan yang sahamnya dijual untuk umum atau TBK, namun juga sangat dibutuhkan oleh perusahaan keluarga atau family business agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan agar mampu bersaing oleh perusahaan-perusahaan lain.

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) - 2011 menjelaskan bahwa Corporate Governance adalah seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan pemangku kepentingan lainya di dalam dan diluar perusahaan yang berkaitan dengan hak dan kewajibannya, atau sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan dari Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan yang terlibat dalam perusahaan.

Menurut Daniri (2005), manfaat dari implementasi prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu dapat:

1.   Mengurangi agency cost, yang merupakan biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham sebagai akibat dari pelimpahan wewenang kepada manajemen. Biaya ini mungkin termasuk kerugian yang diderita oleh perusahaan sebagai akibat dari penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), atau dalam bentuk biaya pengawasan yang dikeluarkan untuk mencegahnya.

2.   Mengurangi biaya modal (cost of capital). Sebagai hasil dari manajemen perusahaan yang baik, hal itu menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil sebagai penurunan tingkat risiko perusahaan

3.   Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus meningkatkan citra perusahaan di masyarakat untuk jangka panjang.

4.   Menciptakan dukungan bagi para pemangku kepentingan di lingkungan perusahaan tentang keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh oleh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga bisa mendapatkan manfaat maksimal dari semua tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kekayaan dan kemakmuran

Menurut KNKG (2006) Di dalam Good Corporate Governance ada lima prinsip yang harus diterapkan oleh perusahaan, yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran atau kesetaraan. Kelima prinsip tersebut diperlukan untuk membantu perusahaan agar tercapai tujuannya kelima prinsip tersebut didefinisikan sebagai berikut:

1.     Transparansi (Transparency)

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundang- undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.

2.     Akuntabilitas (Accountability)

Terkait dengan prinsip akuntabilitas, perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

3.     Responsibilitas (Responsibility)

Untuk prinsip responsibilitas atau prinsip tanggung jawab, perusahaan harus mematuhi peraturan perundang- undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat menjalankan perusahaan dalam jangka panjang serta mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

4.     Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain

5.     Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus bisa memperhatikan kepentingan pemegang saham mayoritas maupun minoritas dan pemangku kepentingan laiinya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Menurut pendapat saya : Good Corporate Governance disingkat GCG atau Tata Kelola Perusahaan yang Baik adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha. Ini sangat penting sekali dilakukan karena merupakan suatu dasar dari mekanisme pengelolaan perusahaan. Penerapan prinsip GCG dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan nilai ekonomi jangka panjang bagi para investor dan pemangku kepentingan (stakeholder). Dalam melaksanaan Good Corporate Governance (GCG), perusahaan harus menerapakan prinsip-prinsip dari corporate governance itu sendiri. Jika dari prinsip ini tidak di terapkan salah satu saja maka perusahaan di nilai tidak menerapkan GCG. Tujuan diterapkannya GCG ini untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainablity) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder).

 

2.     Empat langkah yang harus dilakukan dalam Memutuskan Penerimaan Perikatan Audit

Penerimaan penugasan merupakan tahap awal dalam suatu audit laporan. Pada umumnya keputusan untuk menerima (menolak) ini sudah dilakukan sejak enam hingga sembilan bulan sebelum akhir tahun buku yang akan diperiksa. Auditor  harus  menjaga kelangsungan kepercayaan masyarakat terhadap profesi dengan menjaga independensi, integritas, dan obyektivitas. Terhadap anggota lain  seprofesi,  auditor bertanggungjawab untuk turut meningkatkan dan menjaga nama baik profesi,  serta meningkatkan kemampuannya dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.

Perikatan adalah kesepakatan kedua belah pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Dalam perikatan audit, klien mengadakan suatu ikatan perjanjian dengan auditor.  Klien menyerahkan pekerjaan audit  atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup melaksanakan pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya.  Langkah awal pekerjaan audit adalah pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak perikatan audit  dari calon klien atau untuk menghentikan atau melanjutkan perikatan audit dari klien berulang.

Untuk Memutuskan Penerimaan Perikatan Audit ada empat langkah yang harus dilakukan:

1)    Mengevaluasi Integritas Manajemen

a.     Melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu;

b.     Meminta keterangan kepada pihak ketiga;

c.     Me-review pengalaman auditor pada masa lalu dengan klien.

2)    Mengidentifikasi Keadaan Khusus dan Risiko Biasa

a.     Mengidentifikasi pemakaian laporan audit;

b.     Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan legal calon klien pada masa depan;

c.     Mengevaluasi auditabilitas perusahaan klien.

3)    Menilai Kemampuan untuk Memenuhi Standar Umum Auditing

a.     Penentuan kompetensi untuk melaksanakan audit;

b.     Pengevaluasian independensi;

c.     Penentuan kemampuan melaksanakan audit secara cermat.

4)    Menyiapkan Surat Penugasan Audit

a.     Tujuan audit atas laporan keuangan;

b.     Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan;

c.     Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan, pernyataan dari badan profesional yang harus dianut oleh auditor;

d.     Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk menyampaikan hasil perikatan;

e.     Fakta bahwa audit memiliki keterbatasan bawaan bahwa kekeliruan dan kecurangan material tidak akan terdeteksi.

f.      Pengaturan reproduksi laporan keuangan auditan;

g.     Kesanggupan auditor untuk menyampaikan informasi tentang kelemahan signifikan dalam pengendalian intern yang ditemukan oleh auditor dalam auditnya;

h.     Akses ke berbagai catatan, dokumentasi dan informasi lain yang diharuskan dalam kaitannya dengan audit;

i.      Dasar yang digunakan oleh auditor untuk menghitung fee audit dan pengaturan penagihannya.

Beberapa faktor yang menyebabkan auditor memutuskan penerimaan surat penugasan audit baru:

a.     Adanya petunjuk bahwa klien salah paham mengenai tujuan dan lingkup audit;

b.     Adanya syarat-syarat penugasan yang direvisi atau khusus;

c.     Perubahan manajemen yang terjadi akhir-akhir ini;

d.     Perubahan signifikan dalam sifat dan ukuran bisnis klien;

e.     Persyaratan hukum.

Menurut sumber lain :

Teori Auditing. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. (http://e-journal.uajy.ac.id/2607/3/2EA15023.pdf diakses pada 20 Juni 2021)

Tahap-tahap Dalam Penerimaan Perikatan Audit adalah sebagai berikut  (Boynton et al, 2003:271):

1.     Mengevaluasi Integritas Manajemen

2.     Mengidentifikasi Keadaan-Keadaan Khusus dan Risiko Luar Biasa

3.     Menilai Kompetensi untuk Melakukan Audit

4.     Mengevaluasi Independensi

5.     Keputusan untuk Menerima atau Menolak Perikatan

6.     Menyiapkan Surat Perikatan

Mengevaluasi Integritas Manajemen

Sebagaimana dinyatakan dalam SAS No.55, yang sudah diamandemen, Pengendalian Internal dalam Audit Laporan Keuangan (Internal Control in a Financial Statement Audit), integritas manajemen adalah komponen kunci dari lingkungan pengendalian, yang merupakan “pondasi bagi semua komponen pengendalian internal lainnya”(AU 319.325). Jadi, auditor harus ingat bahwa integritas manajemen adalah hal yang krusial dalam proses audit, karena manajemen dapat salah mencatat transaksi atau informasi penting yang mengakibatkan laporan keuangan mengandung salah saji material.

Mengidentifikasi Kondisi Khusus dan Risiko Tidak Biasa

Elemen penting dari audit melibatkan penilaian risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Akuntan publik juga menaruh perhatian terhadap risiko bisnis auditor (auditor’s business risk) jika dihubungkan dengan perusahaan yang memiliki masalah kesulitan keuangan atau kelangsungan usaha (Boynton et al, 2003:274).

Risiko bisnis auditor adalah risiko dimana auditor atau KAP akan menderita kerugian karena melakukan perikatan, meskipun laporan audit yang dibuat untuk klien dinyatakan unqualified opinion, misalnya adanya tuntutan di pengadilan oleh pihak yang merasa dirugikan karena penggunaan jasa dari kantor akuntan publik, sanksi hukuman yang ditetapkan oleh organisasi profesi seperti IAI, hukuman masyarakat berupa tuduhan yang sifatnya menjelekkan atau menilai rendah reputasi suatu KAP dan berusaha untuk tidak menggunakan jasanya dan kemungkinan tidak dibayar oleh klien.

Penentuan Kompetensi Auditor untuk Melaksanakan Audit

Standar umum yang pertama dalam standar auditing menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang memadai sebagai auditor. Oleh karena itu, sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, harus mempertimbangkan apakah auditor dan tim auditnya memiliki kompetensi yang memadai untuk menyelesaikan perikatan tersebut, sesuai dengan standar auditing yang ditetapkan oleh IAI. Umumnya, pertimbangan tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi anggota kunci tim audit dan mempertimbangkan perlunya mencari bantuian spesialis dalam pelaksanaan audit.

Evaluasi terhadap Independensi Auditor

Standar   Profesi   Akuntan   Publik   SA  Seksi 220     p.1 menyatakan bahwa: “Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.”

Disamping itu, Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik mengatur tentang independensi auditor dan stafnya sebagai berikut:

“Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independent di dalam memberikan jasa professional sebagaimana diatur dalam standar professional akuntan public yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Sikap mental independent tersebut harus meliputi independent dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).”

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain dan diartikan sebagai adanya kejujuran dalam diri auditor dalm mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatrakan pendapatnya (Mulyadi, 2002:26). Standar Profesi Akuntan Publik SA Seksi 220 p.2-3 menyatakan bahwa:

“Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian, ia tidak dibenarkan untuk memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independent sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independent tersebut. Untuk menjadi independent, auditor harus secara intelektual jujur.”

Penentuan Kemampuan Auditor dalam Menggunakan Kemahiran Profesionalnya dengan Cermat dan Seksama

Standar Umum Ketiga berbunyi: Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

Standar ini menuntut auditor independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesional dengan kecermatan dan keseksamaan menekankan tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor independen untuk mengamati standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SA Seksi 230 p.2).

Kecermatan dan keseksamaan penggunaan kemahiran professional auditor ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk merencanakan dan melaksanakan audit.

Menyiapkan Surat Perikatan Audit

Langkah terakhir dalam tahap penerimaan perikatan adalah penyusunan surat perikatan. Surat perikatan merupakan surat perjanjian atau kontrak yang secara hukum mengikat auditor dan klien. Surat perikatan audit dibuat oleh auditor untuk kliennya yang berfungsi untuk mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukan oleh klien, tujuan dan lingkup audit, lingkup tanggung jawab yang dipikul oleh auditor bagi kliennya, kesepakatan tentang reproduksi laporan keuangan auditan, serta bentuk laporan yang akan diterbitkan oleh auditor. Baik auditor ataupun kliennya berkepentingan terhadap surat perikatan audit, karena dalam surat tersebut berbagai kesepakatan penting tentang perikatan audit di dokumetasikan, sehingga dapat decegah terjadinya kesalahpahaman yang mungkin timbul antara auditor dengan kliennya.

Menurut pendapat saya : Untuk menghindari kesalahan dalam menerima atau menolak klien maka tahap penerimaan perikatan audit menjadi tahap awal dan sangat penting. Apabila kantor akuntan publik menolak klien yang seharusnya diterima,  maka akan kehilangan kesempatan untuk mengaudit klien tersebut. Sebaliknya, bila kantor akuntan publik menerima klien yang seharusnya ditolak, kemungkinan manajemen klien tidak memiliki integritas, sehingga kemungkinan besar terdapat kekeliruan dan ketidakberesan dalam proses akuntansi yang menjadi dasar penyusunan laporan keuangan. Hal ini akan menyebabkan risiko menjadi bertambah besar, yaitu risiko auditor memberikan pendapat wajar tanpa perkecualian, padahal laporan keuangan mengandung salah saji yang material. Selain itu juga, untuk meminimalkan risiko litigasi yang dapat menjerat auditor. Sehingga, auditor harus berhati-hati dalam memutuskan klien mana yang dapat diterima.

 

3.     Prosedur Pemeriksaan Syariah

Pemeriksaan merupakan evaluasi untuk memperbaiki kesalahan dan menyempurnakannya. Pemeriksaan syariah dilakukan oleh bagian audit internal perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku.

Prosedur Pemeriksaan Syariah

Pemeriksaan syariah dilaksanakan sesuai dengan tahapan sebagai berikut:

a.     Prosedur atau tahapan perencanaan pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan syariah harus terlebih dahulu direncanakan sehingga dapat diselesaikan dalam waktu yang efektif dan efisien.

b.     Melaksanakan prosedur, menyiapkan dan mereview kertas kerja pemeriksaan. Pada tahap ini semua rencana pemeriksaan dilaksanakan. Tahap prosedur pemeriksaan syariah ini biasanya termasuk:

1)    pemahaman terhadap sikap kehati-hatian, komitmen;

2)    kesesuaian fungsi pengawasan yang diterapkan dalam menjaga agar semua kegiatan memenuhi dan mematuhi ketentuan syariah;

3)    melakukan review terhadap kontrak, persetujuan, dan sebagainya;

4)    memastikan transaksi yang dilakukan selama tahun itu, khususnya mengenai produk sudah disahkan oleh Dewan Pengawas Syariah;

5)    memeriksa informasi dan laporan lain, seperti memo internal, kesimpulan rapat, laporan kegiatan dan laporan keuangan, kebijakan dan prosedur;

6)    melakukan konsultasi, koordinasi dengan penasihat seperti auditor eksternal;

7)    melakukan diskusi dengan manajemen perusahaan tentang temuan-temuan audit.

Menurut sumber lain : Hukum Online. Program atau Prosedur Audit Syariah. (https://hukumline.com/audit-syariah/#3-program-atau-prosedur-audit-syariah diakses pada 20 Juni 2021)

Audit syariah adalah sebuah proses pemeriksaan sistematis atas kepatuhan seluruh aktivitas Perusahaan terhadap prinsip syariah yang meliputi laporan keuangan, produk, penggunaan IT, proses operasi, pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas bisnis perusahaan, dokumentasi dan kontrak,nkebijakan dan prosedur serta aktvitas lainnya           yang memerlukan ketaatan terhadap prinsip syariah (Sultan, 2007; Yaacob, 2012)

Prosedur Pemeriksaan Syariah

1.     Perencanaan

Pertama, perencanaan. Auditor harus memahami bisnis lembaga keuangan Islam termasuk sifat kontrak yang digunakan untuk berbagai jenis layanan keuangan Islam. Kemudian, auditor syariah perlu mengidentifikasi teknik, sumber daya, dan ruang lingkup yang tepat untuk mengembangkan program audit. Program audit kemudian akan mengidentifikasi kegiatan utama yang akan dilakukan, tujuan dari setiap kegiatan dan teknik yang akan digunakan, termasuk teknik pengambilan sampel untuk mencapai tujuan audit. Di antara teknik yang dapat digunakan antara lain pemeriksaan makalah, wawancara, benchmarking, survei, studi kasus, diagram alir, dll.

2.     Inspeksi

Kedua, inspeksi. Teknik audit yang tepat perlu diidentifikasi dan dijelaskan. Diperlukan teknik yang tepat untuk mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan baik secara kualitas maupun kuantitas untuk mencapai kesimpulan yang wajar sesuai dengan syariah. Aspek utama pemeriksaan di lapangan membutuhkan teknik pengambilan sampel. Pemeriksaan dokumentasi yang lebih rinci akan diperlukan apakah metodologi pengambilan sampel digunakan atau tidak. Kertas kerja dan catatan audit adalah dua hal terpenting dalam tahap pemeriksaan. Tujuan dari kertas kerja adalah untuk memberikan catatan sistematis tentang pekerjaan yang dilakukan selama audit dan merupakan catatan informasi dan fakta yang diperoleh untuk mendukung temuan dan kesimpulan.

3.     Laporan

Ketiga, laporan. Hasil dari pelaksanaan audit termasuk penyusunan laporan audit syariah yaitu komunikasi yang baik dari auditor kepada pengguna atau pembaca. Secara umum laporan akan berbeda, tetapi semua harus menginformasikan kepada pembaca tentang tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan.

 

4.     Teknik Analisis Laporan Keuangan

Dalam menganalisis laporan keuangan diperlukan beberapa teknik, yaitu :

1.    Analisis perbandingan

Teknik ini dipergunakan dengan cara memperbandingkan laporan keuangan minimal dua periode atau lebih, dengan menunjukkan:

a.     data absolut atau jumlah dalam rupiah;

b.     kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah;

c.     kenaikan atau penurunan dalam persentase;

d.     perbandingan dalam rasio.

2.    Analisis Tren

Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui tendensi dari keuangan perusahaan, apakah tendensinya naik, turun, atau tetap. Analisis ini dinyatakan dalam persentase.

3.    Analisis Commonsize

Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui persentase investasi dari masing-masing aktiva, struktur permodalannya, komposisi pembiayaan ataupun pendanaan serta kaitannya dengan penjualan.

4.    Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja

Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui sumber-sumber dan penggunaan modal kerja serta sebab-sebab perubahannya pada periode tertentu.

5.    Analisis Sumber dan Penggunaan Kas

Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya uang kas berikut sumber kas.

6.    Analisis Perubahan Laba Kotor

Analisis ini dipakai untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor secara realistis dan anggarannya (budget) dari Iaporan tersebut.

7.    Analisis Pulang Pokok

Analisis ini dipergunakan untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai agar tidak menderita kerugian.

8.    Analisis Indeks

Analisis ini merupakan analisis horizontal. Analisis ini mengubah semua angka dalam suatu laporan keuangan pada tahun dasar menjadi 100. Pemilihan tahun dasar bukanlah selalu tahun yang paling awal, tetapi tahun yang dianggap normal.

9.    Analisis Rasio

Analisis rasio, yaitu teknik analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dari laporan keuangan serta kombinasinya. Dalam menganalisis laporan keuangan diperlukan beberapa rasio untuk memberikan gambaran mengenai situasi perusahaan.

 

Menurut Sumber Lain :

Diana Mandasari. (2017). Analisis Laporan Keuangan dalam Mengukur Kinerja Keuangan pada CV. Awijaya Palembang. (Skripsi- Universitas Muhammadiyah Palembang). (diakses di http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/575/1/SKRIPSI408-1704289089.pdf  pada Jumat, 20 Juni 2021)

Mastah Bisnis. Analisis Laporan Keuangan. (diakses di  https://mastahbisnis.com/analisis-laporan-keuangan/   diakses pada20 Juni 2021)

Menurut Hery (2011: 74-75), analisis rasio laporan keuangan membantu dalam proses identifikasi beberapa kelemahan dan kekuatan keuangan perusahaan. Analisis rasio keuangan dipakai untuk melakukan perbandingan antar waktu data perusahaan beserta pergerakannya. Secara matematis, rasio keuangan tak lebih dari rasio antara pembilang dan penyebut yang diambil dari data keuangan. Tujuan dari penggunaan suatu rasio saat menganalisis informasi yang akan dianalisis agar rasio dari dua perusahaan yang berbeda atau pun dua data atau lebih data dari perusahaan pada beberapa waktu yang berbeda.

Laporan keuangan yang disusun secara baik dan akurat dapat membenkan gambaran keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang diraih oleh perusahaan selama periode tertentu. Alat analisis rasio laporan keuangan yang diperlukan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan antara lain (Asphani, 2015):

Terdapat beberapa teknik yang dapat dipakai untuk melakukan analisis terhadap laporankeuangan, berikut beberapa teknik yang digunakan dengan berbagai metode.

1.   Teknik Komparatif/ Perbandingan

Teknik komparatif atau teknik perbandingan adalah teknik yang digunakan untuk melakukan analisis dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk 2 periode atau lebih dengan menunjukan:

a.     Data absolut atau berbagai jumlah dalam satuan rupiah.

b.     Kenaikan atau pun juga penurunan dalam jumlah rupiah.

c.     Kenaikan atau pun juga penurunan dalam persentase.

d.     Perbandingan yang dinyatakan dalam bentuk rasio.

e.     Persentase total.

2.   Teknik Analisis Trend atau Tendensi

Teknik analisis trend adalah teknik yang digunakan untuk mengetahui trend atau tendensi dari kondisi keuangan perusahaan, apakah menunjukan kecenderungan tetap, naik atau bahkan menurun. Hal tersebut dilakukan dengan cara membuat plot atas rasio keuangan dari waktu ke waktu. Hal ini sangat penting dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah keadaan perusahaan sudah membaik atau memburuk dari waktu ke waktu.

3.   Teknik Analisis Laporan dengan Persentase per Komponen (Common Size Statement)

Teknik analisis laporan dengan persentase per komponen adalah teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada setiap aktiva terhadap total aktiva-nya. Selain itu juga untuk mengetahui struktur modal dan juga beban yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya.

4.   Teknik Index Time Series

Teknik index time series adalah teknik analisis terhadap informasi historis yang dibutuhkan untuk melihat berbagai trend yang mungkin terjadi. Selanjutnya bisa menganalisis apa yang terjadi dibalik angka trend – trend tersebut. Dalam metode ini berbagai macam perubahan structural yang akan berdampak terhadap angka – angka keuangan harus diperhatikan.

Berikut ini merupakan beberapa contoh dari perubahan strukturan yang dapat berpengaruh terhadap trend keuangan suatu perusahaan:

a.     Peraturan pemerintah.

b.     Perubahan kompetisi.

c.     Perubahan teknologi.

d.     Akuisisi dan juga marge (penggabungan perusahaan).

5.   Teknik Analisis Rasio

Teknik analisis rasio adalah suatu teknik analisis untuk mengetahui hubungan dari setiap akun tertentu yang terdapat di dalam laporan posisi keuangan (neraca) atau laporan laba rugi secara individu atau gabungan dari kedua laporan tersebut. Sebenarnya terdapat 15 rasio keuangan, namun terdapat 7 macam rasio keuangan yang sering digunakan yaitu.

a.     Rasio likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio yang membicarakan apakah perusahaan bisa melunasi atau membayar kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancarnya (likuid) atau tidak.

b.     Rasio solvabilitas

Rasio solvabilitas adalah rasio yang berbicara apakah suatu entitas bisa melunasi semua utangnya (solvent) atau tidak (insolvent).

c.     Rasio profitabilitas.

Rasio profitabilitas adalah rasio yang berbicara tentang apakah suatu entitas bisa menghasilkan keuntungan (profitable) atau tidak.

d.     Rasio pasar

Rasio pasar adalah sekumpulan rasio yang membicarakan tentang nilai perusahaan relative terhadap nilai buku perusahaan. Rasio ini terdiri dari Dividen Yield, Price Earning Ratio dan Price to Book Value.

e.     Rasio arus kas bebas.

Adalah rasio yang membicarakan sisa perhitungan arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan pada akhir periode keuangan atau setelah dikurangi belanja modal untuk pengembangan perusahaan.

6.   Teknik Analisis Sumber dan Penggunaan Dana

Adalah teknik analisis yang dipakai untuk mempelajari bagaimana suatu entitas atau perusahaan dalam mengaplikasikan kebijakan investasi-nya dan mengaplikasikan kebijakan financial-nya selama periode tertentu dari kegiatan operasinya (pada umumnya 1 tahun).

7.   Teknik Analisis Break Even Point

Teknik analisis break even point adalah suatu analisis untuk dapat menentukan tingkat penjualan yang harus diraih oleh suatu entitas supaya entitas tersebut tidak mengalami kerugian, namun juga belum mendapatkan keuntungan. Dengan menggunakan analisis ini akan diketahui berbagai macam tingkat keuntungan ataupun kerugian terhadap suatu tingkat penjualan.

8.   Teknik Analisis Gross Profit

Teknik analisis gross profit adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mengetahui berbagai macam sebab perubahan laba kotor suatu entitas dari suatu periode ke periode lainnya atau perubahan laba kotor dari suatu periode dengan laba yang dianggarkan untuk periode tersebut.

9.   Teknik Dupont Analysis

Dupont analysis adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dalam menggunakan aktivanya dan bisa mengukur tingkat profit atas penjualan yang didapatkan oleh perusahaan. Analisis ini dipakai degan tujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas perusahaan dalam memutar modalnya.  Para manajemen perusahaan dapat memakai teknik ini untuk menganalisa berbagai cara yang bisa memperbaiki kinerja perusahaan.

 

5.     Tantangan Audit Syariah di Masa Depan

Isu-isu kepatuhan syariah yang meliputi lembaga Hisbah dan yang muhtasib, yaitu kurangnya kualifikasi di akuntan dan auditor pada syariat dan pengetahuan keuangan dalam personel syariah, dan kurangnya akuntabilitas auditor Syariah. Isu-isu tersebut antara lain berupa:

1.       Integritas kebebasan

Tujuan integritas kebebasan, auditor syariah perlu dianggap cukup mandiri oleh stakeholder keuangan Islam. Praktik untuk auditor syariah sangat bergantung atau mengikuti saran dari penasihat syariah atau Dewan Pengawas Syariah (DPS). Oleh karena itu, fungsi DPS harus dinyatakan dengan jelas dan tidak mengganggu syariat Islam akan audit dan Islamic Financial Institution (IFI) hanya bisa outsourcing audit syariah untuk akuntan profesional diluar dan auditor yang berpengalaman dalam syariat dan akuntansi

(Karim, 2004) menyatakan bahwa literatur tentang kebebasan audit  internal signifikan berkontribusi pada tingkat independensi auditor, yaitu:

a.     kejelasan definisi tanggung jawab auditor;

b.     posisi auditor internal dalam struktur organisasi Iembaga; dan

c.     struktur pelaporan.

Disarankan bahwa IFI memberikan kewenangan yang jelas dan instruksi dengan kekuatan ke internal auditor, pelaporan kepada Komite Audit dan Syariah dewan IFI. Selanjutnya, Audit dan Komite Syariah harus melaporkan kepada pemegang saham untuk memperkuat kemandirian Dewan Pengawas Syariah.

2.       Inspektur kepatuhan Syariah

Inspektur Kepatuhan Syariah, meliputi lembaga Hisbah dan muhtasib (hakim) IFI harus memahami bahwa kepentingan utama bagi auditor adalah memastikan kepatuhan dari semua produk yang akan ditawarkan. Dewan Pengawas Syariah memainkan peran penting dalam memastikan kepatuhan anggota Dewan Pengawas Syariah.

Beberapa akademisi mengharapkan Iembaga Hisbah yang mengelola di bawah otoritas negara. Muhtasib dibayar melalui kas negara dan mereka diharapkan sepenuhnya independen untuk pasar. IFI harus membentuk semacam Iembaga Hisbah yang para anggotanya adalah auditor syariah.

3.       Kurangnya kompetensi auditor Syariah

Auditor syariah bertanggung jawab untuk memastikan bahwa IFI mengikuti semua pedoman syariat dan prinsip. Jika tidak, mereka telah melakukan ketidakadilan kepada umat yang telah memercayakan untuk mengaudit dan memastikan IFI tetap mematuhi syariat Islam. Kurangnya akuntabilitas auditor syariah, audit syariah dapat dilakukan oleh auditor internal atau auditor eksternal asalkan mereka harus memiliki pengetahuan dan pelatihan syariat yang memadai. Selanjutnya, laporan tersebut diteruskan ke komite IFI.

Komite Syariah dapat memberikan pendapat mereka hanya pada hal-hal syariat ke Direksi, yang akan memutuskan atau membuat keputusan akhir. Auditor Syariah seharusnya lebih bertanggung jawab karena mereka harus bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingan, yang meliputi pemegang saham, masyarakat, dan umat. Selanjutnya, mereka bertanggung jawab kepada Allah untuk setiap tindakan dan kelambanan. Dalam hal isu-isu sekaligus tantangan dalam mengaudit laporan keuangan tahunan syariah, auditor harus memahami fiqh muamalah dan akuntansi

Menurut Sumber Lain: Hidayah Hirzy. (2019). Isu Dan Tantangan Audit Syariah Di Masa Depan. (Diakses di https://www.scribd.com/document/435630507/Isu-dan-tantangan-Audit-syariah-di-masa-depan  pada Jumat, 20 Juni 2021)

Keberadaan audit syariah sangat penting sehubungan dengan karakteristik yang berbeda dari bank syariah. Namun, sumber daya manusia untuk menjadi auditor syariah sangat terbatas sehubungan dengan kompetensi dan kualitas tertentu yang harus dimiliki oleh auditor. Berikut ini tantangan audit syariah:

1.     Program Audit Syari’ah 

Audit Syariah untuk lembaga keuangan Islam dapat didefinisikan sebagai akumulasi dan evaluasi bukti-bukti untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan dengan tujuan kepatuhan syariah. Adanya kebutuhan untuk mengembangkan program audit syariah secara sistematis dalam kerangka konseptual Islam yang sesuai dengan kebutuhan LKS, namun tidak ada pedoman dan standar auditing syari’ah yang diakui bersama adalah masalah utama yang dihadapi saat ini dalam menyusun kerangka audit syariah. Sebagai contoh, bank-bank Islam di Indonesia dan Malaysia tidak menggunakan standar yang dikembangkan oleh AAOIFI karena tidak wajib. Dengan demikian, hal tersebut dapat menjadi masalah dalam mengembangkan program dan standar yang akan digunakan oleh suatu lembaga.  Penting untuk diperhatikan bahwa proses penyusunan standar audit syari’ah harus bersifat dinamis dan progresif.

Dalam studi teoritis lain, Abdul Rahman (2008) menyatakan bahwa program-program audit syariah dapat dikembangkan untuk menjelaskan berbagai produk keuangan dan layanan Islam seperti deposito mudharabah, investasi mudharabah dan musyarakah, pembiayaan murabahah dan banyak lainnya. Abdul Rahman (2008) juga mengusulkan agar program audit syariah perlu dituangkan dalam bahasa yang dapat dengan mudah dipahami oleh stakeholder potensial. Hal ini untuk memastikan bahwa program audit yang telah dikembangkan akan memiliki dampak yang signifikan untuk mempengaruhi keputusan dari berbagai pemangku kepentingan dalam berhubungan dengan lembaga-lembaga Islam. Hal ini dapat dicapai dengan kerja sama pihak yang berkepentingan seperti LKS, Bank Sentral, Asosiasi Profesi Akuntan, Kantor Akuntan Publik, dan Dewan Pengawas Syariah. Ada 3 tahapan audit syariah.

a.         Perencanaan

b.         Pemeriksaan

c.         Pelaporan

Pada tahap perencanaan, pemahaman dasar dari produk LKS sangat penting sehingga teknik atau prosedur, sumber daya dan ruang lingkup dapat disesuaikan untuk mengembangkan program audit. Pada tahap pemeriksaan, pemeriksaan yang lebih rinci dan teknik pengambilan sampel yang tepat diperlukan untuk memastikan bahwa bukti-bukti audit yang terakumulasi dalam kualitas yang baik dan kuantitas. Pada tahap pelaporan, laporan audit syariah siap untuk memberikan keyakinan memadai dari kepatuhan syari’ah produk keuangan Islam. 

2.     Kualifikasi dan Pendidikan Auditor Syariah

Dalam rangka memastikan bahwa program audit yang telah dikembangkan digunakan dengan benar, auditor syariah harus memiliki kualifikasi yang tepat dan pendidikan di banyak aspek. Sejauh ini, tidak ada pendidikan akademik dan profesional khusus dan program pelatihan audit syariah yang dapat memenuhi kebutuhan lembaga keuangan syariah maupun badan regulator.

Auditor diharuskan untuk memiliki keahlian dalam berbagai disiplin ilmu seperti akuntansi, organisasi bisnis dan keuangan, teori dan praktek manajemen, fiqh Islam dan ushul teori dan praktek audit al-fiqh. Program pendidikan dan pelatihan harus melengkapi auditor syariah dengan dua pengetahuan dasar yaitu pengetahuan khusus syariah yang diterapkan dalam perbankan dan keuangan Islam, dan pengetahuan dan keterampilan akuntansi dan auditing. Sementara Hameed (2009) menyatakan bahwa auditor harus memiliki pengetahuan dasar seperti prinsip fiqh muamalah, produk perbankan syari’ah, standar akuntansi dan audit AAOIFI dan kemampuan untuk mereview fatwa dari DPS bank syariah yang bersangkutan termasuk fatwa DPS dari bank lain jika diperlukan. Hal ini untuk memastikan bahwa auditor syari’ah mampu mempraktikan tugas dan kewajibannya sesuai dengan syariah. 

3.     Independensi Auditor Syariah 

Para auditor syari’ah harus memiliki sikap mental yang independen (Abdul Rahman, 2008). Hal ini untuk memastikan bahwa auditor tidak bias dalam mendukung pandangan tertentu atau pendapat yang akan mempengaruhi penilaiannya. Agar auditor syariah dapat mandiri, ia harus memiliki insentif untuk bertahan dari setiap upaya manajemen untuk mempengaruhi keputusannya misalnya agar tidak melaporkan setiap pelanggaran yang ditemukan. Ini berarti auditor harus benar-benar independen dan harus melaporkan setiap kesalahan atau salah kelola dalam organisasi. Audit syariah tidak dapat berfungsi maksimal jika auditor tidak sepenuhnya independen, sehingga tujuan kemaslahatan tidak dapat tercapai.

Menurut Sumber Lain :  Al Faridsy. (2020). Kompetisi danTantangan Audit Syariah dalam

Lembaga Keuangan Syariah (LKS). (Diakses di https://www.mediasiana.id/kompetensi-dan-tantangan-audit-syariah-dalam-lembaga-keuangan-syariah/ pada Jumat, 18 Juni 2021)

Dalam meningkatkan integritas suatu Lembaga Keuangan Syariah maka peningkatan kualitas auditor Syariah menjadi suatu hal yang sanngat penting. Hal ini dapat dicapai dengan aktif dalam mengikuti pelatihan, maupun bimbingan yang dilakukan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI). Adapun tantangan audit syariah untuk pengembangankedepan agar lebih baik lagi, di antaranya:

1.   Masalah regulasi seperti standar audit syriah yang belum memadai, tidak adanya kerangka audit syariah dan kurangnya dorongan dari pemerintah. Permasalahan utama dalam audit syraiah yaitu mencakup kerangka audit syariah, ruang lingkup, kualifikasi auditor, indepedensinya yang ditambah dengan isu lembaga nisbah dan muhtasib serta akuntanbilitas auditor syariah.

2.   Masalah sumber daya manusia seperti kualifikasi auditor syariah dalam akuntansi dan syariah sering tidak seimbang, terbatasnya auditor syariah, kurangnya akuntanbilitas auditor syariah (DPS), dan auditor syariah (DPS) kurang independen.

3.   Masalah proses audit seperti DPS belum dilengkapi dengan prosedur audit syariah, Ex-ante dan ex-pose audit belum maksimal dan terpisahnya audit keuangan denganaudit syariah. Audit syariah rekativ dilakukan hanya di awal saat peluncuran (Ex-ante) dan belum memadai ketika produk dioprasionalkan (Ex-pose).